Bab 23.

4.7K 482 45
                                    


Gio membenarkan dasinya, dia menatap pantulan dirinya di cermin. Sungguh, dalam balutan setelan jas hitam, kadar ketampanan seorang Francesco Carmelo semakin menawan. Seketika Gio rendah diri, dia tak setampan Fran, walau sebenarnya, tampangnya yang aslipun sudah di atas rata-rata.

Setelah mengecek penampilan dirinya, Gio berjalan mendekati meja, mengambil tas jinjing berwarna hitam berisikan dokumen pekerjaan untuk meeting siang di perusahaan Antonio.

Hari ini Gio akan pergi ke perusahaan atas suruhan Antonio. Pagi-pagi sekali dia bangun untuk ini. Sungguh, Gio gugup. Apalagi dia ditugaskan menjelaskan detail tentang kerja sama dan proyek yang akan dikerjakan bersama para pengusaha lain di meeting nanti

Gio berjalan keluar menuju lantai bawah, sarapan telah dilakukan. Rumah sepi karena Rafa dan Kavin sudah berangkat sekolah sejak tadi. Salva sendiri pergi karena urusannya. Tak lupa mommynya itu sudah menyiapkan bekal untuk Fran karena mengerti kalau meeting tak akan cepat selesai.

Lalu Luca? Gio tidak tahu. Sejak kemarin, ia tak melihat anak itu, padahal dia sudah mencarinya. Entah sudah diobati dan diberi makan apa belum. Luca pasti kembali babak belur di tangan Antonio.

Tiba di depan mansion, sebuah mobil mewah sudah terparkir menunggunya. Gio pergi bersama Maxime yang menyetir. Dia duduk di bagian belakang sementara di depan, Max bersama pengawal yang tak ia ketahui namanya.

Dalam perjalanan hanya hening yang menguasai. Kedua bawahan Antonio itu tidak berkata apa-apa, pun Gio mengatupkan bibir. Dia sedang gugup, merapalkan doa agar tidak bersikap bodoh dan membuat malu Antonio.

"Tuan muda, anda terlihat gugup. Ini minumlah dulu, siapa tau bisa mengurangi kegugupan anda," ujar pengawal di samping Max. Dia tersenyum memberikan satu botol air pada Gio.

Gio tak langsung menerimanya. Ia ragu. Ingatan tentang kejadian ketika dia diberi minuman oleh Luca dengan obat tidur kembali muncul di benaknya. Untuk itu, ia menggeleng. "Tidak perlu," katanya menolak.

"Jangan khawatir, Tuan. Ini hanya air mineral biasa. Anda perlu sedikit ketenangan sebelum rapat penting ini."

"Apa aku terlihat segugup itu?" Tanyanya, menoleh pada Max yang menyetir.

Merasa pertanyaan itu ditunjukkan padanya, Max pun mengamati Tuannya dari spion tengah mobil yang menggantung. Dia tersenyum. "Tidak ada salahnya anda minum sedikit Tuan."

Mendengus singkat, Gio pun menerimanya. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia lekas menenggaknya cepat. Jujur saja ia juga merasa haus. Efek jika dia gugup, keringat pun mengalir di dahinya walau AC sudah dihidupkan sejak mobil berjalan. Membuat tubuhnya cukup kehilangan cairan.

Tapi, apakah saking gugupnya Gio, dia menjadi mengantuk? Pusing? Oh, mungkin tidur sebentar tidak apa-apa. Gio mengantuk sekali.

"Tidurlah tuan, akan saya bangunkan setelah sampai nanti." Ucapan Max yang terakhir kali didengar oleh Gio sebelum kegelapan merengutnya.

"Hubungi tuan muda. Katakan, misi kita berhasil," ujar Max pada orang disampingnya. Matanya melirik pada spion atas yang memperlihatkan Gio menutup mata dengan botol air yang tersisa setengah.

***

"Akhirnya aku bisa menghabiskan waktu dengan Abang. Hah.... apa harus kubuat tertidur seperti ini dulu baru aku bisa puas berlama-lama denganmu, Bang?"Luca tersenyum lembut. Mengusap sayang kepala pemuda yang terbaring tenang di ranjang markas rahasia miliknya.

"Tapi kenapa sampai sore begini, Abang belum juga bangun?" Luca mengernyit. Ia lantas beralih melihat Max di belakangnya.

"Max, kau tidak memberinya dosis berlebihan kan?"

Sulung - END [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang