Bab 8.

6.9K 644 13
                                    


Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan bagi Gio. Sejak pagi, Antonio dan Salvatera membatasi setiap gerak-geriknya. Bahkan sudah ada 2 bodyguard yang berjaga di depan kamarnya. Aishh sial, Gio jadi merasa seperti seorang tahanan di mansion seluas ini.

"Hmm, bagaimana supaya aku bisa menemui Luca? Aku perlu membicarakan tentang mimpiku kemarin." Gio berusaha memikirkan cara.

Pemuda berkulit putih itu kini sedang berdiri di balkon kamar. "Haruskah aku lompat dari sini saja?" Gumamnya asal. Ia  menatap keluar jendela dengan ekspresi frustasi

"Ck, yang ada aku mati. Akan hidup di tubuh siapa lagi setelah ini? Tubuhku yang asli pasti sudah menyatu dengan tanah."

Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dan Rafa masuk dengan senyum lebar. "Bang Fran, mau main game?" tanya Rafa sambil mengacungkan kontroler game.

Gio menghela napas panjang. "Rafa, Abang sedang tidak mood," jawabnya datar. Wajah Rafa pun terduduk lesu, dia beranjak keluar karena mengerti jika abangnya sedang tidak mau diganggu.

Pintu terbuka lagi. Kali ini adik kedua Fran datang tersenyum sumringah. Mengangkat ponsel dan berkata. "Abang, mau bikin challenge video bareng Ale?"

Gio menghela nafas lelah. "Ale, abang sedang tak bersemangat melakukan apapun." Tanganya terangkat dan mengkode Ale untuk keluar dari kamarnya. Ale pun terpaksa keluar, senyumnya luntur dan menampilkan wajah sama seperti Rafa.

Sebenarnya tingkah keduanya menggemaskan. Tetapi Mood Gio sedang tidak bagus. Namun sedikit terbantu karena kedatangan tiba-tiba kedua adiknya. Seakan mereka sengaja datang dan mengajak bermain game atau membuat video hanya untuk menghibur dirinya.

Gio melangkah kearah pintu karena Ale keluar tanpa menutupnya. Ketika diluar, Gio tidak melihat dua penjaga yang seharusnya berjaga di depan pintu masuk kamarnya. "Kemana mereka?" Dia celingak-celinguk dan tak menemukan siapapun.

Kesempatan itu dia gunakan untuk keluar dan dengan cepat melangkah kearah kamar Luca. Dia sangat khawatir pada adik pertamanya itu. Dia juga harus menanyakan perihal apa yang dimaksud oleh kertas penemuan Fran di kamar Luca.

"Luca!"

Luca menoleh ketika namanya di panggil. Tersenyum lembut melihat abang nya datang. "Abang Fran."

"Luca!" Gio dengan cepat mendekat. Dia memeriksa wajah Luca yang begitu pucat. "Luca!" Dia membawa Luca kedekapannya. "Luca, maafkan abang. Abang salah.." Gio menumpahkan air matanya. Mungkin yang dia rasakan saat ini merupakan perasaan Fran asli.

"Abang salah Luca. Abang tidak pernah membantumu. Abang tidak pernah melirikmu bahkan mengacuhkan dirimu." Suara itu terkesan berbisik. Suara parau begitu memilukan hati. Gio mengeluarkan kata-kata yang seakan ada di ujung bibirnya.

"Abang salah abang menyesal. T-tapi abang mohon jangan melakukannya." Gio menggeleng disela pelukan.

Luca terkejut, dia bahkan tidak bisa bereaksi saat saudara pertamanya menangis dipelukan. Menggumam kata salah dan maaf pada dirinya. Lalu apa itu. "Abang sudah mengingatnya?"

Gio mengangguk disana. Luca terkekeh pelan, satu harapannya terkabul dari antara banyaknya harapan. "Aku ikhlas bang. Lagi pula, selama ini hidupku tidak berguna bagi keluarga kita. Setidaknya aku ingin sedikit berguna bagi orang lain di akhir hayatku." Luca berkata dengan senyum tulus.

Senyum yang seakan mencekik Gio kuat. Itu bukan salah Gio, tapi kenapa dia merasa sangat bersalah?

Karena itu, Gio merasakan dorongan kuat untuk melindungi adiknya. "Tidak, Luca. Itu tidak benar. Abang ingin melihatmu bahagia, ingin melihatmu hidup dengan penuh semangat. Abang akan berusaha lebih keras untuk mengerti dan membantumu. Jangan pernah berpikir untuk menyerah lagi. Abang mohon."

Sulung - END [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang