Gio seharian hanya bisa terbaring, tubuhnya terasa lemas karena demam tinggi tiba-tiba menyerangnya dengan pening yang turut menyiksa. Keringat mengalir deras di wajahnya yang pucat, bibirnya bergetar. Setengah sadar, ia terus memanggil-manggil Antonio dan Salva. “Daddy… Mommy… Tolong…”
Luca yang sedang duduk di sudut ruangan, mendengus kesal mendengar panggilan itu. Rasa cemburu dan benci memenuhi hatinya. Ia juga ingin menjadi orang yang dicari oleh Fran dalam keadaan apapun.
Luca mendekati Gio, menyentuh kening Abangnya itu sembari menghela nafas. Namun tak lantas mengubah tatapan penuh dengan obsesi di matanya. "Berhentilah memanggil mereka, Bang. Aku di sini. Apa kau masih tak bisa melihatku?!"
"Mommy ..." Gio sendiri tak tau, sejak kapan ia mulai sejatuh ini pada keluarga Calmero. Bahkan, di batas kesadarannya saja, ia mengigau memanggili Salva dan Antonio. Ia juga teringat Ale dan Rafa. Mendadak, ia merindukan semua orang di mansion yang kerap ia umpati sebagai iblis.
Satu tetes liquid jatuh dari matanya yang terasa panas. Luca melihat itu. Semakin geram karena kini Abangnya bahkan menangis. Tetapi di sisi lain, ia sangat khawatir.
Maka dari itu, ia segera membangunkan Gio. Rantai-rantai yang mengikat pemuda itu sudah Luca lepas. Luca sandarkan kepala Abangnya itu di dadanya.
Mata Gio terbuka sedikit. Ia mendongak, mengamati wajah Luca dengan kernyitan dalam.
"Minum obat ini bang."
Gio menggeleng. Ia tentu takut. Bagaimana jika itu obat untuk membunuhnya?
Luca berdecak kesal. Ia lantas mencengkram rahang Gio, membuka mulut Abangnya itu dengan kasar. "Jangan keras kepala. Abang telan ini." Luca memasukkan pil paracetamol itu ke mulut Gio.
Gio terbatuk, tetapi mulutnya dibekap oleh Luca. Mau tak mau ia menelan pil pahit itu. Luca kemudian meraih segelas air, memberikannya pada Gio.
"Good job Abang!" Luca menepuk pipi Gio dua kali. Dia tetap memangku kepala Gio, membiarkan abangnya bergerak gelisah disana.
Dia juga menggapai handuk kecil untuk mengelap keringat Gio. Gio kedinginan, namun tubuhnya terasa sangat panas. Ingin membuka mata kembali tetapi terasa berat, bahkan tanpa sadar cairan bening itu kembali menetes.
"Mommy.."
Luca geram, ia menarik paksa dagu Gio membuat si empu memaksa membuka mata. Gio melihat tatapan murka yang dilayangkan Luca pada dirinya.
"Dengar abang.. Disini tidak ada siapapun kecuali aku. Jadi, seharusnya abang memanggil namaku, bukan orang lain!"
Gio tak lagi peduli. Memilih menutup mata saja karena tubuhnya terasa payah, juga efek obat yang membuatnya mengantuk. Ia pun beringsut, secara alami semakin mengeratkan pelukannya pada Luca karena kedinginan.
"Tuan__"
"Ssstt ..." Luca sigap menegur Max yang tiba-tiba masuk dan hendak melaporkan sesuatu. "Nanti saja." Ia berbicara lirih.
Melirik Gio sekilas, Max mengangguk mengerti. Ia hendak keluar, tetapi Luca menahannya.
"Sebentar Max."
Max memberi tatapan bertanya.
"Dia menggigil, padahal sudah kuberi selimut setebal ini. Bagaimana cara menghangatkannya?"
"Saya juga kurang tahu, Tuan. Sebentar, saya browsing dulu."
Luca memutar bola mata saat Max mengeluarkan gadget.
"Oh Tuan, disini dikatakan cara paling ampun dengan pelukan skin to skin."
"M-maksudmu aku harus memeluk Bang Fran sembari telanjang dada?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulung - END [ Terbit ]
Teen FictionColaboration with @Khofifah11092000 Jangan salah lapak.. Beberapa karya dihapus untuk kepentingan penerbit. Giovanni, pemuda sederhana dengan pemikiran sederhana. Giovanni merupakan seseorang dengan pribadi yang mudah berteman dengan siapapun. Dia...