Mata Minho langsung terbuka saat mendengar suara berisik dari lantai bawah. Mata berkilau sang vampir kini masih menutup dikarenakan silau oleh matahari. Perlahan dirinya bangun sembari menghembuskan napas panjang.
Di sampingnya Chan sudah hilang dari peradaban kemungkinan suami tampannya itu sudah pergi ke kantor. Minho mendongkakan kepala menatap dinding di mana sebuah jam tertempel. Minho menunduk kembali sambil terdiam, rupanya dia bangun kesiangan wajar suara gaduh itu terdengar dari bawah sana.
Minho berusaha menggerakan tubuhnya yang masih lelah karena kegiatan mereka semalam. Walaupun sangat nikmat namun juga membutuhkan energi yang lumayan banyak.
Berusaha tidak terlalu berpikir negatif seperti saran Chan. Minho mengambil handuk yang digantung tepat di depan pintu kamar mandi untuk menutupi tubuh polosnya. Berendam sebentar sepertinya akan membuat dia segar.
Minho sudah rapi sekarang, sebenarnya enggan untuk turun ke lantai bawah. Kedua mertuanya yang sudah pensiun pasti menatap dirinya layaknya seorang menantu yang malas. Minho dengan agak ragu turun ke bawah sana.
Aroma menyengat tercium di hidung mancung sang vampir. Minho merasa semakin tegang, empat mata dari mertuanya menatap dirinya sekarang bagaikan seorang penjahat kelas kakap.
"Maafkan aku" cicit Minho menunduk di depan mereka. Sebenarnya bukan gaya Minho takut seperti ini. Seorang vampir tidak takut kepada apapun.
"Satu tahun kau di sini masih saja tidak tahu diri" ucapan itu kembali terdengar di telinga Minho. Minho langsung mengepalkan kedua tangannya menahan diri. Entah sudah berapa kali dia mendapatkan ucapan tersebut. Minho sangat tahu kedua orang ini membenci dirinya.
"Dia baru bangun tidur, biarkan menantu mu minum dulu" Ucap sang ayah mertua pada istrinya. Minho menunduk, perlahan dia mengangguk sembari melangkahkan kakinya ke dapur.
Seperti yang Minho pikirkan, seluruh lantai kini sudah berceceran darah. Pria manis itu berjalan ke kulkas memeriksa makanan yang membuat dirinya terus hidup. Tangannya agak bergetar melihat kulkas miliknya kini sudah kosong.
"Minuman itu telah membusuk, jadi aku buang saja" kata sang mertua dari belakang sana. Minho diam berusaha untuk bersabar. Dirinya kini pergi ke sudut dapur mencari alat kebersihan dan membersihkan semua kekacauan yang mereka lakukan untuk dirinya.
"Percuma punya menantu tapi tidak berguna" Kalimat yang menyakitkan itu kembali dia lontarkan. Wanita itu akhir-akhir ini tidak suka melihat Minho tenang sedikit pun. Dia tahu bahwa dirinya hanyalah seorang vampir tapi jika memang tidak suka kenapa dia menerima Minho tinggal di sini.
Mata Minho panas, dia sangat ingin menangis tapi berusaha ditahannya agar mereka tidak terlampau senang karena berhasil menyakiti hatinya.
Hampir satu jam Minho membersihkan seluruh dapur. Kepala Minho juga sudah sangat sakit karena menghirup bawang putih yang mungkin sengaja diletakan di atas meja. Dirinya terus meneguk ludah, dia ingin minum tapi sisa darah sudah habis.
Tanpa mengatakan apapun, Minho keluar dari dapur setelah menyemprotkan cairan disinfektan. Tatapannya dingin dan juga menusuk, dia hanya ingin pergi dari rumah ini sebentar untuk menenangkan dirinya.
Mata Minho fokus ke arah pintu depan besar yang menghubungkan rumah mereka dari dunia luar. Samar-samar Minho mendengar bahwa kedua mertua dakjal nya itu ada di sana.
"Kau mau ke mana?" Tanya ayah mertuanya. Minho mengepalkan kedua tangannya kemudian menoleh. Sebisa mungkin dia akan bersikap sopan santun.
"Aku ingin keluar sebentar ayah" kata dengan dingin.
"Jangan pergi terlalu lama, aku ingin mengenalkan mu pada seorang wanita yang akan kami jodohkan dengan Chan. Jangan bilang kau lupa perjanjian kita, susah satu tahun kau masih belum bisa memberikan Chan keturunan" kata wanita itu dengan santai sembari mengupas sebuah apel.
Minho kembali bergetar hebat, tanpa menjawab dirinya kini melangkah dengan cepat keluar rumah. Bukan berjalan lagi, Minho kini berlari. Rasanya ingin lenyap dari dunia ini. Kenapa semua orang memperlakukan dirinya dengan sangat buruk?
Kenapa orang yang ada di kota ini tidak pernah menyukai kaumnya? Padahal Minho tak pernah melakukan sebuah kejahatan apapun. Di saat dirinya kalut, Minho merasakan tenggorokannya panas yang menandakan dia harus segera meminum darah.
"Jika terus seperti ini aku mungkin bisa mati" gumamnya frustasi.
_____
Minho duduk sembari memandangi indahnya suasana sore di sungai terbesar di wilayah mereka. Arus sungai sangat jernih dan juga tenang. Tak sendirian, ada banyak orang yang menghabiskan waktu di sana.
Tangan mungilnya masih setia memegang kantong minuman dengan label 'jus tomat'. Entah sudah berapa jam Minho duduk di sini. Dia memutuskan untuk tidak pulang hari ini.
"Apa aku kembali ke flat saja?" Batin Minho. Setelah menjual rumah warisan dari kedua orang tuanya membuat hidup Minho seperti sengsara.
Hidupnya saat ini seperti luntang-lantung bak seorang gelandangan. Walaupun menikahi orang kaya tak pernah membuat Minho bahagia. Tidak bisa Minho pungkiri, dirinya tak pernah bahagia setelah menikah. Banyak sekali masalah datang, bukan masalah hubungannya dengan sang suami.
"Seharusnya aku tidak berpikir seperti ini, aku sangat mencintai Chan" kata Minho menunduk. Sembilan puluh persen hal yang membuat Minho bertahan adalah Chan, suaminya. Walaupun diterpa banyak sekali masalah tapi Chan selalu membuat hati Minho merasa tenang.
Minho menunduk pasrah, entah apa yang selanjutnya terjadi. Tapi hari ini dia tak mau pulang sendirian. Dia sungguh belum sudi melihat wajah kedua mertuanya itu. Tatapan mereka membuat Minho selalu merasa trauma.
"M...minho" Panggilan itu akhirnya muncul. Pria manis itu menatap ke samping rupanya Chan sudah datang. Tempat ini adalah tempat yang sering Minho kunjungi. Oleh karena itu tanpa mengatakannya Chan pasti sudah tahu.
Minho menepuk tempat kosong di sampingnya, Chan yang masih terengah-engah duduk di sana. Minho melihat Chan membawa satu kresek minuman untuk Minho. Bibir tipis Minho kini tersenyum. Dia langsung memeluk lengan kekar suaminya dan menyandarkan kepala di sana.
"Jangan membeli terlalu banyak nanti ibu membuangnya" ucap Minho mengadu. Tak ada yang bisa dia ajak mengobrol selain Chan. Pria itu juga menyandarkan pipinya ke pucuk kepala Minho.
Tangan kekar Chan kini meraih tangan mungil istrinya. Tangan pucat dan kurus. Tangan itu perlahan mengusapnya, kedua mata mereka terfokus padanya. Minho pun mengenggam tangah Chan saat tangannya dimainkan.
"Chan bagaimana jika kita bercerai?" Pertanyaan itu membuat kepala Chan terangkat. Pria itu kini menatap Minho dengan tatapan tajamnya. Si manis menatap Chan tanpa dosa. Lalu dalam hitungan detik pria itu menyambar bibir Minho."Tidak, tidak akan sama sekali" kata Chan setelah memberikan ciuman mendadak tersebut. Minho menghela napas perlahan, dia pun melepaskan tautan tangan mereka.
"Tapi sampai kapan pun kita tidak akan pernah bahagia Chan, apalagi aku" ucap Minho yang sudah tidak tahan dengan semuanya.
TBC
Jangan lupa vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LAST VAMPIRE [ Banginho ]
Fiksi PenggemarSEBELUM BACA WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR!!! Hidup menjadi seorang vampir di kota ini sangat sulit bagi Minho. Semakin lama aturan-aturan tentang vampir kian berubah. Selama masih hidup Minho berusaha untuk cuek dan membiarkannya saja. Namun, semua beru...