02. Terror

216 6 1
                                    

Tama yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya turun menuju lantai satu. Rencananya dia akan memasak karena perutnya sedikit lapar.

Tama tinggal sendiri di rumah yang besar. Satu minggu sebelum meninggalnya sang ibu Tama sempat mengajak Lili menginap jarang-jarang jika ada waktu. Rumah ini adalah peninggalan sang ayah, tepat setelah menikah kakak Tama juga memilih pindah rumah.

Ayah Tama sendiri sudah meninggal sebelum Tama lahir ke dunia. Beruntung ada kakaknya Biyan yang menggatikan posisi ayahnya di umur lima belas tahun. Maka karena jasa besar itu, Tama selalu menghormati Biyan lebih dari siapapun.

Soal pelayan, Tama sedang menyuruh mereka semua libur. Tampaknya hanya bukan keluarga besar Tama yang berduka, tapi para pelayan yang memang sudah bekerja secara turun-temurun dari leluhurnya. Mereka memang dikenal sangat setia, konon karena kebaikan keluarga Tama yang memang tidak ada habisnya.

Melihat ruang tengah sedikit berantakan, Tama berjalan untuk menumpuk beberapa majalah serta mengambil beberapa bungkus makanan yang sudah tidak ada isinya.

Kebetulan ruang tengah dekat dengan pintu utama. Jadi saat Tama berberes sebentar, ia melihat dengan jelas pintu yang sebelumnya sudah dikunci tiba-tiba terbuka lebar dibarengi hembusan angin yang kencang.

Tama sempat membelalak terkejut. Tapi dengan cepat pikiran buruknya ditepis. "Mungkin tadi aku memutar kuncinya kurang kencang," gumam Tama yang berdiri untuk mengunci pintu langsung.

Samar-samar Tama melihat seorang perempuan sedang berdiri di luar dengan baju merah dan rambut tergerai. Posisi perempuan itu sedang membelakangi Tama.

Tama yang awalnya hanya berjalan dengan tangan kosong langsung mengambil payung yang ada di sudut ruangan. Ia berjalan sedikit mengedap-ngedap takut jika yang dilihatnya adalah maling yang sedang menyamar.

Langkah Tama semakin dekat semakin ragu. Setelah penglihatannya dengan jelas melibat yang ada di depan pintu benar-benar sosok perempuan. Perawakannya cantik, tingginya jenjang, menggunakan baju pengantin berbahan kain sutra yang dijahit rapi.

"Lili, kamu ngerjain, Om?" Walaupun dalam hati Tama tidak yakin itu Lili, ia tetap bertanya dengan nada ragu.

"Om tidak takut, ya!" ujar Tama, ia melihat gadis itu sama sekali tidak bergerak, tapi pada saat kaki Tama menyetuh ambang pintu, wanita itu menghilang menjadi kumpulan asap.

Saking kagetnya Tama, ia sampai melemparkan payung dan jatuh terduduk.

"Ini bukan mimpi," batinnya sambil melotot tajam melihat tempat tadi wanita itu berdiri telah kosong.

Napas Tama ngos-ngosan seperti sehabis lari maraton. Bulir-bulir keringat jatuh dari pelipisnya.

Pengalam tadi benar-benar bukan mimpi.

"Pengatin priaku."

"Kamu tampan."

"Aku sangat menyukaimu!"

Tama kembali menengang, sekarang tidak ada wujud tapi suara. Sontak Tama langsung menoleh ke belakang, melihat perempuan itu terbang melayang di ruang tengah.

Saking syoknya Tama tidak ingat lagi kalau bisa lari, dia menyeret badannya untuk bisa ke luar. Logika dan nalarnya benar-benar sedang diuji sekarang.

Ini pertama kalinya Tama melihat hantu. Padahal dalam hidupnya Tama selalu mengagap cerita horor hanyalah lelucon untuk menakut-nakuti.

"Kenapa takut? Ayo kemari." Wanita itu berhenti bergerak, dia terbang mendekati Tama sambil mengulurkan tangannya.

Wajahnya memang cantik, senyumnya yang semakin lebar justru membuat Tama ketakutan, ia semakin cepat menyeret tubuhnya hingga tidak sadar sudah berada di ujung tangga.

Lobby rumah Tama memang memiliki tangga cukup tinggi, jadi siapapun yang jatuh pasti memiliki riwayat cedera.

Sementara perempuan itu semakin dekat, Tama memejamkan matanya untuk semakin mundur hingga tangan seseorang menyelamatkan tama dari jatuh mengelinding di tangan.

Perempuan yang tadi menganggu Tama juga langsung hilang kembali menjadi kumpulan asap saat melihat orang lain sudah melindungi Tama.

Om Tama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang