12. Izinkan Aku Mencitaimu

188 8 1
                                    

"Om Tama kenapa umumin hubungan kita ke semua orang?" tanya Lili setelah mereka sampai di rumah.

Tama yang mendengar itu langsung menghentikan kegiatannya membuka jas sebentar. Wajah Tama terlihat langsung merasa bersalah.

"Lili tidak suka, ya?" Tama mengehela napaa sebentar, duduk di bibir kasur, samping Lili.

Sekarang giliran Lili yang merasa tercekat, dia memandang suaminya itu sedikit binggung. "Loh, kok, jadi aku?" Lili balik bertanya. "Yang tidak setuju dengan pernikahan ini dari awal, kan. Om."

Dengan reflek Tama memutar badannya menghadap Lili. Mungkin ini waktunya mereka diskusi. Jadi Tama mulai memasang ancang-ancang untuk berbicara serius.

"Om bukannya tidak setuju, Lili. Om hanya takut kamu terpaksa menikahi Om, terus kehilangan masa depan. Lagi pula, kamu pasti punya orang yang disuka, Om hanya ingin memastikan kamu suka dengan Om. Supaya Om tidak egois nantinya jika terlalu memaksa kamu."

"Tapi Lili sukanya sama Om Tama." Setelah mengatakan itu Lili langsung menunduk malu, dia mengigit pelan bibir dalamnya.

Sementara Tama sudah serangan jantung duluan. Bagaimana bisa Lili mengatakam suka kepadanya disaat Tama masih takut mendekati Lili karena ragu dengan perasaan Lili yang sebenarnya.

Karena perkataan Lili, mereka sama-sama binggung dalam waktu yang cukup lama. Hingga Tama duluan yang beranjak dari duduknya sambil mengusak rambutnya kasar.

Lili yang melihat omnya itu berdiri pun langsung mendongak.

"Lili sudah cinta sama Om sejak SMA. Ibu juga tahu, tapi Lili terlalu takut. Jadi saat waktu itu Lili tidak sengaja dengar soal perjodohan, Lili langsung ambil kesempatan," cerita Lili, yang semakin membuat Tama melongo tidak percaya akan ucapan keponakan sekaligus istrinya itu.

Tama menghela napas agar tenang, memandang Lili lekat-lekat lalu memegang kedua bahu Lili. "Om juga ingin mencitai kamu mulai sekarang. Karena Om sudah janji ke ayah kamu, kalau kamu mulai cinta sama Om, Om juga akan berusaha mencintai kamu."

Keduanya saling tatap, memandang satu sama lain dengan jantung yang berdebar kencang.

Tama yang merasa suasana yang berbeda mendekatkan wajahnya pada Lili, menatap tepat pada bibir merah muda Lili.

"Izinkan, Om, mencitai kamu, ya." Tama setengah berbisik, mengecup bibir Lili lembut.

Walaupun sekilas, Tama bisa merasakan bagaimana rasa bibir Lili. setengah detik setelah menjauhkan wajahnya, Tama malah frustasi sendiri karena ingin merasakan lebih.

Tapi Lili yang tidak sabaran langsung msnarik belakang leher Tama dan menempelkan bibir mereka berdua. Bukan hanya kecupan, bibir mereka beradu untuk saling mengisi.

Suara lumatan penuh akan nafsu seakan ikut menyapu. Tanpa awal yang pasti, mereka malah melakukan malam pertama yang tidak disangka-sangka.

Semua tanpa persiapan, tapi untuk mengisi hawa panas akan kebutuhan tumbuh, mereka menjadi sangat sempurna dengan segala kekakuan dan kecangungan yang nenambah suasa makin berkabut itu.


***
Lili yang sedang memasak tiba-tiba merasakan tangan seseorang memeluk perutnya dari belakang. Dagu orang itu juga ditaruh di atas pundaknya.

Lili tidak protes, begitu para pelayan yang lalu-laang hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Pengatin baru yang telah menikah selama satu bulan memang suka begitu.

Karena keromantisan mereka merasa dunia hanya milik berdua, Tama semakin menduselkan wajahnya di ceruk leher Tama.

"Kalau Lili bosan tidak bekerja, coba saja melamar di beberapa perusahaan baru. Asal tidak bermain kotor seperti perusahaan Reza, Reza, itu." Tama melepaskan pelukannya sebentar untuk bicara serius dengan Lili.

"Tidak," tolak Lili langsung. "Lili lebih senang menjadi ibu rumah tangga sekarang," jawabnya dengan tenang.

Tama yang mendengar itu juga mengangguk saja. Apapun yang Lili suka, itu yang akan dilakukannya.

Melihat masakan Lili hampir matang, Reza membantu Lili menghidangkannya di meja makan.

"Kamu pilih tempat preweding kita, ya. Dalam waktu satu bulan aku ingin resepsi selesai lalu langsung bulan madu." Tama yang tidak lupa kalau pernikan mereka belum benar-benar diumumkan di publik langsung bersuara.

Soal pengurusan surat pernikahan memang sudah beres, alangkah baiknya juga kalau mereka mengadakan resepsi sekalian.

"Lili tidak punya rekomendasi," jawab Lili jujur.

Tapi Tama yang juga tidak pernah punya ide hanya menghela napas kasar.

"Hah, kita pikirkan sama-sama saja. Kalau lihat tempat bagus, katakan kepada, Om. Ya." Tama mengusap pucuk kepala Lili.

Hari yang sudah semakin siang menyebabkan mereka harus sarapan dulu. Apalagi tama masih punya kewajiban ke kantor untuk mencari nafkah.

Om Tama (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang