Bab 26.

4.7K 491 29
                                    


Memiliki keluarga memanglah impian Gio sejak dulu. Akan tetapi ia tak menyangka, jika sekalinya diberi keluarga, ia mendapat peran sebagai si sulung. Gio pernah mendengar, banyak yang bilang, menjadi sulung itu berat. Termasuk Rein, sahabatnya yang selalu membantunya mencari pekerjaan paruh waktu.

Rein sering mengeluh padanya. Menjadi sulung, itu berarti ia harus siap mewujudkan harapan orang tua. Ia harus siap tunduk dan patuh pada orang tua. Menjadi sulung, itu berarti ia siap membuka jalan sukses untuk adik-adiknya. Ia harus menjadi teladan yang baik untuk para adiknya, salah sedikit maka sulung akan dicap sebagai saudara gagal.

Waktu itu Gio menyangkal. Bahwa menurutnya, itu bukan apa-apa dibanding menjadi sebatang kara. Tetapi sekarang, ia ingin menarik ucapan tersebut. Ternyata Rein benar. Menjadi sulung mimiliki beban yang besar. Gio tidak mau jadi sulung, dia suka hidupnya yang sendirian.

Apalagi ketika dia menjadi sulung, posisinya seolah berdiri ditengah lautan menggunakan perahu kecil tanpa penggayuh. Sementara disekeliling sudah ada hewan buas yang bersembunyi siap menerkam kapan saja jika dia terjatuh.

Fran telah berhasil menekan perasaannya, bersikap acuh padahal menahan batu besar di bahu. "Ya Tuhan ..." Gio mendesah, mengusap wajah dengan kasar. Lagi-lagi, ia merindukan Rein. Tidak... Ia merindukan kehidupannya dahulu. Bisakah dia kembali saja? Atau setidaknya, Gio ingin bertemu Rein. Menanyakan kabar dia dan bercengkrama seperti biasa. Mendengar keluh kesah Rein yang berkata lelah menjadi sulung.

Akan tetapi jangankan keluar menemui Rein. Baru melewati gerbang utama mansion saja, Gio sudah dibawa masuk paksa oleh Antonio.

Gio memijat kepalanya. Ketika banyak pikiran seperti ini, pusing selalu datang mendera. Tapi Gio tak peduli, kenapa kepalanya sering sakit akhir-akhir ini, atau  bagian yang lain. Ia tetap berfikir keras, terlampau frustasi karena tak bisa keluar satu langkah pun dari Mansion.

Dia tidak sekuat Fran karena Gio bukan sulung.

Dia tidak sekuat sulung Carmelo yang sudah terbiasa karena dia adalah Gio, Giovanni.. Buka Francesco Carmelo.

"Oh, Fran!" Antonio datang dengan pekikak lantang. Mata Pria itu membulat lalu tergopoh-gopoh menghampiri sang putra. Gio menatap bingung, tetapi lekas tersadar saat merasa ada yang menetes dari hidungnya. Antonio segera menangkap Gio saat tubuh pemuda itu terhuyung menyamping.

"Kenapa bisa mimisan? Kau sakit?" Antonio segera membawa Gio duduk di sofa. Mereka sedang ada di ruang keluarga sekarang. Gio menggeleng-geleng, mengedipkan mata berulang untuk mengenyahkan pusing. Wajahnya berubah pucat dalam sekejap.

Seorang maid lekas menghampiri. Memberikan tisu kepada Antonio. Pria itu mengelap darah yang mengucur dari hidung Gio.

"Ayo ke rumah sakit," putus Antonio, cemas.

"Tidak." Gio menjawab cepat. Ia sudah bosan berulang kali keluar masuk rumah sakit. Ingatlah, ia trauma disuntik dan dicekoki obat-obatan oleh Luca. Ia sulit mempercayai orang lain sekarang.

Tetapi Antonio tetaplah Antonio. Ia tak bisa dibantah semudah itu.

"Daddy tidak menerima penolakan."

"Ini sudah biasa..."

"Sudah biasa?!" Suara Antonio meninggi, membuat Gio sedikit terkejut. "Maka pasti ada yang salah dengan tubuhmu," lanjutnya.

"Aku tidak mau, Dad!"

"Jangan membuat Daddy berlaku kasar padamu, Fran!" Ancam Antonio.

Gio terdiam sejenak, lalu ide cemerlang tiba-tiba muncul di otaknya. "Baiklah, tapi dengan satu syarat."

Sulung - END [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang