23. Harusnya bukan dia

143 21 77
                                    

Halilintar, gempa, blaze, thorn, dan solar tidak pulang semalaman.

Setelah mendapat kabar tentang saudara mereka dari sang paman, mereka menyusul kerumah sakit. Serasa ingin hilang ingatan karna tak ingin percaya bahwa wajah yang mereka lihat di atas ranjang yang tadinya tertutupi oleh sehelai kain putih itu memang lah saudara mereka, rasanya terenyuh mengingat tawaan dari sosok yang kini telah berpulang tak akan terdengar kembali.

Memang kenyataan, ternyata memang benar fakta bahwa kehilangan seseorang yang menjadi pelengkap suasana itu begitu menyakitkan. Tak lagi rasanya seperti ditusuk ribuan anak panah, rasa yang mereka rasakan kini seperti hati yang di tenggelam kan dalam lautan kemudian di angkat dan di sayat, setelah itu kembali tenggelam di lautan garam. Tidak sampai di situ, bayangan ketika orang itu pergi tanpa pamit dan perpisahan menjadi pelengkap rasa sakit ini. Di lengkapi lagi dengan berbagai pertanyaan mengapa beliau begitu cepat pergi meninggalkan mereka.

"Kakak jahat ya," suara gempa yang terdengar tabah menyalahkan kakak yang selama ini siap siaga selalu menjadi pendamping nya, mengingat hali tidak terlalu pandai membuat suasana. "Kenapa ninggalin kita kak?" Ia kembali bersuara dengan suara yang gemetar, seberusaha mungkin tidak menangis dan membiarkan adiknya Thorn tertidur dalam pelukannya. Dadanya sesak menahan kembali semua makian yang ingin ia keluarkan, ia selalu mencoba kuat dalam menahan tangisannya. Tetap saja ia menangis dan terisak di depan makam yang kini di tinggali oleh raga sang kakak, matanya terus saja memanas dan kabur oleh air mata yang begitu deras ia masih belum terima saat-saat melihat hali di sebrang makam menaburkan bunga di atas nya untuk rumah terakhir dari kembaran mereka.

"Kaak, maaf solar gak bisa bantuu. Hiks solar pengen kakak lebih lama lagi..." Hancur, lelah, dan juga pasrah karena mereka tidak bisa berjuang untuk memutar waktu. Solar yang yakin dengan ada nya mesin waktu atau apapun itu merasa sangat bersalah. "Beneran gak bisa ya kak?" Setelah itu ia langsung memeluk tanang yang melambung itu mengabaikan bunga yang telah hali tabur tadi menjadi berantakan, menutup wajahnya dengan sebelah tangan dan menjerit dalam diam. Seluruh wajah nya merah dan urat di kening nya terlihat, hali juga merasa bersalah dan tak mungkin membiarkan adik bungsu nya merengkuh sendirian.

Waktu terlalu cepat memutar andai mereka tau jika itu adalah waktu terakhir mereka bersama, mereka ingin sekali menghentikan waktu agar tetap seperti itu.







































Disisi lain, ice meliburkan diri dari sekolah. Ia sendiri melewati makan malam kemarin dan juga sarapan pagi ini. Yang ia lakukan hanya mengurung diri di dalam kamarnya, berita bahwa sang kakak yang meninggal saat menjemput nya ke sekolah membuatnya jatuh sakit dan drop. Tak habis pikir saat tau dirinya memang pembawa sial yang bahkan merenggut nyawa kakak nya sendiri, ini semua salah nya dan ia hanya pasrah menunggu yang lain pulang. Ntah dirinya akan di buang dan di tinggalkan atau kembali ke masa lalu- ralat maksudnya mengulangi masa lalu yang sebetulnya belum hilang sedikit pun dari memori nya, padahal baru beberapa hari lalu ia banyak menghabiskan waktu dengan Taufan tiba-tiba saja Taufan menghilang tanpa perpisahan. Hatinya sakit bagaimana tertoreh minyak panas dan di iris banyak nya katana, tubuh nya terbaring lemah di atas kasur dengan selimut yang menutupi dirinya dari atas sampai bawah.

'ice ingat, kalau demam jangan pake selimut. Nanti tambah parah'

Pesan Taufan selama ice sakit di waktu lampau terdengar kembali di daun telinganya, tapi masa bodoh dengan keadaan nya sekarang ia berfikir mati dalam keadaan begini juga tak buruk. Jauh sebelum itu pikiran nya di penuhi dengan rasa takut saat kata-kata pedas kembali menghantam telinganya.

"Ice, belum siap" air mata mengalir mengiringi kata-kata nya, mencoba menghalau bayangan buruk yang akan terjadi padanya beberapa waktu kedepannya. Ntah itu akan berakhir atau akan selamanya, paham betul bahwa hanya dirinya yang disalahkan.

Us the next life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang