12. dark dreams

180 25 27
                                    

Sepertinya, memang benar... Setiap proses butuh pengorbanan.

Dalam bentuk apapun itu, jika itu adalah pengorbanan yang di maksud,,, maka ia tetap akan di korbankan... Siap tidak siap, ikhlas tidak ikhlas. Apapun itu, daun yang gugur tak pernah menyalahkan angin...

Hanya saja daun itu mengerti akan waktunya~


Sore ini, halilintar duduk di atas sofa. Ia menyembunyikan kepalanya di selah lipatan tangan nya yang tengah memeluk kakinya. Bayang-bayang menakutkan itu terus membuat ia menjadi gila tiap detiknya, rasanya jantungnya yang semakin cepat berdetak akan segera meledak.

Di tengah-tengah ketakutan nya, ia merasa sebuah tangan kecil menyentuh kepalanya. Penasaran, akhirnya hali mendongak.

"Ice? Ngapain"

"Haha... Temenin ice pulahng yok kak" suara polos khas anak kecil itu membuat pikiran hali menjadi lebih menghangat.

"Owh, ayok... Ehm? Ice sakit ya? Sampe pucat gitu?" Halilintar berusaha melayani anak kecil di depan nya ini, merasa bingung apalagi baju anak itu kini menjadi basah.

"Hahah, tadi cuma terhempas ombak pas main" senyuman nya menunjukkan ia bahagia, bahagia bisa berbicara lebih dengan hali. Apalagi hali menanyakan keadaan nya saat ini...

Setelah sedikit berbincang, hali menemani ice seperti permintaan nya. Mereka pun mulai pergi dengan ice yang memimpin jalan, tangan mereka yang saling menggenggam seolah takkan ada perpisahan di hari esok. Mereka terus berjalan...

Tanpa sadar akan keadaan yang tiba-tiba berubah.

"Kakak kakak, sejak kapan kita jadi sodarah?"

"Hah? Sodarah? Sedarah atau saudara nih? Plesetan nya dari mana?"

"Hah? Memang nya adaah? Tapi pas ice tanya bunah, bunah gak pernah tanyain? "

'maasyaallah tabarakallah...kok nanya ke aku, terus aku nanya siapa dek? Jadi kakak harus jelasin yang manaa?' Batin halilintar miris, " ehm... Kita saudara sejak kecil lah,, sejak kamu ada dan jadi anak ayah bundah..." Dalam keadaan ini hali berpikir untuk menjawab salah satunya, mungkin tidak akan merambat ke pertanyaan lain yang bisa saja hali tak mampu menjawabnya.

",Eheh makasihh" ice lagi lagi tersenyum Lucu, dia bukan Thorn yang akan memperumit pertanyaan ok?

"Eh"

"Ehh?"

"Kamu siapa!?"

"Aku anak bunah ayah,, kenapa?"

"Ihh sejak kapan kamu panggil bunda atau bunah apalah itu? Dan sejak kapan kita disini?"

"Nggak tau..emangnya bunah apa? Tapi emang nya kenapa kalo kita disini? Apa karna ini kuburan? Tapi inikan bentuk dari rumah terakhir buat kita semuah,,, bunah yang bilang"

"E-enggak... Kalo tau tadi mau pulang kesini aku gak bakal ikut atau nganter paham gak!" Hali tidak sengaja membentak, dilihatnya ice mulai menundukkan wajahnya ke bawah dan terlihat akan menangis seolah kecewa.

"Ehh, hali- em kakak gak sengaja kasar, maafin ya?"

"Haha,, sejak kapan kau baik? Dan sejak kapan maaf mu tak akan pernah kau ulangi lagi?" Halilintar merasa stres dengan ini, cobaan apa ini? Mengapa semua nya aneh, perasaan tadi mereka hanya jalan dan terus menyusuri pemandangan hijau dan bunga-bunga indah, tapi saat sadar akan sesuatu mereka jadi berada di kuburan? Tadi hampir menangis kemudian tersenyum seolah-olah tak terjadi apapun barusan.

"Ehh?" Dan lagi? Halilintar melihat tubuh anak kecil di depannya menipis dan seolah-olah menjadi transparan.

"Kakak ayok, temani aku pulang, tidurin aku yaaa! Aku takut gelap kakak ingat itu kan? Ayo temanin!" Ice kecil itu tiba-tiba menarik-narik tangan hali menuju ke salah satu kuburan yang batu nisannya bertulis kan "kak hali" padahal hali sendiri masih hidup, siapa 'kak hali' yang di maksud batu nisan tersebut?

Us the next life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang