Hari ini, kakak beradik Dharmawan menjalani hari Sabtu mereka dengan menyetir ke Gambir. Mereka akan menjemput sepupunya yang datang liburan ke Jakarta dari Jogja. Sementara, Renner dipanggil tugas oleh kantornya yang Sabila sayangkan karena ia ingin memperkenalkan sepupu kecilnya itu ke Renner. Nggak kecil sih, Arhan sudah beranjak remaja sekarang, 14 tahun, dan karenanya sudah berani naik kereta sendiri ke Jakarta.
"Nggak sabar ketemu Dek Arhan." sahut Nabila sambil menyetir.
Arhan memang sudah seperti adik Nabila dan Sabila. Karena dari Arhan bayi, mereka sering menjaganya. Mereka terus akrab sebelum beberapa tahun silam Om Bas dan Tante Nia dipindahtugaskan ke Jogja.
Sabila mengangguk mengiyakan. Terakhir bertemu Arhan ketika liburan kenaikan kelas tahun lalu, pasti ia sudah banyak berubah. Mereka sudah merencakan sore santai di rumah keluarga Dharmawan, sebelum besok jalan-jalan seharian.
Lamunan Sabila terpecah ketika ia merasakan getaran HPnya.
Caller ID.
(Mas) Renner 🚨👊"Halo, Ren." sapa Sabila.
"Halo, Ca...Kamu jadi ke Gambir sama Nabila?" balas Renner, langsung bertanya to the point.
"Jadi, ini udah di jalan. Kenapa?"
"Hmm... Keretanya Arhan jam berapa?" tanya Renner lagi.
"Jam 3 katanya. Ini udah deket kok, paling sepuluh menit lagi sampe. Kenapa sih? Katanya kerja?" Sabila terheran.
"...I-iya ini kerja. Aku otw Gambir juga." jawab Renner.
"Loh?"
"Jadi...nanti bakal rame polisi disana. Kalian ikutin arahan aja ya." jelas Renner dengan nada lembut, tidak ingin membuat Sabila cemas, tapi ia sendiri sebenarnya sedikit khawatir.
"Kenapa rame?" tanya Sabila, yang pasti tidak akan berhenti bertanya jika Renner tidak benar-benar menjelaskan.
"Ada laporan, cukup high-confidence, tentang satu DPO (Daftar Pencarian Orang) yang bakal muncul di Gambir. Nggak tau dari kereta yang mana, masih simpang siur juga. Aku cuma bantuin supervisi aja. Karena emang ada tim khusus yang handle ini." jelas Renner akhirnya.
"Tapi pokoknya, kamu sama Nabila harus ikutin bener-bener ya, arahan dari petugas disana. Nggak boleh penasaran, apalagi ikut cari-cari orangnya yang mana." nada Renner berubah tajam. Meski ia akan berada di lokasi yang sama dengan Sabila, tapi ia tidak akan bisa memonitor pergerakan tunangannya itu karena sibuk dengan tugasnya. Dan lagi, ia juga tidak tahu apakah zona pengawasannya akan beririsan dengan titik penjemputan Arhan.
"Nggak ada yang perlu dikhawatirin kok." lanjut Renner lagi, karena Sabila belum memberi jawaban.
Sabila menghela nafasnya, "Hhh. Iya, iya. Kamu nggak mau ngasih tau DPO-nya perkara apa?"
"Nggak." balas Renner singkat. Justru, kalau ia memberi tahu, yang ada Sabila tambah penasaran.
"Dih. Iya, nggak pengen tahu juga. Paul atau Danil ikut tugas juga?"
"Enggak. Aku doang ini soalnya kalo petugas lapangan udah banyak. Butuhnya yang ngawasin." jawab Renner.
"Jiakh. Siap Bapak AKP!" ujar Sabila, menggoda Renner.
"Cie, yang udah tau K-nya dari AKP apa." balas Renner tak mau kalah.
"Ya, ya, ya...Yaudah, ati-ati ya Ren, selamat tugas."
"Ati-ati juga, Ca. Nanti aku kabarin kalo udah selesai." tutup Renner.
Sabila kemudian menceritakan percakapannya di telepon ke Nabila. Adiknya itu hanya bisa menggelengkan kepala, "Perasaan adaaa aja deh kalo sama kalian tuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
General FictionOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.