Melawan Atasan (1)

3.2K 394 45
                                    

TW: Violence, mention of abuse.
Readers' discretion is advised.
Sekali lagi, fiksi. Baca dengan bijak.

Note: Nama karakter kuganti karena nggak mau memvisualisasikan orang IRL.

—-------

Renner menatap layar ponselnya heran. Ia telah baca ulang tiga kali, tapi kalimat tak wajar itu masih terpampang.

+628102388890
Ren, di rumah? Ini Anggi, nomer baru

Renner
Iya, kenapa?

Anggi Baru
Ada Sabila nggak?

Renner
Ada. Kenapa sih?

Anggi Baru
Oke good. Gue kesana sekarang.

Ia menunjukkan ponselnya itu ke istrinya yang baru pulang bekerja sejam yang lalu. Sabila pun ikut heran, "Mungkin mau bicarain kasus kali, tapi nggak enak kalo berduaan di rumah?" tanya Sabila.

"Lah, ngapain di rumah, kenapa nggak di kantor aja?" tanya Renner balik.

Iya juga. Tapi tampak dari pesannya bahwa ia ingin Sabila ada di rumah. Percakapan apa yang butuh mereka bertiga? Di usia pernikahan mereka yang baru enam bulan, kehidupan mereka tidak pernah bersinggungan dengan Anggi. Terakhir, ia datang ke pernikahan mereka, yang memang awalnya Sabila agak kecewa Renner mengundang tanpa berkonsultasi dahulu kepadanya. Tapi lain dari itu, sebenarnya Sabila tidak ada perasaan negatif terhadap mantan kekasih Renner itu.

Sekitar 30 menit kemudian, Ting Tong!

Bel apartemen mereka berbunyi. Renner membuka pintu, dan menemukan Anggi di sana. Penampilannya sedikit berbeda, wajahnya tampak kelelahan, tapi ia menggunakan make-up yang cukup full, seperti habis dari acara penting.

"Masuk, Nggi." ucap Renner.

Anggi mengangguk, "Sabila, ada, kan?" tanyanya sambil masuk ke dalam, matanya mencari istri Renner.

"Ada...Emang lo ada perlu sama dia?" tanya Renner heran. Saat ini, Sabila sedang berada di dalam kamar tidur mereka, melipat baju yang baru Renner ambil dari jemuran.

"Hmm...enggak dan iya. Eh- gimana ya." jawab Anggi  sedikit terbata, ia mendudukkan diri di sofa ruang tengah apartemen mereka.

Renner mengambil duduk di single sofa yang terletak menyerong dengan posisi Anggi, "Lo...lagi ada masalah ya?" tanya Renner. 

Anggi mengambil nafasnya dalam sekarang, kemudian mengangguk, "Iya. Emang bener-bener jiwa penyidik ya, lo."

"Gue juga temen baik lo, Nggi. Nggak pernahnya lo dateng ke rumah gue. Jadi, lo kenapa?" tanya Renner.

Anggi menelan ludahnya, "Boleh nggak, Sabila disini juga?" tanyanya.

Renner mengernyitkan dahinya sekarang, "Hah? Ya- boleh aja sih."

Renner melangkah ke kamar tidurnya, memanggil Sabila yang masih sibuk melipat. Yang dipanggil sedikit heran, tapi mungkin ada baiknya ia juga mendengarkan permasalahan Anggi. Mana tahu bisa menimbulkan salah paham di antara mereka.

Sabila muncul di ruang tengah, memperhatikan Anggi yang kini sedang bengong melihat balkon mereka yang menghadap lampu kota.

"Hai, Nggi." sapa Sabila sambil berjalan mendekat.

"Halo, Sabila. Gimana kabar?" tanyanya ramah.

"Baik dong..." jawab Sabila yang kemudian duduk di sebelah Anggi, melihat coffee table mereka yang masih kosong, "Ren, yang bener aja, masa tamu nggak ditawarin minum."

Tim Shadow dan PerintilannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang