11. Dia Istriku

155 5 1
                                    

Lili berjalan menuju ruang utama pesta mengenakan gaun putih bercorak acak. Ia masuk ke dalam acara seorang diri tanpa ditemani siapapun.

Pinggang ramping serta wajah cantik Lili menjadi sorotan dalam acara. Reza terutama, ia sampai tidak berkedip memandang Lili yang dengan anggun menghampiri teman-teman kantornya yang lain.

"Dia datang sendiri?" batin Reza dengan wajah tersenyum lebar.

Tanpa pikir panjang, Reza mengahampiri Lili dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping Lili.

Lili yang terkejut langsung menyentak tangan Reza. Jelas Lili juga risih di pegang-pegang lelaki lain. Terutama oleh Reza.

Teman-teman kantor Lili permisi pergi. Tidak berani menganggu bosnya yang pendiam itu. Apalagi Reza jarang berinteraksi dekat dengan para pegawainya.

Lili berusaha tersenyum, tapi dirinya terus mundur menjaga jarak aman gara Reza tidak sembarangan menyetuh.

"Maaf," ujar Reza yang menyadari kesalahannya.

Lili hanya mengangguk dan terkekeh canggung.

"Kamu sendirian?" tanya Reza yang penuh harap.

"Sebenarnya ...."

"Kamu masih ingat, kan. Kalau kamu tidak datang dengan siapapun, itu artinya kamu menerima lamaran saya. Sekarang kamu jadi kekasih saya, ya."

Lili yang ucapannya dipotomg seketika gelisah. Ia memandang kesekitar dengan harap-harap cemas.

Apalagi mendengar kalimat otoriter seolah tidak bisa menolak, Lili sedikit memberanikan diri untuk membantah.

"Maaf, Pak. Saya tidak bisa," ucap Lili dengan sedikit nada lembut.

Tapi bukannya mengerti, Reza malah mengambil salah satu tangan Lili. "Kamu tidak bisa menolak Lili, kamu tidak punya kekasih."

"Lepas!"

Bukan Lili yang berbicara, tapi Tama. Pria yang berstatus sebagai suaminya itu melepaskan tangan Reza paksa.

Reza cukup binggung melihat itu, apalagi saat Tama memeluk pinggang Lili tanpa ada penolakan dari sang empu.

Tangan Reza terkepal erat, walaupun wajahnya masih menunjukkam wibawa serta senyum ramah.

"Maaf, kenapa Bapak Tama yang datang ke sini?"

"Tentu. Saya suami Lili," ucap Tama dengan lugas.

Melihat reaksi Reza, Tama langsung tersenyum penuh kemenangan. Ia juga semakit mendekatkan  Lili pada pelukannya.

"Kalian sudah menikah?" kaget Reza, yang dibalas anggukan kompak oleh mereka berdua.

Para tamu undangan yang mendengar itu juga mulai bergosip, menyebabkan Lili agak tidak nyaman tampaknya.

Namun, Tama dengan wajah penuh wibawa menoleh ke arah Lili, ia berbisik dengan nada tenang. "Tunggu di sini dulu, Om ada urusan dengan bos kamu."

Tanpa menunggu jawaban Lili, Tama langsung mendekati Reza yang masih berusaha menahan amarahnya.

"Bagaimana kalau kita bicara sebentar."

***
"Saya minta Bapak Reza untuk melepaskan Lili, membiarkan Lili berhenti dari perusahaan Pak Reza." Tama langsung bicara ke intinya.

Mereka berdua sekarang tengah ada di salah satu meja tamu. Duduk dengan tenang dan penuh wibawa. Walaupun obrolan mereka terkesan panas saat ini.

Reza yang mendengar itu langsung menatap sinis. "Apa karena saya mencitai istri Bapak?" Reza menengak segelas minuman alkohol yang ada di atas meja. "Benar-benar tidak profesional," cibir Reza di akhir kalimatnya.

"Ini bukan soal masalah sepele yang Anda pikirkan," ucap Tama dengan nada penuh penakanan. Jujur ia bisa meledak sekarang juga.

"Lalu?" tanya Reza dengan tampang remehnya.

Reza terlalu menyebalkan memang, sikapnya sekarang benar-benar menguji kesabaran.

Karena malas menjelaskan secara detail, Tama melempar sebuah surat yang masih dibalut amplop ke atas meja.

Jelas Reza kebingungan, tapi ia sama sekali tidak menyetuh surat yang Tama berikan.

"Itu adalah bukti perusahaan kalian mencuri proyek kami. Kalian bekerja sama dengan salah satu staf kami untuk membocorkan segala proyek yang sudah Anda susun berbulan-bulan. Itu juga sangat banyak menelan kerugian, dengan bukti serta saksi Anda bisa dipejara dengan hukuman berat karena tuntutan saya."

Reza menaruh gelas kosongnya dengan tidak pelan, hingga terdengar suara bantingan yang cukup menarik perhatian.

Merasa sudah menjadi pusat perhatian, Tama langsung tersenyum ringan pada orang-orang yang sedang menatap mereka berdua.

"Alasan saya jelas menarik Lili karena perusahaan busuk tidak pantas menjadi tempat istri saya bekerja." Reza dengan penuh tekanan mengatakan kata istri dalam nadanya.

Jelas hal itu membuat Reza tidak bisa berkutik. Ia kebingungan di mejanya sendiri.

"Tidak ada tuntutan, jika Pak Reza membiarkan Lili ke luar dari perusahaan tanpa membayar sepeserpun kontrak pelanggarannya." Tama semakin menekan Reza. "Atau Anda ingin kita bertemu di pengadilan?"

Tama tersenyum sinis, menatap Reza yang langsung meraih bukti yang dibawanya dengan kesal. Tidak ada lagi tatapan bersahabat, hanya kecetusan yang terlihat jelas.

Padahal yang salah di sini adalah Reza, tapi dia malah seperti korban yang diperas habis uangnya.

"Ini adalah perjanjian kita, saya harap Anda tidak melanggar."

"Tentu." Tama berucap dengan cepat, dia meninggalkan Reza yang ingin melampiaskan rasa kesalnya.

Karena situasi yang buruk, Reza sampai minum beberapa botol. Masih menatap nanar tempat duduk yang terakhir dipakai Tama.

"Saya sudah mencitai Lili selama lima tahun, kamu pikir saya benar-benar akan kalah," gumam Reza yang sudah memiliki pikiran gilanya sendiri.

Jangan harap seorang Reza setelah menutuskan berjuang menyerah di titik yang dangkal ini. Tama harus menunggu pembalasannya setelah ini.


Om Tama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang