Esok harinya, Sabila diliburkan oleh Dokter Bayu. Ia menyuruh Sabila untuk mengambil cuti sakit.
Sementara Renner, meliburkan diri. Hari ini ia akan menemani Sabila untuk membuat laporan polisi di Polsek setempat dan mencari begal yang kabur itu. Jam tujuh pagi, ia sudah sampai di rumah Sabila. Karena Sabila masih bersiap, Renner pun dipersilakan masuk dahulu oleh Mbak Sari. Sambil menunggu, Renner mengeluarkan pomade-nya dari tas. Ia tidak sempat menata rambutnya tadi pagi.
Baru saja ia menaruh gel tersebut di tangan dan merapat ke cermin yang ada di ruang tengah Sabila, suara kekasihnya itu memberhentikannya.
"Eits! Nggak usah pake pomade!" sahut Sabila sambil turun tangga.
Renner menoleh, "Hai, Ca... Kenapa sih? Aku nggak sempet tadi."
"Nggak usah. Terus, ganti baju. Nggak usah pake jaket kulit segala lah." tambahnya lagi.
Renner melihat pakaiannya sendiri. Menurutnya, cukup standar. Kemeja biru tua, jaket kulit, celana jins gelap, dan sepatu Doc Mart kesayangannya. "Kenapa, sih? Keren gini bajuku."
"Ganti, pokoknya. Kamu pasti ada baju kan di mobil?" tanya Sabila. Ia tahu Renner selalu menyimpan beberapa pakaian ganti karena selalu berjaga dipanggil lembur atau keluar kota mendadak oleh Pak Dewa.
"Ih, kenapa sih, Ca?"
"Kamu tuh, bajunya polisi banget, tau nggak. Kita kan mau ke Polsek, aku nggak mau mereka tahu kamu polisi." jawab Sabila.
"Lagian aku nggak mau disangka spek 'halo dek'." tambahnya lagi.
Renner tertawa, "Ada-ada aja sih, Caaa. Kenapa emang kalo aku polisi? Malu jalan sama aku?"
"Lumayan... Males nanti kamu juga disangka mas-mas 'Assalamualaikum ukhti'." jawab Sabila enteng. Nadanya tidak bercanda.
Renner terdiam, sedikit cemberut, matanya menyoroti gadisnya itu.
"Hehe. Enggak deng... Aku mau kita ke Polsek tapi jalur biasa aja. Aku nggak mau dipermudah. Pasti mereka bakal beda ke aku kalo mereka tau kamu polisi. Apalagi kalo tau pangkat kamu." ujar Sabila.
Renner tersenyum miring, "Emang kenapa, sih? Enak kan, ordal."
"Tapi ini kan urusan sipil biasa. Sama aja kayak kamu ke RS. Kan ngantri juga pas kemarin fisio, atau pas ke IGD. Kecuali pas lepas gips waktu itu juga karena aku udah selesai shift." jawab Sabila.
Biarpun Renner sejalan dengan prinsip Sabila, tapi sebenarnya ia tidak siap menjalani administrasi di Polsek. Pasti akan lama.
"Yaudah...Nih pilihin baju aku." jawab Renner, sambil mengajak Sabila melihat bagasi mobilnya.
"Hm.. Ini aja, kemeja putih sama luaran cokelat. Mirip sama bajuku sekarang." tunjuk Sabila setelah menelaah beberapa helai baju.
Renner pun mengganti bajunya dan kembali ke teras di mana Sabila menunggu. Kekasihnya tersenyum puas.
"Terus rambutnya cukup diginiin aja, gapapa, cakep." lanjutnya sambil merapihkan rambut halus Renner yang jatuh ke pinggir, membingkai wajahnya.
"Ih, tapi aku kayak mahasiswa baru gini gayanya." sahut Renner. Meski ia cukup suka, tapi ia merasa wibawanya berkurang.
"Kayak Dilan kan, jadi awet muda." senyum Sabila menampilkan mata sabitnya.
Renner mencubitnya gemas, "Yaudah ini kan aku nurut kamu nih, kamu juga nurut aku dong."
"Iyaaaa, Sayang. Kan udah minta maaf kemarin." balas Sabila, menatap kekasihnya lembut dan menangkup wajah Renner dengan kedua tangannya.
"Udah, yuk berangkat." balas Renner cepat, melepaskan tangan Sabila dan menyembunyikan saltingnya. Ia sudah tidak kuat menyaksikan wajah Sabila dari jarak dekat, ditambah kata-kata mesra yang tidak biasa ia dengar dari gadisnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
Ficção GeralOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.