EPILOG

23 9 0
                                    

Wanita berdaster hijau, dengan rambut cepol asal-asalan, sudah terlihat segar tanpa kantuk di mata. Seperti pagi-pagi biasanya, Seanna akan membuka jendela kamar, mematikan AC agar udara berganti dengan yang segar. Lantas, barulah ia akan membangunkan dua orang yang masih tampak lelap di ranjang.

"Sayang! Hana! Cepetan bangun!" seru Seanna memanggil suaminya, dan anak perempuannya yang masih empat tahun.

Tidak perlu sampai suara istrinya habis, Pratama membuka mata dan berusaha tetap terjaga, kalau tidak yang ada ia akan kena semprot lagi.

Setelah memastikan bahwa Pratama sudah bangun, Seanna keluar dari kamar melanjutkan aktivitas yang lain, seperti mencuci baju, memasak, dan menyapu. Tidak lama, Pratama keluar dari kamar menggendong Hana, anak itu masih tertidur pulas di pundak papanya.

Ia mungkin harus lebih bersyukur, karena memiliki suami yang mau membantunya sehari-hari, mulai dari membangunkan Hana yang rewel ingin tidur terus, dan selalu ngomong. "Ima menit agi, Pa. Hana antuk!"

Setelah membuat Hana benar-benar bangun, Pratama akan mandi terlebih dulu. Lalu mulai membantu istrinya membuat sarapan, pagi ini menu sarapannya nasi goreng, dengan telur mata sapi, dan nuget beraneka bentuk binatang. Sementara Seanna memandikan Hana, memakaikan seragam taman kanak-kanak, dan .... "Ya Tuhan! Duduk, diem aja di situ, ya, Sayang." Pagi ini Seanna juga harus membersihkan tumpahan susu, tidak sengaja disebabkan Hana.

"Sabar, Mama. Kalau marah-marah nanti cepat keriput, loh!" seloroh Pratama tengah menggoreng nuget.

"Betul, betul, betul." Hana menyahuti tanpa rasa bersalah.

"Biarin aja. 'Kan ada duit Papa buat perawatan, wle!"

Setelah semua urusan rumah beres, dan mereka sudah sarapan, Pratama pamit berangkat ke kantor, Seanna lanjut mengantar Hana ke taman kanak-kanak. Untungnya Hana bukan tipe anak yang cengeng di sekolah, yang harus ditunggui oleh mamanya terus, jadi Seanna bisa pulang ke rumah, memasak untuk menu makan siang, dan bersantai-santai.

Setelah menikah, Pratama dan Seanna sepakat kalau Seanna tidak usah bekerja di kantor lagi. Sebagai gantinya, Pratama membangunkan beberapa rumah kontrakan, agar Seanna tidak bosan, lagipula itu tidak menguras tenaga, kecuali kalau orangnya susah ditagih uang bulanan.

Seanna sudah berganti dari daster, menjadi baju kaos putih dengan beberapa corak abstrak, setelan bawahnya celana jin denim. Rambut sudah tidak pirang, sekarang cokelat dengan ujung yang dibuat ikal-ikal, tidak lupa ia juga memoles wajah. Seanna masih tampak cantik meski sudah memiliki anak, itu semua karena sang suami yang selalu memberikan duit bulanan dengan lancar.

Setelah melihat jam, ternyata sudah jam sembilan pagi, waktunya menjemput Hana. Gegas ia menyalakan mobil, dan menancap gas.

Suasana taman kanak-kanak tampak begitu ramai, mulai dari anak-anak yang berhamburan keluar, juga para orang tua menjemput anaknya. Seanna mengedarkan pandangan, mencari Hana. Tidak lama sampai anak kecil dengan rambut dikuncir dua, muncul bersamaan dengan anak laki-laki di sebelahnya.

"Hana," panggil Seanna. Hana yang mendengar namanya dipanggil, langsung berlari ke arah mamanya.

"Mama, kenalin ini teman Hana. Namanya ... nama kamu siapa?" Hana menoleh kepada anak laki-laki yang tadi bersamanya, ia masih berdiri tak jauh dari Hana, menunggu dijemput.

"Damian," tutur anak laki-laki dengan suara lirih, dan malu-malu.

Seanna terpaku menatap Damian, mengingatkannya kepada seseorang. Matanya yang teduh, hidungnya yang mancung, persis seperti Izkiel kecil. Apakah benar fitur wajahnya memang diwariskan pria itu.

Kedua sudut bibir Seanna tertarik sempurna, ia merasa bahagia juga lega. Ternyata hidup memang akan terus berjalan, saat menoleh ke belakang ternyata ia sudah sejauh ini.

"Berteman yang baik, ya, kalian," ucap Seanna kepada Hana dan Damian.

Sebelum Seanna benar-benar melenggang dari sana, seorang perempuan cantik menjemput Damian. Seanna tahu itu adalah Primrose, istri Izkiel. Ini bukan perihal cinta atau merasakan cemburu, Seanna bahkan sudah tidak memiliki perasaan setitik pun kepadanya. Justru ia ikut bahagia karena masing-masing telah menemukan cinta, dan kebahagiaan.

Thread Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang