Untuk semua pejuang reformasi.
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kalian yang turun ke jalan. Semoga selalu aman.
Kawal terus demokrasi.✊✊✊
Renner dan Paul memasuki Bintang di jam delapan kurang lima belas menit. Mereka memang tiba seperempat jam lebih awal dari waktu meeting karena berjanji dengan Iqbal dan Syarla terlebih dahulu.
"Bang." sapa Iqbal ketika mereka membuka pintu.
Paul melambaikan tangannya, sementara Renner hanya mengangguk. Jelas terlihat bahwa ada sesuatu yang di luar kebiasaan.
"Ada apa sih, Bang? Besok emang kita ada tugas khusus dari Pak Dewa?" tanya Syarla, yang juga sudah curiga.
Renner menatap kedua juniornya itu bergantian, "Enggak kok. Gue mau ngecek kalian aja. Besok dikasih penugasan apa?" tanyanya.
Esok hari akan ada unjuk rasa besar-besaran oleh mahasiswa di depan kantor dewan. Banyak kabar berseliweran bahwa animo massa akan sangat besar, bahkan bisa sebesar aksi 98. Sebanyak dua ribu personel polisi dikerahkan untuk mengamankan gedung DPR. Tak hanya itu, gedung-gedung pemerintahan lain juga ditambah pengamanannya. Tim Shadow, meski tak akan menjalankan misi sebagai sebuah tim, juga tak luput dari penugasan besar-besaran ini.
Syarla mengangkat alisnya, makin heran, "Syarla disuruh mantau berita hoax dan konten-konten yang menginisiasi kekerasan atau provokator aja sih. Nggak tau Bang Iqbal? Tadi kok nggak ada pas briefing besar." jawab Syarla, menoleh ke Iqbal yang juga bekerja di Tim Cyber seperti dirinya.
Iqbal tampak ragu, ada sedikit ekspresi cemas, namun ia berubah santai, "Gue? Mantau aja di luar. Di lapangan." sahutnya sambil mengangkat bahu.
Paul menatapnya tajam, "Hah? Sejak kapan Tim Cyber kerja lapangan?"
Iqbal hanya tersenyum, "Hehe. Ya...sejak... Gue nolak penugasan dari Pak Dimas." jawabnya lalu terkekeh.
Renner menggelengkan kepalanya, "Ngapain sih Bal? Emang lo bisa penugasan lapangan? Bahaya kalo lo nggak sync sama timnya." ucap Renner sedikit mengomel.
"Lah selama ini sama lo apa namanya kalo bukan tugas lapangan?" tanya Iqbal, sedikit heran atas pertanyaan Renner. Sejatinya, semua misi Tim Shadow adalah pekerjaan lapangan.
"Ya tapi kan bukan crowd control, Bal." timpal Paul yang kini juga bernada mengomel.
"Lagian, tadinya gue ditugasin buat ngirimin teror ke terduga provokator. Ada puluhan nama. Ya jelas gue tolak keras, lah." sahut Iqbal sambil mendengus.
Tatapan Renner yang tadinya setengah khawatir, berubah kaget, "Serius?? Pak Dimas yang nyuruh? Data dari mana?"
"Iya Bang... gue juga bingung. Nggak tau, tuh. Dari Irjen Guntur pasti sih." jawab Iqbal, "Makanya gue tolak dan minta tugas lapangan. Tapi gue minta di luar sih, pake baju biasa." lanjutnya lagi.
"Lah emang bisa?" tanya Paul. Ia agak kaget juniornya itu bisa berhasil tak hanya menolak penugasan tetapi juga meminta tugas spesifik.
"Bisa, lah. Hacker nomor 1 di Cyber nih, bost." jawab Iqbal pongah. Akhir-akhir ini ia memang banyak memecahkan kasus untuk Pak Dimas, membuat rate penangkapan timnya jauh lebih baik dari tahun lalu. Ia sedang menikmati jadi anak emas atasannya itu, jadi hampir semua keinginan Iqbal di ranah pekerjaan dikabulkan oleh Pak Dimas.
"Good job. Ini baru adek gue." ucap Renner sambil menepuk bahu Iqbal. Yang ditepuk bahunya tersenyum bangga.
Syarla yang dari tadi menyimak, akhirnya bertanya, "Bang Renner sendiri ditugasin dimana? Bang Paul juga?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
General FictionOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.