Bab 9.

6.4K 608 8
                                    


Hari ini adalah hari pertama Gio bekerja sebagai Fran si sulung kebanggaan Carmelo. Setelah sarapan bersama keluarganya tadi, Gio segera diarahkan menuju ruang kerja Fran di mansion. Ruang kerja itu besar, penuh dengan rak-rak buku dan meja besar yang dipenuhi dengan file dan berkas-berkas proyek. Di atas meja, terdapat komputer yang menyala dengan banyak tab terbuka, menampilkan berbagai instruksi dari Antonio.

"Aarghh, apa dia masih marah padaku?" Gio berdecak menatap malas layar komputer. "Ish, pendendam sekali. Bukankah wajar aku bertindak seperti ini sebagai manusia? Bagaimana bisa aku disuruh diam saja di saat aku melihat kelakuan iblisnya pada Luca?"

"Ck, dia sungguh tidak punya hati! Seorang ayah menyiksa darah dagingnya sendiri? Setan saja minder sama kelakuannya." Masih pagi, tapi bibir tipis Gio sudah aktif mendumal.

Di layar komputer itu, Antonio sudah mengirimkan serangkaian instruksi yang membuat Gio merasa kewalahan. Setumpuk dokumen yang harus ditinjau, proyek-proyek yang harus dipantau, dan keputusan-keputusan penting yang harus dibuat.

Beberapa jam akhirnya berlalu. Gio sudah menghela napas berat. Pekerjaannya masih banyak. Tapi beberapa file harus segera diserahkan.

"Damn, ini lebih rumit dari yang kupikirkan," gumam Gio sambil memijat pelipisnya.

Gio berusaha memfokuskan diri, melanjutkan kembali pekerjaannya sembari berharap waktu cepat berlalu. Ia mendadak merasa jadi bocah SD, berkali-kali menoleh ke jarum jam, berharap pukul segera menunjukkan jam bekerja habis.

Tiba-tiba, pintu ruang kerja terbuka perlahan. Luca muncul dengan senyum malu-malu di wajahnya, membawa sebuah piring yang berisi kue. "Bang Fran, aku membuatkan ini untukmu. Semangat kerja hari pertamanya Abaaang!"

Gio terkejut, tersenyum lebar pada Luca yang berjalan ke arahnya. Dia tidak menyangka adiknya akan membuatkan sesuatu yang manis untuknya. "Wah, terima kasih. Kamu datang tepat waktu sekali, Luca."

Luca meletakkan piring di meja Gio. "Oh ya? Apa pekerjaan Abang sulit?"

Gio mengangguk dengan ekspresi lelahnya. Luca prihatin.

"Kalau begitu Abang harus coba ini!" Tawar Luca dengan semangat.

Gio mengangguk antusias, mengambil satu potong kue dan menggigitnya dengan penuh semangat. Namun, ekspresinya segera berubah. Rasa aneh memenuhi mulutnya.

Gio menyepeh, raut wajahnya tidak bisa dibohongi. "Luca, asin!" dia tak bisa mengurangi rasa asin di indra perasanya. Apakah Luca salah memasukkan gula dengan garam?

Luca terkesiap, dia segera mengambil jus jeruk dan disodorkan pada Gio. Tetapi karena gugup dan merasa gagal, tangannya tak mampu memegang gelas hingga jus itu tumpah mengotori seluruh berkas yang Gio kerjakan susah payah.

Gio? Jangan ditanya. Dia bahkan sampai cengo. Tidak reflek meski tumpahan jeruk juga membasahi pakaiannya.

Luca semakin gelagapan. Dia mengambil kain apa saja didekatnya lalu mengelap tumpahan jus dengan niat agar lekas kering.

Namun bukan bersih maupun kering, berkas itu semakin hancur, tulisannya pun tak terbentuk. Gio cepat-cepat melihat komputer, bahunya merosot saat dia lupa menyimpan seluruh data.

"AKH SIAL!" Hal yang dia kerjakan setengah hari ini sia-sia. Dia berteriak kesal. Paham karena masih ada Luca, Gio segera sadar.

Luca berdiri dengan tubuh bergetar. Pemuda itu meminta maaf sembari menangis. Gio membawa Luca kedalam pelukan . Karena rasa lelah, tanpa sadar dia berteriak disamping Luca.

"Abang tidak marah padamu. Abang hanya kesal karena abang teledor."

"Kenapa Luca nggak pernah becus dalam hal apapun ya, Bang?"

Sulung - END [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang