Jika ada satu hal yang Paul benci, adalah kasus yang tidak selesai.
Sudah satu setengah jam Paul membolak-balikan berkas yang ada di mejanya. Ia masih mencoba mencari perspektif baru untuk memecahkan kasus kematian Pak Sulaiman, yang diduga kuat ada kaitannya dengan Ginting, konglomerat real estate yang dekat dengan Pak Yeri. Pak Yeri adalah mantan Kadiv Humas Metro, terpidana 5 tahun penjara akibat kekerasan seksual yang dilakukannya terhadap Anggi, salah satu Kanit di Tim Forensik yang juga mantan pacar Renner.
Bulan lalu, Paul menggenapkan tujuh tahun dirinya menjadi penyidik Metro. Ia masih sangat menikmati pekerjaannya, mencari dan menggali informasi untuk menyelesaikan kasus. Paul sangat ahli dalam hal ini, mengumpulkan intel lapangan dari semua jaringan yang ia miliki.
Masalahnya, kasus Pak Sulaiman adalah kasus yang sulit. Tidak ada saksi mata, tidak ada barang bukti, tidak ada terduga pelaku. Bahkan desas-desus lapangan pun tak ada. Biasanya, akan ada pertukaran informasi di jaringan kriminal. Entah perkara supply alat pembunuhan, supir yang membawa pelaku atau korban, ataupun jumlah bayaran untuk si eksekutor.
Namun kali ini, nihil. Mereka hanya punya informasi dari Pak Dedi, mengenai racun yang dibeli tak lama dari waktu kejadian.
Tok!! Tok!!
"Ul, nggak mau makan?" tanya Renner di ujung ruangannya, berdiri di pintu.
Paul mengibaskan tangannya. Biarpun waktu sudah menunjukkan jam delapan malam, rasa laparnya tak terasa.
"Lo ngapain sih?" tanya Renner menghampirinya, "Ya ampun, masih aja, Paul. Ini kan kasusnya Bang Kiki.." Memang sejak bulan lalu, kasus ini resmi menjadi kasus di tim Reskrim yang sejatinya.
"Abis dia lama progress-nya, udah sebulan nggak maju-maju. Tapi emang nggak ada leads, sih." sahut Paul lelah.
"Tapi lo ngapain sih mikirin kasus orang? Biarpun masih ada kaitannya sama kejadian Anggi kemarin ya.." ucap Renner.
Ting!! Ponsel Paul berbunyi. Tanda pesan masuk.
Paul tersenyum melihat layarnya.
"Nah. Mulai sekarang, udah dioper jadi kasus kita." sahut Paul menunjukkan pesan dari Pak Dewa. "Paling bentar lagi lo ditelpon."
Belum selang dua detik, giliran ponsel Renner yang berdering.
Caller ID.
Pak Dewa."Ah, elu! Nyusahin!" seru Renner sambil mengangkat telepon tersebut.
⏳⏳⏳
Bintang. Esok harinya.
Jam 7 pagi."Pagi semua. Gue mulai briefing kasus baru kita ya. Nggak baru banget sih sebenernya. Kasus pembunuhan Pak Sulaiman." ucap Renner tanpa basa-basi.
Tiga anggota Tim Shadow saling pandang. Penyelesaian kasus pembunuhan bukanlah tugas utama Tim Shadow, apalagi korban sama sekali bukan orang penting.
"Bingung? Gue juga. Ini kerjaaannya Si Bule."
Paul hanya mengulum senyumnya. Ia berhasil meyakinkan Pak Dewa kalau kasus ini bisa jadi kasus kritis yang membahayakan negara. Paul mengumpulkan semua bukti tak langsung keterlibatan perusahaan real estate Ginting dengan kematian tak wajar warga sekitar yang selama ini tidak terdeteksi karena kejadiannya di luar Jakarta. Kali ini, Paul yakin bisa menangkap pembunuhnya dan juga meringkus Ginting dari peredaran.
Sebab jika atas nama bisnis saja ia bisa membunuh, apalagi yang ia lakukan jika nanti sudah dekat dengan pejabat-pejabat di atas? Kebiadaban Yeri untuk menutup jejak Ginting kemarin sudah menjadi indikasi pertama bahwa Ginting adalah sosok berdarah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tim Shadow dan Perintilannya
General FictionOne-shots. Cerita pendek seputar Tim Shadow, Renner, dan Sabila. Sekuel dan prekuel dari "Two Worlds Colliding". Nggak urut.