05. Menikah

198 7 1
                                    

Pernikahan Tama diadakan dengan sangat sederhana di gereja kristen. Mereka tidak mengundang siapapun, hanya didampingi oleh orang tua Lili.

Lili menggenakan gaun putih panjang dengan bordil bunga dibeberapa bagian. Itu adalah pakaian pernikahan ibunya waktu dulu. Agak kuno, tapi Lili tetap menerimanya agar pernikahan tetap berjalan sakral.

Sementara Tama menggunakan jas putih dibalut dengan celana senada. Mereka berdua sengaja memakai pakaian berwarna putih agar simbol pernikana sucil, tulus, bersih tetap berjalan. Tidak peduli ini hanya pernikahan sederhana dan dadakan.

Tama berjalan menuju Bayu dan Clarina dengan Lili digandeng tangannya. Wajah Bayu terlihat haru, memeluk Tama dan Lili bergantian.

"Semoga bahagia, ya," ucap Bayu yang sebenarnya ingin meneteskan air mata atas pernikahan anak satu-satunya.

Berbeda dengan Bayu yang masih bisa menahan rasa harunya. Clarina malah sudah lebih dulu menangis.

Setelah mengusap air matanya dengam tisu, Clarina memeluk Lili yang tampak cantik menggenakan gaun berwana putih dengan make up sederha.

"Sekarang kamu istrinya Tama, jadi tanggung jawab kami sudah lepas dari kamu. Walaupun begitu jangan pernah lupa meminta bantauan kepada kami, ya," ujar Clarina yang dibalas anggukan oleh putrinya.

Sekarang gantian Tama yang dinasehati oleh Clarina. "Tolong jaga putri Kakak, ya, Tama. Kalian harus menyerahkan tanggung jawab masing-masing. Kakak percaya kalian akan bahagia saat kalian bersama ke depannya."

"Tama akan berusaha semampunya menjaga Lili," ucap Tama yang paham betul kekhawatiran Clarina.

Pernikahan ini mampu mengundang haru. Apalagi dengan mengantarkan dua orang yang mereka jaga dengan baik selama ini.


***
"Om Tama, Baju Lili sebanyak ini masak lemarinya kecil, sih," protes Lili saat mau memasukkan bajunya ke dalam lemari.

Mereka semua sudah sepakat, kalau setelah pernikahan ini Lili akan tinggal di rumah Tama. Untuk memperat hubungan.

Sebenarnya mereka juga belum melegalkan pernikahan ini secara hukum. Bisa dibilang mereka menikah sirih lebih dulu.

Tama yang baru selesai mandi langsung menghela napas. Ayolah dia belum mempersiapakan apapun untuk pindahkan Lili, jadi jelas sekali di kamar ini hanya ada lemari kecil milik Tama.

"Besok Om pesan lemarinya," ujar Tama yang langsung melempar handuk bekas mengeringkan rambutnya di atas kasur.

"Terus sekang baju Lili ditaruh di mana?" protes Lili merasa kesal.

Tama yang juga binggung hanya bisa menunjuk sudut ruangan. Lagi pula, mana mungkin mau ditaruh di kamar sebelah, tempat Lili tidur jika sedang menginap.

"Hem, Lili nggak mau. Om yang keluarin bajunya dari lemari terus taruh di sudut ruangan." Lili bersedekap dada, tidak mau menaruh bajunya di lantai.

"Kok jadi, Om?" Tama menunjuk dirinya sendiri cengo. "Itu, kan. Lemari Om. Ini juga kamar Om, loh," ujar Tama tidak mau kalah.

Lili berdecak keras, matanya menatap tajam sebelum Lili akhirnya menghela napas lelah.

"Lili laper," ucapnya yang tiba-tiba berganti topik. Malas debat kalau sudah lapar Lili.

Tapi Tama yang mendengar penuturan Tama langsung menunjuk pintu. "Masak sana, Om juga laper," ucap Tama tanpa ada dosa.

"Apa?!" pekik Lili yang maunya makan bukannya masak.

Sementara Tama bertanya dengan enteng. "Kenapa? Pembantu lagi pada libur."

Lili semakin emosi. Padahal sudah ada kamus yang menyatakan kalau cewek lapar akan lebih gampang emosi. Tapi Tama malah memancingnya lebih dalam.

hayolah Tama menikah bukan mau dijadikan babu.

"Bercanda. Om yang masakin." Tama buru-buru berucap setelah Lili sudah terlihat mau meledak.

Senang sekali hati Tama menggoda ponakannya yang sekarang sudah berstatus sebagai istri.

Om Tama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang