Gamis hitam serta hijab senada, wajah masih diselimuti awan mendung. Seanna meluruh ke tanah, terduduk lemas dan penuh duka di samping makam yang masih basah, serta warna-warni bunga segar di atasnya.
Seanna tidak pernah membayangkan, bahkan tidak akan pernah mau orang yang dicintainya berakhir di bawah tanah. Tidak ada lagi perhatian Bunda, tidak ada lagi seseorang yang akan menegurnya saat keliru, dan tidak ada lagi Bunda yang menjadi semangatnya untuk terus melanjutkan hidup, mencapai mimpi agar Bunda bangga melihat anak bungsunya, sudah bisa hidup menjadi perempuan mandiri.
Kini yang tersisa hanya kenangan dan penyesalan. Seharusnya, Seanna mendengarkan permintaan Bunda seminggu yang lalu, yang memintanya pulang menjenguk Bunda di rumah sakit, tapi Seanna selalu bilang nanti. Namun, nanti yang dimaksud kini tidak pernah ada, semuanya sudah terlambat.
Ribuan andai tercipta di benak Seanna, dia juga tahu bahwa itu tidak mengubah apa pun. Hanya ia dan rasa penyesalan di hati.
Sebuah elusan lembut menyentuh bahu. "Pulang, yuk? Udah mau malem. Bunda nggak bakal senang kalau kamu berlarut-larut dalam kesedihan." Agnesia berada di samping Seanna, menatap hangat adiknya yang berduka.
Seanna mengangguk lemah, lantas bangkit bersama Agnesia.
Sejak tadi siang tiba di Padang, Seanna belum ada mengonsumsi apa pun. Sore harinya dia langsung pergi ke makam, badannya lelah, pikirannya apalagi. Namun, rasa sedihnya lebih besar daripada itu.
ஓ๑♡๑ஓ
Kamar biru muda, kali ini terasa sangat hampa dan senyap. Gadis dengan gaun pastel selutut, duduk di tepi ranjang kamar Bunda. Wangi parfum yang biasanya Bunda pakai masih tercium, juga barang-barang, dan foto yang berada di bingkai, masih tersimpan rapi, seolah semuanya baik-baik saja, tapi Bunda sudah pergi.
Pria yang rambutnya sudah sebagian berubah putih, datang menghampiri Seanna yang masih duduk, sembari mendekap erat baju dan foto Bunda, lengkap dengan air mata.
"Seanna ...," panggil Hendry, ikut duduk di samping anak perempuannya.
Kepala Seanna menoleh, menemukan sosok Hendry dengan wajah teduh, dan tenang. "Ayah." Seanna memeluk Hendry dalam-dalam, sekarang orang tuanya hanya Ayah. Jika dahulu Seanna membenci Hendry, karena ia pikir Hendry juga akan sama dengan mendiang ayahnya, tapi ternyata tidak. Pria itu sangat baik.
"Kamu belum makan malam, Nak. Di meja makan sudah ada ayam goreng kesukaan kamu. Nggak mau dicicipi dulu?" tanya Hendry lembut.
"Aku nggak selera, Yah."
Alih-alih memaksa. Hendry justru berkata, "Ya sudah kalau begitu, tapi nanti kalau kamu pengen makan, Ayah sudah sisakan makanan buat kamu, atau kalau kamu pengen sesuatu, bilang, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread Of Destiny
RomanceIni bukan kisah cinta Romeo dan Juliet yang romantis, atau Jack dan Rose yang menyayat hati. Ini tentang Izkiel dan Seanna, dua insan yang dipertemukan ketidaksengajaan, hubungan mereka awalnya semanis cokelat, cinta remaja pada umumnya. Namun, kian...