Part 37 | Light of Wisdom

4K 853 620
                                    





🚝 Minta 530 komentar untuk bab ini ya 🚝




🚝 Minta 530 komentar untuk bab ini ya 🚝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












DAUN begitu menyukai angin, tapi angin justru menggugurkan daun. Ikan menyukai air, tapi air malah merebus ikan.

Kadewa bilang mencintaiku, tapi dia menyakitiku semudah itu.

Sudah satu jam aku menatap undangan vintage bercorak floral di atas meja. Acara pertunangan Kadewa akan berlangsung sore ini. Bertempat di kampung halaman kami, aku sama sekali nggak tertarik menghadiri.

"Si. Domani torno in Italia."
(Aku pulang ke Italia besok)

Jeda dua ketukan sampai suara Nonna kembali menyambangi telinga.

"Volo mattutino o serale?"
(Penerbangan pagi atau malam?)

"Volo notturno, Nonna."
(Malam, Nenek)

Aku menghela napas. Tiket pesawat sudah dipesan, tapi yang kulakukan sejak semalam malah duduk di depan meja kerja alih-alih berkemas.

Nonna nggak mengatakan apa pun lagi. Panggilan berakhir tanpa obrolan hangat. Mataku terpejam selepas menginformasikan rencana kepulangan ke Italia.

"Ya udah sih, berakhir ya berakhir. Tinggal jalanin hidup kayak sebelum ada dia," gumamku lesu.

Tim Classica telah mengirimkan gaun dan tuksedo ke alamat rumah Kadewa di Purwokerto. Seharusnya aku lega urusan kami selesai sempurna. Nyatanya, kondisiku nggak jauh berbeda dari saat berkonflik.

Aku butuh menenangkan diri. Italia dipilih karena aku mengenal tempat itu. Kini menghadapi ibu tiri nggak kedengaran seperti mimpi buruk setelah apa yang kualami bersama Kadewa.

"Life after break up emang sekacau ini ya?"

Kepalaku menelungkup di meja kerja.

Gimana kalau ternyata kita berhasil dan perasaan itu berlangsung tanpa masa kedaluwarsa?

Aku nggak habis pikir. Kok bisa ada orang yang berkata demikian padahal hendak bertunangan dengan perempuan lain?

Lo nggak ngasih gue pilihan. Tiga kali lamaran gue ditolak. Menurut lo, gue harus gimana?

Dia sendiri yang berkata bahwa tindakannya selama ini didasari oleh dendam dan kebencian. Jelaslah aku menolak. Kok Kadewa malah marah?

Gue frustrasi, Zaviya. Lo nggak mau keluar dari zona nyaman, sedangkan gue udah didesak buat berkomitmen sama keluarga gue.

Ya terus apa kaitannya denganku? Dia sendiri yang bilang hubungan kami hanya dilabeli sebagai jatah mantan sebelum Kadewa tobat dan serius berkomitmen. Kok jadi aku yang dituntut keluar dari zona nyaman?

XOXO, Love You LaterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang