Melawan Atasan (2)

3.3K 381 45
                                    

TW: Mention of violence.

Readers' discretion is advised.

Bintang.
Esok harinya.

Renner langsung mengumpulkan Tim Shadow. Tanpa memberikan detail kejadian yang menimpa Anggi, dan tentu dengan ijin Anggi juga, Renner memulai briefing hari ini. Bukan briefing, lebih tepatnya brainstorming. Karena ia sendiri juga tidak tahu bagaimana memacahkan masalah ini.

"Udah lapor ke PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) belum sih, Ren? Atau ke Propam? Atau kemana ya?" tanya Paul.

Renner terdiam, melirik ke arah Syarla, sebelum kemudian menjawab, "Udah ke PPA. Ditolak."

"Hah?? Ditolak gimana, Bang?" tanya Syarla kaget.

Renner menggigit bibir bawahnya, sungguh, ini salah satu bagian paling sulit dari cerita Anggi kemarin.

"Ya...ditolak... Begitu Anggi kasih tau siapa pelakunya. Bu Heni langsung berhenti. Dia bilang susah. Malah nyaranin Anggi untuk menyelesaikan secara 'kekeluargaan'." jawab Renner.

"Bullshit!" umpat Paul, ia segera beranjak dan hendak keluar, Renner menahannya.

"Sabar dulu." sahut Renner.

Danil, Iqbal, dan Syarla masing-masing mengerutkan dahinya. Kerutan itu sudah ada dari awal, tapi kali ini makin nyata.

"REN??? Lo kok bisa setenang ini?! Gua bakal bunuh si bangsat itu! Bajingan!" amarah Paul tidak terbendung.

Bagaimanapun, Anggi teman baiknya juga. Seluruh Tim Octopus, tim kecil beranggotakan delapan orang yang dipimpin Renner di dalam Satgas 30, semuanya berhubungan dekat.

"Lo juga, Nil?! Kenapa lo diem aja??" Paul kini melemparkan kalimatnya ke Danil.

"Eh, bangsat. Jangan banyak bacot, lu. Disini Renner manggil kita semua buat nyelesaiin masalah. Bukan buat nambah masalah. Kalo terserah gue, juga udah gua sniper tuh bajingan dari kemaren." cerocos Danil sambil berdiri, tak terima dengan kalimat Paul barusan. Dan tak biasanya Danil berbicara panjang lebar.

"Udah ah! Abang-abang jangan berantem!! Tau nggak sih, kalo ini juga bisa kejadian sama Syarla!" teriak Syarla sekarang.

Pada kalimat itu, semuanya terdiam. Ruangan jadi hening.

"Nah. Udah, tenang dulu semua, ya." ucap Renner. Paul pun duduk di pojok ruangan, melipat tangannya. Masih tak habis pikir mengapa team leader-nya tidak langsung saja menghajar Irjen kurang ajar itu.

"Gue pun marah. Sama marahnya sama lo, Paul. Tapi..."

"Semalem Anggi ngomong ke gue, kalo ini bukan hanya tentang nyelesaiin masalahnya dia. Tapi juga tentang seluruh polwan yang ada di Indonesia." entah mengapa kalimat Renner terdengar lirih di telinga Syarla.

"Dia bilang, dia mau kasus ini selesai, buat dijadiin contoh. Contoh kalo polisi juga bisa dipolisikan. Kalo pangkat tinggi nggak sama dengan kebal hukum. Dan buat korban kekerasan seksual di luar sana, bahwa ada hukuman setimpal buat mereka. Well, biarpun gue juga nggak yakin penjara adalah hal yang setimpal." jelas Renner.

Omong kosong. Batin Syarla. Sungguh, ia sangat ingin menangis saat ini. Mendengar detail ceritanya dari Anggi pagi ini, saat ia ditugaskan Renner untuk mengambil statement resmi, hatinya bukan lagi teriris tapi tercabik-cabik. Bahkan ketika nanti mereka bisa menangkap Pak Yeri, pasti ia akan menyewa pengacara mahal dan keluar dalam waktu singkat. Tak sadar, air mata itu hadir di pelupuk matanya.

"Karena itu, Syar... Abang bakal kerja sama langsung sama kejaksaan." ucap Renner ke Syarla, menangkap ekspresi murungnya sedari tadi.

"Eh- Gimana, Bang?" tanya Syarla.

Tim Shadow dan PerintilannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang