BAB 3 | Pasar Malam

156 110 47
                                    

"Tamui se ka situ ko ang suko jo inyo, caliak-caliak suduik mato taruih sajak cako." [Datangi aja ke situ kalau lu suka sama dia, curi-curi pandang terus dari tadi.]

Ucapan itu diakhiri dengan kekehan oleh Alvan, anak laki-laki yang rambutnya basah oleh keringat, duduk di sebelah Izkiel sembari membuka botol air minum.
Siapa pun pasti juga sadar kalau Izkiel sedang curi-curi pandang, pada seorang gadis yang duduk di bawah pohon mangga, di sebuah taman kecil yang tak jauh dari lapangan. Sebagai seorang sahabat yang sudah lebih dari setahun bersama Izkiel, Alvan jelas tahu kalau sahabatnya itu sedang kasmaran lagi, iya, lagi. Sudah lama tidak melihat wajah tampan laki-laki itu memerah sejak terakhir kalinya.

"Ndak! Sia nan suko? Den kenal se indak." [Nggak! Siapa yang suka? Gua kenal dia aja nggak.]

Izkiel beranjak pergi meninggalkan lapangan, dan teman-teman yang masih berisitirahat di sana. Berada di sana terlalu lama bisa bahaya, sebelum sahabatnya membuatnya semakin malu, atau yang lebih buruk keadaan jantungnya yang selalu berdetak cepat kala melihat gadis itu tersenyum, dan menampilkan sederet giginya cantik.

Sementara itu tanpa lelaki itu sadar, sepasang mata yang ia kagumi tadi menatap punggungnya yang perlahan mulai menjauh, lalu akhirnya menghilang dari penglihatan Seanna. Gadis itu pikir mungkin dirinya saja yang berlebihan, tapi melihat belakang badan lelaki itu, ia sudah bisa menebak kalau pasti ia tampan, apalagi saat sang lelaki menyugar rambutnya yang agak basah, dan membiarkannya jatuh begitu saja.

Seanna jadi teringat kejadian di UKS silam, reflek dia memegang tangannya, dan merasakan debaran di jantung, ia memang tak sempat melihat dengan jelas bagaimana wajah lelaki itu, karena Seanna bukan tipe orang yang akan berani menatap wajah seseorang. Namun, gadis itu berjanji di kesempatan berikutnya ia akan melihat dengan jelas, wajah laki-laki yang kini punggungnya bahkan sudah tidak terlihat.

Kanaya yang melihat itu hanya diam dengan ekspresi yang tak bisa dijelaskan, bohong kalau Kanaya tidak menyadari tatapan dari Izkiel sejak tadi, dan ia juga sadar kalau tatapan itu dilemparkan untuk gadis di sebelahnya, Seanna.

"Sebentar lagi udah jam masuk kelas, yuk. Balik."

Ajak Kanaya, perempuan itu berdiri terlebih dahulu, diikuti dengan Seanna yang mengangguk lalu keduanya berlalu meninggalkan taman menuju kembali ke kelas sepuluh IPS dua.

ஓ๑♡๑ஓ

Deru kendaraan, suara klakson yang bersautan, dan bau knalpot yang menyentuh indra penciuman, hal biasa yang selalu terjadi setiap hari di bawah langit yang sudah mengoren. Di saat orang-orang memilih untuk pulang ke rumah, karena sebentar lagi gelap akan menyelimuti langit, ditemani oleh rembulan dan bintang-bintang yang bertaburan menghias malam. Namun kedua siswa berseragam putih abu-abu, dengan baju yang dikeluarkan dan kerah yang sudah tak rapi lagi, masih setia duduk di kursi kayu panjang di depan kios sambil makan pilus.

Izkiel menarik napasnya dalam-dalam, lantas mengembuskannya, ia fokus pada jalan raya yang padat sejak tadi, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, kalau boleh Izkiel tidak ingin pulang ke rumah, dan kalau bisa sore ini abadi saja dengan semburat warna-warna indah yang tercipta di langit. Ia sudah begitu hapal apa yang akan ia dengar, dan ia dapatkan begitu pulang ke rumah, sebuah ketenangan dan keharmonisan yang hanya menjadi sebatas khayal.

 Ia sudah begitu hapal apa yang akan ia dengar, dan ia dapatkan begitu pulang ke rumah, sebuah ketenangan dan keharmonisan yang hanya menjadi sebatas khayal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Thread Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang