Lili memandang Reza jengah, untuk apa laki-laki ini berada di sini. Setelah puas menyiram wajah Reza dengan air, Lili ingin beranjak pergi, meninggalkan orang tidak jelas yang terus-terusan mengejarnya.
Padahal sudah cukup lama hidup Lili tenang, merasakan bagaimana bayang-bayang Reza tidak ada di sekitarnya.
Tapi sayangnya Reza tidak melepaskan Lili begitu saja, ia mencengkram lengan Lili hingga sang empu meringis kesakitan.
"Tiga hari lagi waktu penentuan suami kamu akan hidup atau tidak, dan kamu masih mau egois?" tanya Reza penuh penekanan.
"Apa maksud Bapak?"
Reza yang melihat Lili kebingungan langsung melepaskan cekalan tangannya. Ia bersiul, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Wajah Reza penuh kemanangan, mempermainkan Lili sang pujaan hati adalah kesenangan.
"Bawa surat cerai tiga hari lagi, maka kamu akan mendapatkan gaun kutukan itu." Reza tersenyum lebar, mengelus pipi Lili yang langsung ditepis jijik.
"Bapak jangan main-main, ya!" teriak Lili, yang cukup mengundang antensi orang-orang.
Tapi Reza senang, menatap wajah garang Lili yang sedang risih. "Ck, jadilah istriku, dan suami tercintamu akan tetap hidup." Reza berkata dengan nada menyebalkan.
Menyebabkan Lili hanya bisa menahan amarahnya di tempat.
"Ouh, kalau kamu setuju, dua hari lagi datanglah ke rumahku."
***
"Apa?!" pekik Clarina setelah mendengar cerita Lili.Bagaimana bisa gaun yang mereka cari berada dekat disekitarnya. Yang lebih mengejutkan adalah syarat untuk mendapatkan gaun itu.
Clarina menggeleng tidak setuju, menatap suami dan anaknya itu yang sedang duduk di depan ruang ICU.
"Kalau Tama sadar, lalu tahu Lili sudah bercerai dengannya. Bukankah itu akan membuat Tama seperti mati untuk kedua kalinya?" ujar Clarina yang sangat mementingkan perasana kedua belah pihak.
"Tapi apa kita punya pilihan lain?" Biyan angkat suara, wajahnya menunduk karena merasa frustasi. "Tama selamat tapi patah hati, atau Tama meninggal dilanjutkan dengan keturunan selanjutnya tapi Lili setia mendampingi Tama sampai kapanpun."
Clarina menghela napas panjang, mereka kembali hening dengan pemikiran masing-masing.
"Mari kita curi gaun itu," usul Clarina yang masih tidak mau menyerahkan putrinya kepada orang seperti Reza.
Tapi Biyan malah menggeleng tidak setuju. "Bagaimana kita tahu gaun itu ada di mana. Reza juga pasti telah menyembunyikannya," ucap Biyan yang masuk akal.
Ide-ide yang bermunculan dari tiga kepala hanya angan saja kepada akhirnya. Karena semua yang dilakukan hanyalah karangan yang tidak bisa dilakukan.
Lili diam-diam memikirkan, mereka semua memandang satu-persatu anggota keluarganya yang masih tersisa.
"Dua hari lagi, dua hari lagi Lili akan ke rumah Reza, membicarakan ini supaya ada jalan tengahnya." Lili memutuskan dengan final.
Baik Clarina maupun Biyan hanya diam beberapa saat, sebelum mengangguk lemah pada akhirnya.
Tidak ada yang punya ide selain Lili, mereka hanya bisa pasrah. Sebab jika mereka nekat, hasilnya akan lebih buruk.
***
Dua hari setelah berpikir secara matang, Lili mendatangi rumah Reza yang tampak mewah dengan dekorasi ruangan tepat.Rumah Reza berada cukup dekap dengan kantor Tama. Jadi mudah saja Lili menemukannya.
Saat ini Lili hanya bisa menghela napas panjang, menatap Reza yang terlihat tersenyum penuh kemenangan.
"Mana surat cerainya?" tanya Reza langsung menagih benda yang memang ia inginkan.
Namun, Lili yang tidak membawa apapun berusaha bernegosiasi. "Bapak pikir membuat surat cerai bisa selesai dalam satu hari?" Lili balik bertanya.
"Lili, surat cerai yang mendesak seperti ini bisa kamu gunakan uang untuk membuatnya," ucap Reza dengan sedikit kesal.
Walaupun Lili tidak membawa suratnya, Reza telah membuat persiapan. Yang akan menggunakan surat perjanjian sebagai ganti surat cerai.
Lili yang melihat itu tidak bisa memasang ekspresi apapun. Jelas Reza yang licik telah menyiapkan segalanya.
"Bapak ingin saya tanda tangan?" Lili bertanya atas jawaban yang sudah jelas.
Reza mengangguk, membuat Lili mengambil pulpen yang telah Reza siapkan juga. Lili tanpa basa-basi langsung mendatatangani surat itu. Jelas tanpa membaca isinya lebih dulu.
Reza yang kesenangan ingin menagih surat yang telah dibumbui tanda tangan di atas materai. Surat itu berisi tentang kesepakatan Lili akan cerai dengan Tama secepatnya, lalu setelah anak di dalam kandungan Lili lahir, mereka akan melangsukan pernikahan dua bulan kemudian. Inti dari surat itu adalah setelah tanda tangan Lili ditulis, maka hubungan resmi mereka adalah sepasang kekasih.
Gila, memang sungguh gila. Siapa yang punya ide mengikat seseorang dengan sebuah kertas perjanjian? Hanya Reza saja.
"Sekarang serahkan suratnya kepada saya, biar saya simpan," pinta Reza t
yang dibalas gelengan oleh Lili."Gaun pengatinnya dulu. Setelah barang itu hangus terbakar, surat perjanjian itu akan ada di tangan Bapak," balas Lili yang tidak mau kalah.
Reza yang telah senang permintaan pertamanya disetujui langsung meminta pelayan untuk mengambilnya. Sendari menunggu ia terus memandang wajah cantik Lili yang sedang mengandung terus berkedip.
"Kamu cantik sekali sata hamil, aku harap nanti ada anakku juga yang kamu kandung." Reza dengan lembut memuji Lili.
"Kubur saja mimpimu, sialan," batin Lili yang tidak berani berkata frontal dulu. Ia hanya mendegus dan mengamati sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Tama (END)
Horror"Om Tama, gimana kalo nanti kita nikah?" tanya Lili. Tapi Tama yang mendengar itu malah tertawa kencang sambil melihat jalanan ramai. "Iya tidak mungkin, lah. Masak Om ganteng gini nikah sama ponakan yang jelek kaya kamu." "...." Namun, bagaimana ja...