Seminar

4.1K 396 132
                                    

"Yah... Ren, kamu beneran nggak bisa dateng ya?" tanya Sabila, sedikit kecewa.

"Nggak bisa, Ca. Maaf ya, di jam segitu aku masih ada kerjaan, ada rapat koordinasi reguler sama Brimob." jawab Renner, nadanya tak kalah kecewa dengan tunangannya.

Kemarin, Sabila diminta Dokter Bayu untuk menggantikannya memberikan sebuah seminar di salah satu universitas ternama di ibu kota. Dokter Bayu harus terbang ke Surabaya karena anaknya sudah sakit beberapa hari dan tidak kunjung membaik. Topik seminarnya adalah manajemen kegawatdaruratan, terutama mengenai kejadian Silent Code Grey yang terjadi beberapa bulan silam.

Tidak ada persiapan khusus yang harus Sabila persiapkan, karena ia hadir sebagai salah satu narasumber dengan format acara tanya-jawab. Ia juga sudah diberikan daftar pertanyaannya.

"Nggak ada yang susah, semuanya kamu tahu, toh kamu juga udah pernah jadi Kepala IGD." sahut Dokter Bayu kemarin. Yang harus diantisipasi hanya pertanyaan dari para mahasiswa, tapi Dokter Bayu juga sangat percaya Sabila dapat menjawab semuanya.

Acaranya akan dimulai pukul 5 sore besok, Sabila berharap Renner juga bisa hadir karena tidak ada satupun kolega Sabila yang bisa datang. Ia hanya butuh sedikit mental support sebab tak mengenal siapapun di acara nanti.

"Nanti aku langsung ngebut kesana, kok. Harusnya jam 6 udah sampe." ucap Renner.

"Ya, tapi jam 6 udah selesai pasti." sahut Sabila lagi, sedikit cemberut sekarang. Tapi apa daya, ia tak bisa menyalahkan kesibukan tunangannya itu.

"Iya, nggak apa-apa kan, aku jemput kamu berarti. Abis itu, kita makan malem yang enak deh?" tanya Renner, mencoba menghibur.

Sabila akhirnya mengangguk, setidaknya ia akan melihat wajah Renner dipenghujung acara.

"You'll do great. Aku yakin." ucap Renner, sambil mengelus tangan Sabila.

"Hm." jawab Sabila yang hanya bisa tersenyum terpaksa.

⏳⏳⏳

Universitas di bilangan Jakarta Pusat itu terlihat cukup ramai. Sabila jadi teringat momen-momen kuliah, dan betapa sulitnya masa-masa tersebut. Tidak terasa ia hadir sekarang sebagai pemberi informasi dan bukan penimba ilmu.

Ia memasuki area acara, sebuah hall olahraga dengan panggung kecil di tengahnya. Seseorang bernama Cita menjemputnya di pintu masuk dan mengajaknya ke belakang panggung. Cita ternyata adalah moderator diskusi nanti, ia merupakan mahasiswi tingkat akhir jurusan kedokteran.

"Oh iya, Dok. Maaf ya, jadinya nanti sendirian aja di panggung. Soalnya Dokter Tari tiba-tiba cancel, ada operasi dadakan." ucap Cita.

Sabila cukup kaget tapi hanya bisa mengangguk, di perjalanan tadi sudah sempat terpikir bagaimana jika dokter dari RS Harapan itu tiba-tiba ada pasien mendadak, dan ia jadi satu-satunya pembicara di panggung. Ternyata, pikiran Sabila jadi kenyataan.

"Tapi santai aja kok, Dok. Ini kan ceritanya kita baru selesai semester, jadi acara fun aja sih. Mau bahas topik kedokteran yang bukan teknis gitu. Tadi pagi kita ada panel sama paramedis, supir ambulans juga." jelas Cita.

Sabila tersenyum, cukup lega, "Iya nggak apa-apa kok, namanya dokter IGD pasti sibuk."

"Makasih banyak loh, Dok, udah sempetin kesini." balas Cita. 

Sabila mengangguk, "Sama-sama, seneng juga bisa sharing sama mahasiswa. Berasa muda lagi."

"Lima belas menit lagi kita naik nih, abis band kampus manggung." ucap Cita.

⏳⏳⏳

Sementara itu, Renner baru saja mengakhiri rapat koordinasinya. Yang kali ini jauh lebih singkat daripada biasanya dikarenakan Komandan Brimob sedang absen. Mereka hanya mengulang apa yang dibahas waktu lalu dan tidak ada poin baru. Renner melihat arlojinya, lima kurang sepuluh menit. Ia sangat yakin dengan motornya ia bisa sampai ke acara Sabila dalam lima belas menit, atau paling lama dua puluh menit. Beruntung motornya ia titipkan ke kantor kemarin. Tak lupa, ia meminjam helm untuk Sabila dari salah satu rekan timnya, dan bergegas keluar.

Tim Shadow dan PerintilannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang