BAB 24 | Tidak Bisa Lepas

21 16 0
                                    

Mungkin, semuanya akan baik-baik saja bila takdir tidak mempertemukan mereka lagi, tidak akan ada hati yang patah, tidak akan ada yang kecewa. Namun, sepertinya semesta senang sekali menyatukan mereka, yang saling menyakiti meski tanpa sengaja.

Setahun yang lalu, Izkiel dan Seanna sudah memilih jalan yang tepat, mereka sudah menyadari bahwa keduanya tidak akan pernah bisa saling melengkapi, tapi rindu di hati kian tumbuh dengan subur, membangunkan rasa yang sudah lama terkubur, membuat mereka berpikir, mencoba sekali lagi mungkin tidak ada salahnya, yang justru berujung sebaliknya.

Jika disimpulkan, Izkiel tidak suka dikekang, tetapi dia juga selalu menerima Seanna, kapan pun gadis itu mendatanginya. Sementara, Seanna yang tahu kalau Izkiel selalu menerima kehadirannya, membuat ia merasa punya wewenang atas hidup lelaki itu. Ini hanya perihal egois, bagaimana mereka yang saling tidak mau melepaskan, tapi juga sudah tak nyaman untuk terus bersama.

"Gua masih pakai otak, lu pikir gua sejahat itu? Jangan playing victim, dan seolah gua penjahatnya. Lo tunggu aja, nanti gua datang," tutur Izkiel dari sambungan telepon setengah jam yang lalu.

Ribut hanya karena hal kecil, sudah biasa terjadi bahkan sejak mereka masih memiliki hubungan. Meski ujung-ujungnya juga akan baikan, seperti sekarang contohnya, karena semalam Seanna terus melakukan spam panggilan telepon, membuat Izkiel kesal, tetapi Seanna berpikir kalau lelaki itu tidak mau bertemu dengan dirinya lagi, membiarkan Seanna duduk sendirian di halte bus, di tengah cuaca yang mendung.

Kalau ditanya, kenapa Izkiel juga mau-mau saja menjemput Seanna, sudahlah ... keduanya memang sama-sama masih memiliki rasa, hanya saja mereka juga sama-sama salah menaruh rasa, kepada seseorang yang jelas-jelas sudah punya kenangan tidak baik di ujungnya.

Tin ...! Tin ...!

Klakson motor membuyarkan lamunan Seanna, yang termenung di halte bus, pandangannya terangkat kepada seorang lelaki berjaket di atas motor, seseorang yang sangat familiar, laki-laki berkacamata.

"Lama?"

Seanna menggeleng.

"Makanya sabar."

"Gue kira lu udah nggak mau ketemu sama gue." Perkataan Seanna mendapat kekehan dari lawan bicara.

Tepat saat Izkiel berdiri di hadapan Seanna yang masih duduk, lelaki itu berjongkok, tangannya terjulur untuk membetulkan tali sepatu Seanna yang lepas.

Seanna bersyukur, degup jantungnya yang mendadak tak normal tidak terdengar oleh Izkiel, rasanya ia kembali dibawa ke dalam lingkaran euforia. Memorinya berputar cepat, menarik ingatannya pada kepingan kenangan beberapa tahun lalu, di bawah sebuah pohon yang rindang, di kantin sekolah, Izkiel dengan posisi yang sama, membetulkan tali sepatu Seanna.

Tangannya ingin bergerak untuk menyentuh rambut hitam pekat laki-laki, tapi niatnya urung kala Izkiel lebih cepat mengangkat kepala, dengan tatapan datar.

Izkiel bangkit dari jongkok.

"Kenapa lo selalu mikir gitu? Gua- suka sama lo." Wajahnya mendekat pada wajah Seanna, dengan intonasi penuh penekanan, setiap kata yang ia ucap. "Tapi, nggak dengan sifatlo yang ngeselin, dan egois itu. Ngerti?" lanjut Izkiel, pandangan masih lekat menatap manik Seanna di depan.

Plastik berukuran kecil disodorkan di hadapan Seanna, membuat gadis itu tampak kebingungan.

Usai melihat isi di dalamnya, Seanna dibuat tergelak. "Apa-apaan, nih? Lu masih ingat ternyata, ya. So sweet ...." Tawa kembali menyembur.

Thread Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang