Sebelumnya.. Jangan lupa follow akun Khofifah11092000 sebagai partner kolaborasi dalam cerita ini.
TRANSMIGRASI BOY AND BROTHERSHIP.. JANGAN SALAH LAPAK?
"Gio, kau tahu tidak? Kemarin aku dengar, Cafe Delluna buka lowongan kerja," ujar seorang pemuda bernama Rein. Dia berbicara pada temannya yang bernama Giovanni.
"Wah iya? Kalau aku melamar kerja di sana, bakal diterima gak ya?" ujar Gio. Dia sedikit pesimis karena kafe yang dimaksud merupakan kafe populer.
Banyak kalangan yang singgah di sana. Entah itu remaja, orang dewasa, atau keluarga. Kalangan bawah, menengah, bahkan atas.
Karena pelayanannya yang baik, juga makanan dan minumannya pun tersedia banyak. Tempatnya bertema outdoor dengan pemandangan alam yang asri.
"Gio, kamu harus coba. Jangan terlalu pesimis. Lagipula, kamu punya pengalaman kerja di kafe sebelumnya, kan?" kata Rein dengan nada meyakinkan.
Setelah berpikir sejenak, Gio memutuskan untuk mencoba. "Oke, aku akan mencobanya besok."
Tiba esok harinya, Gio sungguh berangkat ke Cafe Delluna. Dia berpakaian rapi, membawa CV-nya, dan berdoa agar kesempatan ini bisa menjadi awal yang baik untuknya.
Namun benar kata quotes yang pagi tadi muncul di gawainya. Manusia hanya bisa berencana, selebihnya takdir Tuhanlah yang berkuasa. Sebab, belum sampai ke tujuan, Gio mendadak terlibat pertarungan.
Di gang asri menuju Kafe, seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas hitam dan pantofel mengkilap tampak kewalahan menghadapi tiga orang berbadan kekar. Sepertinya, orang-orang itu tengah mencoba merebut tas kotak di tangan pria 'nyentrik' di sana.
Gio yang melihat situasi tersebut, tentu merasa perlu membantu. Dia mengambil batu kecil dan melemparkannya ke arah salah satu perampok, mencoba mengalihkan perhatian mereka.
Salah satu perampok teralihkan perhatiannya, dan pria 'nyentrik' itupun berhasil menguasai situasi berkat Gio. Namun, dalam kekacauan tersebut, perampok lain mengarahkan pistolnya ke arah si Pria. Langsung saja, tanpa banyak pertimbangan, ia melesatkan satu tembakan.
"AWAAAAS!!!"
Pekikan lantang Gio berhasil membuat si Pria menghindar, tetapi naas, peluru yang seharusnya mengenai si Pria justru mengenai Gio. Akibat reflek Gio yang mencoba melindungi.
Sakit luar biasa kontan menhujami dadanya. Gio terjatuh, darah merembes membuat kemeja putih yang dikenakannya berubah merah. Tiga perampok tadi segera kabur dengan mata membelalak panik. Sedang si Pria tanpa peduli, kini beralih cepat menuju ke arah Gio.
"Hey!" Dia memanggil. Karena tidak tahu nama pemuda yang telah membantu dirinya.
Saat akan menggapai pemuda itu. Ponsel di sakunya berdering. Terpaksa, pria tersebut memilih mengangkat panggilan terlebih dulu karena sudah berbunyi sejak tadi.
"Ada apa?" Ujarnya datar.
Saat mendengar rentetan kalimat pria di seberang sana, Matanya seketika membulat sempurna. "Apa!!"
Pria itu langsung saja meninggalkan pemuda bersimbah darah yang tergeletak mengenaskan. Namun ia masih cukup hati menghubungi seseorang untuk membantu menangani pemuda nelangsa itu di sela langkahnya.
"Bereskan kekacauan ini." Katanya, melirik singkat pada pemuda tadi sebelum akhirnya masuk ke dalam Mobil dan melesat pergi.
Sementara Gio, disela-sela kesadarannya. Dia terkekeh miris. "Bukannya masuk kerja, malah otw masuk akhirat."
"Tuhan, ini ga adil buatku." Air matanya mulai mengalir dari ujung mata. Dia merasa hidupnya masih panjang. Tetapi harus tiba-tiba mati karena menyelamatkan seseorang.
Harusnya dia mendapat imbalan, namun kematian yang dia dapat.
"Aku tidak mau mati, hiks! Aku ingin hidup!"
'Akan aku kabulkan'
Suara asing terdengar, Gio mengatupkan bibir. Menoleh ke kanan kiri untuk melihat siapa yang berbicara walau sedikit susah.
Tidak ada siapapun.
Yah, mungkin dia berhalusinasi. Lebih dari itu, nafasnya memberat. Pandangannya oun buram. Gio tetap menangis dan bergumam jika hidup ini tidak adil untuknya.
***
Sementara itu, di depan ruang operasi sebuah tangisan pilu seorang remaja memenuhi rungu.
"Tuan Antonio." Salah seorang bodyguard maju, menyapa terlebih dulu ketika menyadari tuannya kini telah tiba dengan rahang mengetat.
"Apa yang terjadi?!"
"Tuan Fran kecelakaan ditengah perjalanan menjemput Tuan Muda Luca." Terangnya yang semakin membuat keruh di wajah bengis Antonio.
"M-maaf ..."
Kepala Antonio tertoleh marah pada remaja yang terduduk lemas memeluk lutut.
"Kau! Dasar anak__"
Belum sempat menumpahkan amarahnya, pintu ruang operasi terbuka. Seorang Dokter keluar dengan wajah penuh penyesalan.
"Mohon maaf, pasien tidak dapat kami selamatkan."
"BRENGSEK!" Antonio reflek maju dan menarik kerah sang Dokter. "JANGAN BERCANDA DENGANKU SIALAN!"
"KAU MAU PROFESI MU SEBAGAI DOKTER BERAKHIR SEKARANG HAH!!" Antonio melepas kerah dokter kasar hingga sang dokter mundur beberapa langkah.
Baru akan menjawab, suster keluar dan berkata. "DOKTER! DENYUT NADI PASIEN KEMBALI!"
Baik sang Dokter maupun Antonio, bergegas masuk ke dalam ruangan. Fran, putra pertama Antonio yang nyaris saja mati kini telah duduk di meja operasi seolah tak terjadi apa-apa.
"Bagaimana bisa?" Seorang perawat anesthesi menggeleng ragu menjawab ketercengangan sang Dokter. Ia bergegas menempelkan stetoskopnya di dada bidang pasien.
"Fran ... Fran ... Oh, syukurlah kau hidup." Antonio mengusap pipi putra pertamanya dengan tangan gemetar.
Sedang yang diusap, masih terdiam dengan pandangan tanpa tujuan.
"Fran, kau dengar Daddy?"
Tidak ada sahutan, membuat Antonio melempar tatap nyalang pada sang Dokter yang masih tercengang.
"A-aku dimana?" Bingung Fran, atau yang sekarang diisi oleh jiwa Gio. Dia menatap sekitar, memandang orang-orang asing di depannya.
Tetapannya tertuju pada Antonio. Dia ingat, jika pria itu yang telah dia tolong.
"Fran kenapa?" Antonio tentu saja khawatir.
"Fran? Siapa Fran? Aku bukan Fran, namaku- Akh!!"
Berbagai ingatan acak menyerbu memenuhi otak. Kepala Gio pusing bukan main.
"Kenapa? Kau kesakitan?" Antonio sungguh khawatir. "APA YANG KALIAN LAKUKAN, CEPAT PERIKSA PUTRAKU!"
Sembari mencerna segala hal yang terjadi, Gio menurunkan kedua tangan yang semula dipakai mencengkram kepala. Ia amati tangannya sehingga merasa ada yang berbeda. Tangannya lebih besar dan lebih kuat dari yang diingatnya.
Dengan panik, dia bangkit dari tempat tidur dan menuju cermin besar di sudut ruangan. Menyentak berbagai peralatan medis yang akan kembali dipasangkan padanya.
"HA! Tidak ... tidak mungkin ..." Refleksi yang dilihatnya membuat Gio terkejut bukan main. Ini bukan dirinya, sungguh!
Astaga, Gio merinding, ini diluar ekspektasi bukti berkuasanya takdir Tuhan.
To be continued...
300 vote kalo kalian mau chapter dua mampus.. Biar makin kecekek penasaran kalen..
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulung - END [ Terbit ]
Teen FictionColaboration with @Khofifah11092000 Jangan salah lapak.. Beberapa karya dihapus untuk kepentingan penerbit. Giovanni, pemuda sederhana dengan pemikiran sederhana. Giovanni merupakan seseorang dengan pribadi yang mudah berteman dengan siapapun. Dia...