Yuna segera menelpon ambulan, kini sudah berada di rumah sakit.. Kata dokter Hanna sudah hamil 3 bulan.Yuna tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Berita tentang kehamilan temannya sangat memukulnya. Dia merasakan pusaran emosi: keterkejutan, kebingungan, dan kekhawatiran.
"Hamil...tapi gimana?" Yuna benar-benar speechless, suaranya dipenuhi campuran keterkejutan dan kekhawatiran.
Ruangan rumah sakit terasa menyesakkan ketika kenyataan situasinya meresap. Yuna memiliki begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di benaknya. Bagaimana bisa Hanna hamil di usia semuda itu? Dan kenapa dia tidak memberitahukannya kepada siapa pun?
Yuna juga berada di samping Hanna yang terbaring di ranjang rumah sakit, Hanna menangis saat Yuna sudah mengetahui kalau Hanna hamil.
"Hanna.. Ada apa sebenernya? Kamu punya pacar?"
Yuna bertanya lirih, dia belum punya pacar.. Yang menghamilinya adalah paman tirinya, jadi om-om tua itu adalah paman tirinya.
Air mata Hanna terus berjatuhan, isak tangisnya memenuhi ruangan dengan campuran rasa sakit dan sedih. Dia tidak sanggup mengungkapkan secara verbal apa yang telah terjadi, tapi Yuna bisa melihat kesedihan di matanya.
Yuna mengulurkan tangan dan dengan lembut meraih tangan Hanna, hatinya hancur melihat temannya yang menderita.
"Gapapa," bisiknya pelan, matanya sendiri berkaca-kaca. "Kamu gak perlu bilang apa pun kalo kamu gak mau. Tapi aku di sini buat kamu, apa pun yang terjadi."
Hanna menggenggam tangan Yuna, menemukan kenyamanan di hadapan temannya. Dia menarik napas dalam-dalam dan gemetar, suaranya bergetar saat dia mencoba berbicara.
"Aku... aku gak mau ini," bisiknya, matanya berkaca-kaca. "Itu dia... paman tiri aku... dia... dia yang ngelakuin ini."
Gelombang keterkejutan dan kengerian melanda Yuna atas pengungkapan Hanna. Kemarahan dan rasa jijik melonjak dalam dirinya.
Pikiran Yuna berpacu ketika kata-kata temannya itu meresap. Dia gak percaya dengan apa yang dia dengar. Itu di luar pemahaman. Hatinya tenggelam, dan amarahnya membara di dalam dadanya.
"Ya Tuhan, Hanna," bisik Yuna dengan air mata mengalir di pipinya sendiri. "Aku minta maaf. Kamu gak pantas nerima ini. Gak ada seorang pun yang pantas nerima ini."
Yuna mencoba menemukan kata-kata yang tepat, tapi sepertinya tidak ada yang cukup untuk mengungkapkan berbagai emosi yang berputar-putar di dalam dirinya.
Dia mengulurkan tangan dan dengan lembut menghapus air mata Hanna, hatinya sendiri sakit karena penderitaan temannya.
"Aku... aku ga tau harus bilang apa. Ini..." dia terdiam, berusaha menemukan kata-kata yang tepat. "Ini seharusnya gak terjadi. Kita harus menghentikan ini, kita harus menghentikan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovey Dovey : Wolfiebear [ON GOING]
FanfictionTentang percintaan remaja yang sedang berbunga-bunga dengan hubungan mereka. Latar belakang // Korea Taehoon : Jeongwoo Yuna : Minji