Lili memegang hasil USG-nya dengan tangan bergetar. Bagaimana prediksinya tidak meleset, anak yang Lili kandung berjenis kelamin laki-laki, dalam keadaan sehat, dan lengkap.
Lili harusnya senang, tapi sebaliknya jantung Lili malah terus berdetak tidak karuan. Merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Belum lagi Tama, suaminya itu tiba-tiba tidak datang tanpa konpirmasi. Sudah setengah jam Lili menunggu di teras rumah sakit, tapi Tama tidak menepati janjinya.
Lili ingin pulang, tapi kenapa hatinya mengatakan untuk menunggu sebentar lagi. Ponsel Tama tidak mengakat panggilan telepon, sementara ayahnya juga sulit dihubungi.
Di lain sisi, Tama baru saja jalan setelah mendapatkan buket bunga mawar biru dan putih yang sangat jarang ada ditoko bunga . Ia ingin memberikan buket yang spesial untuk Lili. Apalagi Lili telah hebat berjuang di masa kehamilannya sampai sekarang.
Sesekali Tama mengecek jamnya, sudah sangat terlambat untuk Tama menemui Lili. Harusnya Tama memesan dulu tadi, supaya tinggal ambil saja di toko.
"Semoga Lili masih di rumah sakit," batin Tama yang terus mengemudikan mobilnya dengan cepat.
Di jalan yang tidak terlalu pada lalu lintas, Tama tidak menyadari sebuah truk menyalip sepeda motor secara tiba-tiba hingga mengambil setengah jalan Tama.
Karena syok Tama sempat banting stir, menyebabkan mobilnya menabrak bahu jalan dan menjadi semakin tidak terkendali. Di tengah jalan mobil Tama yang setengah rinsek berguling beberapa kali baru mau berhenti.
Siapapun yang melihat kondisi mobil Tama pasti mengira kalau penumpangnya tidak akan selamat. Beberapa orang secara panik menelepon ambulac, dan sisanya membantu Tama jika masih bisa keluar dari mobil.
Keadaan Tama setengah sadar, ia meraih buket bunga yang ada di jok samping, menatap nanar semuanya yang berubah kabur.
Darah ada di mana-mana. Tama tidak bisa menggerakan badannya karena terasa sangat sakit. Hanya buket bunga yang bisa Tama raih.
Tidak terasa air Tama jatuh, bukan karena sakit lukanya, tapi rasa takut jika ia memejamkan mata sekarang siapa yang akan menemani Lili dan anaknya. Tama pernah merasakan kehilangan sosok ayah dari sebelum Tama lahir, sekarang anaknya juga bernasib sama.
Dengan lemas Tama berusaha membuka mulutnya. Ingin meminta tolong, tapi apa daya, Tama terlalu lemah. Badannya semakin sakit, udara yang menipis membuat Tama hanya bisa mencoba rakus untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya.
"Korban semakin lemah, apa ambulac belum juga datang?!" teriak salah satu warga yang berhasil membuka pintu mobil Tama yang sudah rinsek.
Tapi seiring banyaknya warga yang membantu agar Tama bisa cepat ditolong, sang empu sendiri tidak bisa lagi menahan dirinya agar tetap sadar. Tama menyerah di tengah-tengah usahanya ingin melihat Lili melahirkan anaknya.
Mungkin kutukan itu jauh lebih kuat dari takdir manusia, Tama benar-benar tidak diizinkan membenahi masa depan anaknya.
***
Lili lelah, jantungnya semakin berdekup kencang. Pinggangnya juga sakit harus duduk terus.Dimas yang memang sengaja ikut menunggu Tama, baru rencananya akan meninggalkan istri sang bos mendekat untuk membantu Lili berdiri.
"Mungkin pak Tama sibuk," ujar Dimas yang ingin menghibur Lili.
Untung saja Lili hanya mengangguk. Ia juga berpikir begitu. Walaupun setahunya Tama tidak pernah ingkar janji dengan Lili selama ini.
Lili memutuskan untuk percaya, mulai pergi dari lobi rumah sakit, berbarengan dengan itu, sebuah ambulac juga datang membawa pasien.
Dimas membantu Lili untuk minggir, tapi mata mereka malah menangkap kedatangan pasien yang tidak asing di matanya.
Lili langsung membelalak kaget, melihat wajah Tama yang ditunggu-tunggu berbaring di atas brangkar rumah sakit dengan mata terpejam. Kondisinya tidak bisa dikatakan baik, terlalu memprihantikan membuat tubuh Lili lemas seketika.
Nyatanya bukan hanya Lili yang melihatnya, Dimas juga. Maka dari itu Dimas lebih erat untuk menopang tubuh Lili agar tidak ambruk.
Seorang perawat yang melihat Lili seperti mengenal korban, ia langsung mendekati Lili. "Apa Ibu kenal dengan pasien?"
Lili mengangguk, satu titik air matanya jatuh dengan pedih. "Dia suami saya." Lili berkata dengan suara serak karena menangis.
"Kalau begitu Ibu bisa ikut masuk ke dalam, kami butuh beberapa persetujuan Ibu."
Lili mengangguk, pandangannya kosong, semuanya berubah menjadi sesak yang tidak bisa dihindari.
Dimas menepuk beberapa kali pundam Lili, matanya melihat seorang bapak-bapak yang sepertinya mengatar Tama ke rumah sakit mendekati mereka.
Bapak itu membawa buket bunga yang tampak tidak bagus lagi, isinya sudah acak-acakan dan terdapat beberapa bercak darah.
"Keluarga korban?" tanya bapak itu, yang di balas anggukan oleh Dimas.
Kondisi Lili sudah tidak bisa diajak komunikasi, seolah nyawanya ikut hilang saat melihat kondisi Tama tadi.
"Ini buket bunga yang tidak dilepaskan selama korban di evakuasi, jadi saya ingin menyerahkan ini."
"Terima kasih banyak, Pak." Dima menerima buket bunga itu, menyerahkannya kepada Lili.
Dimas tahu betul bagaimana hancurnya Lili, jadi Dimas berusaha semampu mungkin berada di dekat Lili.
Lili yang juga melihat bunga itu semakin terisak, ia membaca pesan yang ada di dalam buket bunga itu. Tubuhnya langsung luruh ke lantai dan menangis tersedu-sedu.
"Istriku hebat, kamu pejuang tangguh. Jaga anak kita, ya. lahirkan dia ke dunia, dan besarkan nanti dengan cinta kita berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Tama (END)
Horror"Om Tama, gimana kalo nanti kita nikah?" tanya Lili. Tapi Tama yang mendengar itu malah tertawa kencang sambil melihat jalanan ramai. "Iya tidak mungkin, lah. Masak Om ganteng gini nikah sama ponakan yang jelek kaya kamu." "...." Namun, bagaimana ja...