Gio sampai di belakang mansion. Nafasnya terengah-engah. Sungguh, kenapa tempat ini sangat luas batinnya. Gio tersesat hingga dia sampai dibelakang. Ingin bertanya pada pengawal dia terlalu malu.
Gio menatap sekeliling. Bahkan bagian belakangnya pun luas. Tetapi tak jauh dari Gio, disisi kiri terdapat sebuah bangun kecil. "Mungkin gudang?" tanyanya entah pada siapa.
Gio berjalan mendekat, dia merasa sangat penasaran. Semakin dia dekat, Gio mendengar suara kesakitan seseorang. "Luca? Tidak mungkin kan?" Apakah Gio salah dengar. Ringisan itu seperti suara Luca.
Mendadak dia sangat khawatir pada Luca. Apakah Luca sedang terluka ata bagaimana. Saat akan masuk ke dalam, langkanya terhenti karena suara Ale menghentikan dirinya. "Abang ngapain?" Disana, Ale berdiri bersedekap dada. Memandang Gio datar.
Gio menjawab. "Aku seperti mendengar suara Luca." Dia menunjuk gudang di belakangnya.
Ale berjalan mendekat. "Tidak ada siapapun disini. Anak itu juga tak mungkin berada disini." Dia menarik lembut lengan kakaknya.
"Ayo, aku bawa Bang Fran kedalam. Bang Fran harus istirahat. Abang baru saja sampai." Dia sedikit mengencangkan tarikannya karena Gio enggan beranjak.
"Tapi- Ugh!" Gio memegang kepalanya. Memori menyeruak masuk. Sungguh, beberapa kali dia mengalami ini. Kenapa ingatannya datang hanya kepingan memori.
"Lihat, ayo! Kita masuk."
Mau tak mau Gio menurut, dia masuk digandeng oleh Ale. Sementara Ale, dia sedikit berbalik, menatap lurus ke pintu gudang. Tatapannya beradu dengan tatapam tajam Salvatera sebelum dia memutuskan lebih dulu.
Tiba di kamar Fran, Ale segera membantu melepas jaket yang dikenakan Abangnya. Menata bantal serta selimut. Lalu mengecek perban yang masih menutup kening sang Abang.
Gio hanya bisa pasrah, diam saja saat Ale menyentuh luka dikeningnya.
"Hiks... andai saja bang Fran tidak dekat dekat dengan anak sialan itu. Pasti Abang tidak akan terluka. Hiks... Ale sedih lihat Abang jadi seperti ini. Dia benar-benar pembawa sial di keluarga kita."
Gio sejujurnya sedikit tersentuh. Bagi manusia yang dulunya hidup sebatang kara dan sangat mengidamkan memiliki saudara. Gio tentu saja menikmati perlakuan manis keluarga Calmero. Seperti sekarang, Ale terlihat tulus mencemaskan lukanya.
"Tidak apa, ini hanya luka kecil."
Ale mengerucutkan bibir, "tetap saja, itu yang membuat Abang terasa beda sekarang."
Gio terdiam sesaat. "Aku hanya ingin lebih menghargai kesempatan kedua ini, Ale. Kau tau, Abang nyaris saja mati."
"Baiklah, aku bisa mengerti. Lagi pula, Bang Fran sekarang jadi lebih hangat. Tidak sedingin dulu. Jadi aku menyukainya."
Gio mengangguk, membalas senyuman Ale dengan tulus.
"Tapi... apa di gudang tadi sungguh tidak terjadi apa-apa?" Tanya Gio masih penasaran.
Ale reflek menegak, air mukanya berubah drastis. "Ale akan keluar, Bang Fran istirahat saja ya setelah ini." Ale membenarkan selimut Gio.
"Ale, kenapa tidak menjawab pertanyaan Abang?"
Menghela nafas, Ale menatap tajam Gio. "Memangnya apa yang Abang pikirkan?"
"Sudahlah Abang, jangan terlalu banyak pikiran."
"Abang hanya ingin tau bagaimana keadaan Luca. Sepertinya aku mendengar suara rintihannya tadi."
Ale memalingkan wajah. Merapatkan bibir, menahan geram. Jangan sampai ia marah kepada Abangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sulung - END [ Terbit ]
Teen FictionColaboration with @Khofifah11092000 Jangan salah lapak.. Beberapa karya dihapus untuk kepentingan penerbit. Giovanni, pemuda sederhana dengan pemikiran sederhana. Giovanni merupakan seseorang dengan pribadi yang mudah berteman dengan siapapun. Dia...