17. Semua Akan Baik-Baik saja

72 4 1
                                    

"Pak Tama!"

"Pak Tama!"

"Ayo kita bawa ke rumah sakit, kita tidak tahu apa yang harus dilakukan."

Tama yang mendengar suara orang-orang mengerumuninya seketika sadar. Dia melihat langit-langit dekorasi acara, dan wajah khawatir para pekerja.

Perlaham Tama berusaha duduk. Semua yang tadi dilihat hilang, dan ternyata dirinya sudah berada di sofa tempat tamu VIP duduk.

Tama mengedarkan pandangannya sebentar, sebelum pada akhirnya bertanya kepada mereka. "Ada apa ini?"

"Tadi gedung ini sempat mati lampu, lalu kami menemukan bapak pingsan di tengah ruangan," jawab salah satu pekerja, yang terlihat masih cemas.

"Ayo kita ke rumah sakit dulu untuk cek, takutnya ada masalah nanti pada saag hari H acara." Seorang yang mengurus semua kegiatan akhirnya buka suara.

Tapi Tama menggeleng, ia menurunkan kakinya untuk duduk tegap. Tama yakin bukan karena penyakit ia bisa pingsan, tapi gadis pengantin itu.

Melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, Tama memutuskan untuk pulang saja. Ia baru ingat, kalau Lili seorang diri di rumah.

"Saya pulang dulu. Kalian juga selesaikan pekerjaan untuk hari ini, jadi semua bisa dilanjutkan besok."

Para pekerja mengangguk, walaupun masih memandang Tama dengan rasa khwatir.

Tapi Tama tidak merasakan apapun. Dia baik-baik saja, badannya tidak lemas ataupun bagaimana, jadi aman saja kalau pulang sekarang.

***
Saat Tama pulang, lampu ruangan tengah masih sangat terang, itu artinya Lili belum tidur, dan para pelajayan juga masih aktif bekerja. Padahal ini sudah sangat malam.

Tama berjalan menuju ruang tengah, terlihat Lili tengah menangis ditenangkan oleh dua pelayan. Tama yang khawatir pun bergegas untuk mendekat.

"Ada apa?" panik Tama, sambil mendekati Lili, tapi bukannya menjawab, Lili langsung memeluknya.

Tama membiarkan Lili untuk memeluk pinggangnya, karena saat ini posisi Lili sedang duduk, sementara Tama berdiri di hadapan Lili.

"Kalian bergegas istirahat, biar saya yang menemani Lili." Tama memerintahkan para pelayan untuk segera pergi dari sana.

Setelah keduanya hilang dari pandangan Tama, barulah ia merubah posisinya menjadi duduk. Lelah juga harus terus berdiri.

"Sekarang ceritakan, ada apa sebenarnya?" Tama membujuk lagi, membuat Lili sedikit menghapus air matanya, dan memandang Tama dengan sedih.

"Lili bermimpi, kalau Om Tama kecelakaan. Anak kita laki-laki, dan Om diambil sama Dwi," jawab Lili diberangi dengan isak tangis.

Tama yang mengerti kenapa Lili bisa sampai sesedih itu langsung memeluknya sayang. Ia mengelus rambut Lili yang sangat lsmbut.

"Itu hanya mimpi. Lagi pula anak kita mungkin perempuan," ucap Tama dengan tenang.

Namun, Lili malah menggeleng keras dalam pelukan Tama. "Mimpi itu nyata, Lili takut. Lagi pula keturunan keluarga Om tidak pernah ada perempuan."

Deg.

"Lili juga sadar itu?" batin Tama yang mengeratkan pelukannya.

Mau tidak mau Tama tidak boleh ikut pesimis. Ia berusaha terus kuat dan percaya kepada tebakannya sendiri.

"Itu masih lama, kamu tenang saja. Dan untuk baju pengantin itu sudah mulai dicari oleh para bawahan, Om."

Lili tidak menjawab, hanya menangis yang membuat Tama langsung menghela napas.

"Semua akan baik-baik saja." Tama memandang ke sudut ruangan dengan cemas akan kondisi Lili, tapi seketika matanya membalalak melihat wanita pengantin itu berdiri di sana.

Dia tersenyum sinis, tidak terlihat lagi wajah cantiknya, tapi menyeramkan dengan kulit wajah mengelupas.

Dengan menahan mual, Tama melepaskan pelukannya kepada Lili agar tidak melihat ke sudut ruangan lagi.

"Kamu berhenti menangis, ya. Kita ke dapur temani Om makan. Kamu juga Om buatin susu supaya bisa tidur lagi." Tama menghapus air mata Lili dengan telaten.

Sebenarnya mood orang hamil memang naik-turun, tapi untuk Lili yang banyak masalah, Tama sangat maklum.

Tama berjalan sambil merangkul Lili. Saat Tama melihat lagi ke pojok ruangan untuk terakhir kali, gadis pengantin itu sudah tidak ada di sana.

.
.
.

Om Tama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang