TW: Violence, harsh words
Renner memutar-mutar cincin tunangan yang ada di jari manisnya, sementara batang rokoknya masih menyala, bertengger di asbak. Danil menghembuskan asap rokoknya. Mereka berdua sedang duduk di teras belakang rumah Renner, mengatasi lelah dan stres kerja dengan asupan nikotin.
"Lu sih, pake ngeiyain pindah balik ke Umum." ucap Danil.
Renner meliriknya malas, "Bosen gue nanganin kasus uang-uangan mulu. Kalo ngga korupsi, money laundrying, penggelapan uang, paling mentok sengketa tanah." ucap Renner.
"Dan lagi, gue pikir bakal lebih gampang bagi resources-nya sama Tim Shadow." lanjutnya lagi.
Renner melanjutkan menghisap batang rokoknya.
"Kan lo tau begitu pindah ke Kriminal Umum, pasti banyak yang minta tolong. Nggak belajar dari gue? Lu pikir julukan 'Pembantu Umum' cuma buat mulusin jalannya Tim Shadow aja? Penyidik yang bener di Reskrim tuh dikit, Ren." keluh Danil.
Renner hanya bisa menggaruk kepala, sambil menghembuskan asap dari hidung dan mulutnya.
Ia baru saja pindah kembali menjadi penyidik di direktorat Kriminal Umum, divisi yang menangani kasus pembunuhan, pencurian, perampokan, dan kejahatan umum lainnya. Sebelumnya, selama setahun terakhir, Renner bertugas di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus yang kebanyakan menangani kasus korupsi, pencucian uang, dan penggelapan uang.
Renner memang merintis karirnya di Kriminal Umum hingga breakthrough-nya di Satgas sebagai kepala Tim Octopus, tim kecil yang mengharumkan namanya hingga ke Bareskrim Polri, sehingga ia sudah sangat familiar dengan tugas di direktorat ini. Tapi masalahnya kasus di Kriminal Umum banyak sekali yang belum terselesaikan, dan para atasan sangat senang meminta tolong untuk menyelesaikan kasus mereka ke penyidik-penyidik muda dan kompeten seperti Danil dan Renner.
Meminta tolong, alias memerintahkan. Biarpun bukan atasan langsung yang memberi tugas, tapi mereka hampir tidak punya pilihan untuk menolak.
"Kasusnya itu loh, Nil. Ditambah lagi, gue nggak pernah undercover lebih dari sehari-dua hari." Keluh Renner.
"Lagian kita tuh penyidik, bukannya ngantor, malah disuruh-suruh kayak gini." Lanjutnya.
Danil menatap temannya, mengangguk setuju. Ia pun kurang suka dengan penugasan ini, tapi ia tak bisa apa-apa.
"Namanya juga Reskrim. Begitu ada yang perform dikit, langsung dilirik sama Komandan-komandan, dijadiin PaLuGaDa." ucap Danil, seakan tak mau kalah dengan keluhan Renner.
Renner dan Danil, sejatinya adalah penyidik di Satreskrim Polda Metro yang seharusnya lebih banyak di kantor, menginterogasi pelaku ataupun mencari bukti-bukti. Bukan mengejar dan menangkap buronan, meski keduanya juga pernah bekerja di tim taktis. Tapi apa boleh buat, mereka-mereka yang sudah pernah terlibat di satgas pasti akan dipanggil untuk membantu kasus sana-sini, di luar ranah pekerjaan mereka. Dan untuk Renner dan Danil yang juga terlibat di Tim Shadow, pekerjaan mereka jadi berlipat-lipat banyaknya.
Kembali, Renner menghisap batang rokoknya, "Dan...gue masih ragu, Nil. Gimana kalo Sabila nggak ngasih ijin? Kasusnya terlalu related sama dia."
Seperti sudah di timing, Sabila muncul tiba-tiba, dan langsung mendudukkan diri di sebelah Renner.
"Ca, sana ah masuk ke dalem. Aku mau ngerokok dulu sama Danil." ujar Renner, menjauhkan batang rokoknya dan menaruh asbak di bawah meja, dekat kaki Danil yang ada di seberangnya.
"Loh, ya aku mau denger permasalahan kalian apa. Kan kamu, yang minta aku dateng ke sini." balas Sabila.
"Ck. Ya ini mau diceritain, tapi aku sebat dulu, ya?" pinta Renner. Sementara, Danil sudah mematikan batang rokoknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/365893227-288-k993433.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
Aktuelle LiteraturOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.