"Kalian sudah kembali dari Bali?" sambut Clarina, yang melihat anak dan menantunya datang berkunjung.
"Soalnya bulan madunya kita mau di negara lain saja," jawab Tama yang tampak kerepotan membawa banyak oleh-oleh.
Clarina hanya tertawa mendengar jawaban Tama. Ternyata orang seperti Tama kalau sudah dihadapkan dengan cinta jadi lebih cair seratus derajat.
Merasa kasihan melihat Tama kesusahan, Clarina bantu membawakan barang-barang. Ia juga dengan segera membawa Tama masuk, lalu dibuatkan kopi hangat karena ini memang masih pagi.
Biyan saja belum berangkat ke kantor. Alasannya ingin menunggu Tama dan Lili pulang dulu.
Melihat ayahnya masih santai di ruang tengah, Lili langsung menghampiri sambil memberikan oleh-oleh yang khusus Lili beri untuk ayahnya.
Tama sendiri hanya tersenyum tipis. Ia ikut duduk di samping Biyan dengan santai.
"Bagiamana liburannya?" tanya Clarina, membawa kopi untuk Biyan dan juga Tama.
Khusus untuk Lili, anaknya itu dibuatkan teh saja.
"Kita sempat ke pantai dan melakukan preweding. Semuanya lancar," jawab Tama, menyesap kopinya sebelum dingin.
Biyan hanya mengangguk-ngangguk saja. Bersyukur anak dan adiknya mendapatkan pengalaman yang baik.
"Ngomong-ngomong, kalian ke sini langsung dari Bali?"
"Iya, Kak Clarina. Kebetulan Lili juga sedang hamil muda, jadi sekalian saja istirahatnya di rumah ini. Kasihan harus bolak-balik." Tama tersenyum bahagai, begitupun dengan Clarina yang belum tahu berita ini langsung merasa senang.
Ia memeluk Lili, dan mencium pipi anaknya dengan gemas. "Sudah berapa bulan?" tanya Clarina yang tidak bisa menyembuyikan rasa bahagianya.
"Satu bulan, Bu." Lili menjawab tak kalah bahagia.
Tapi belum sempat mereka bertiga melihat ekspresi Biyan, laki-laki tertua dalam keluarganya itu malah menjatuhkan cangkir kopinya hingga berserakan.
Clarina jelas khawatir, ia langsung memegang pundak Biyan dan bertanya. "Apa yang terjadi? Apa kamu merasa sakit dada lagi?"
"Tidak mungkin," lirih Biyan sambil memandang Tama dengan tatapan yang sulit diartikan. "Tidak mungkin Lili hamil tanpa rencana, kan? Kenapa kamu ceroboh sekali Tama?" marah Biyan yang membuat semua orang kebingungan.
Biyan terlihat sangat frustasi, mengosok rambutnya beberapa kali dengan kasar. Mata Biyan gelisah, pandannya benar-benar tidak tenang.
"Bukannya kalian tidak akan punya anak dulu? Menunggu resepsi atau mungkin sampai siap?"
"Kamu kenapa si? Ini kabar gembira, lagian kalau Lili hamil, dia punya suami, kan?!" Clarina tiba-tiba kesal dengan omongan suaminya yang tidak jelas.
Kenapa kabar bahagia begini membuat suaminya seperti sangat sedih.
Tapi Biyan yang punya alasan langsung menunduk, ia terus-terusan menghela napaa kasar sambil memandang Tama.
"Dia kembali, kamu pernah bermimpi tentang perempuan itu, kan?"
Tama yang mengerti perempuan mana yang dimaksud langsung mengangguk.
"Kamu dalam bahaya lagi Tama. Kalau dalam umur kandungan enam bulan, bayi itu adalah laki-laki. Maka Lili otomatis akan melindungi bayi itu, lalu kamu." Biyan tidak sanggup melanjutkan kata-katanya, dia begitu frustasi sekarang.
Tapi Lili yang takut kehilangan suaminya langsung menangis ketakutan.
"Apa Om Tama akan diambil nyawanya, apa perempuan itu akan mencelakai Om Tama lagi?"
Biyan hanya mengangguk lemas. Karena perempuan yang lahir di bulan purnama hanya bisa melindungi satu orang. Itupun penyebab kenapa keturunan laki-laki tidak pernah berumur panjang. Setelah anak penerusnya lahir, maka sang ayah akan meninggal dunia.
Lili semakin menangis keras, ia melalukan kesalahan karena tidak tahu masalah ini akan terjadi. Clarina yang sama-sama khawatir hanya bisa memeluk putrinya itu.
"Apa tidak ada cara untuk mematahkan kutukan ini?" Tama dengan tenang bertanya.
Biyan hanya menggeleng.
"Dulu ayah kita ingin memutus kutukan ini dengan tidak punya anak kandung, dan mengadopsi Kak Biyan. Tapi sayangnya saat umur Kakak lima belas tahun, ibu malah kebobolan. Kamu hadir dalam perut ibu, dan benar saja. Sehari setelah jenis kelamin kamu diketahui, ayah meninggal karena jatuh dari tangga, sempat koma beberapa hari sebenarnya, karena bulan purnama belum habis waktu itu."
Lili yang mendengar itu melepas pelukan ibunya, dan beralih menatap sang ayah. "Itu artinya ada waktu lima bulan lagi? Gimana kalau kita tanya sama orang-orang tahu kutukan ini?"
Tama menggeleng tidak setuju. "Kita akan melakukan resespsi dua minggu lagi, tidak ada waktu untuk sekarang. Sutarman yang satu-satunya tahu juga sudah digantikan oleh anaknya."
Biyan yang mendengar jawaban Tama langsung menghela napas kasar. Ia cukup kesal mengetahui adiknya lebih memetingkan resepsi ketimbang hidup dan matinya.
Melihat tatapan kesal itu, Tama langsung beralalasan lagi. "Perut Lili semakin besar, kasihan kalau pernikahan ini tidak diumunkan lebih dulu."
Setuju akan pernyataan Tama, Claria mengangguk ragu.
Tapi Biyan malah tetap mengutaman kesalamatan Tama jadi dia langsung menentang. "Undangan belum disebar kan, undur dulu selama satu minggu, kita akan ke kampung halaman Sutarman." Final Biyan yang tidak bisa ditentang oleh siapapun lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Om Tama (END)
Horreur"Om Tama, gimana kalo nanti kita nikah?" tanya Lili. Tapi Tama yang mendengar itu malah tertawa kencang sambil melihat jalanan ramai. "Iya tidak mungkin, lah. Masak Om ganteng gini nikah sama ponakan yang jelek kaya kamu." "...." Namun, bagaimana ja...