Masih pagi sudah merasakan sakit kepala. Belum lagi ingatan soal Izkiel kemarin masih melekat di benaknya. Namun, sebungkus bubur ayam yang Pratama bawa, rasanya cukup mewarnai pagi Seanna.
"Kamu, kok, ke sini, sih, Mas? Tumbenan. Masa iya, cuma ngantar bubur ayam doang?" tanya Seanna memicingkan mata, sok menginterogasi Pratama. Eits! Bubur ayamnya sudah di tangan Seanna.
"Kebetulan habis joging, terus lihat orang jualan bubur ayam. Ya udah, deh, sekalian aja mampir ke kosmu, dekat juga," terang Pratama.
Namun, sang lawan bicara seolah tak terlalu acuh, alih-alih kembali menjawab ucapan Pratama, Seanna justru bertanya, "Ini ada telur puyuhnya, 'kan?"
"Ada, aku beliin lima." Pratama menunjukkan kelima jarinya.
"Makasih! Mas sendiri sudah makan belum?" Kedua netra pekat itu menatap Pratama di hadapannya.
"Ah, gampang. Kamu sarapan, gih, atau mandi dulu?"
"Oh, iya ... mandi dulu, deh, habis itu sarapan. Sekali lagi makasih banyak, loh!" Seanna memegang handuk hijau di pundaknya, lantas tersenyum manis dan masuk ke dalam kos, Pratama pergi dari sana.
Sepertinya, di mana ada Seanna, di situ ada Pratama, atau justru sebaliknya? Sama saja. Jika kalian bertanya-tanya kenapa tiba-tiba Pratama berada di Jakarta, laki-laki itu sudah berjanji untuk menjaga Seanna, perempuan yang sudah ia anggap seperti adik sendiri. Lantas, itulah hal yang membuat Pratama senekat ini, ikut merantau di ibu kota, pindah kerja, dan mengurus banyak hal yang ribet, tapi Pratama seolah tidak menganggap itu hal yang berat, karena tujuannya cuma satu, menjaga Seanna.
Perempuan mana yang tidak suka diperlakukan spesial. Sejujurnya Seanna sering berpikir bahwa, apakah Pratama menyukainya. Namun, ia selalu menepis pemikiran itu, toh selama ini Pratama selalu bilang, ia hanya menganggap Seanna seperti adiknya. Soal lelaki itu yang turut pindah ke Jakarta, mungkin Pratama ingin menambah pengalaman.
Setelah kembali masuk ke dalam kamar kosnya, Seanna tidak langsung mandi. Ia meletakkan bubur ayam di atas meja, lalu tangannya membuka ponsel, hanya untuk melihat status yang Izkiel tadi malam sudah tidak ada.
"Apa, sih, maksudnya? Sengaja banget. Mau pamer dia makin cakep gitu, atau dia kangen sama gue, dan berharap gue nge-chat dia? Uh ...." Seanna bergumam sendiri, menatap malas layar ponsel, dengan berbagai pikiran yang singgah di benak.
"Tapi ... kalau memang gue chat, kira-kira bakal dibalas nggak, ya?" Ruang obrolan yang kosong sudah terbuka. "Eh, jangan, deh, apaan banget coba. Masa tiga tahun asing, tiba-tiba gue nge-chat lagi, emang gue cewek apaan ngejar-ngejar mulu." Seanna mengklik tombol home, mengurungkan niatnya.
Segera, ia matikan ponsel hingga layarnya gelap, gegas beranjak dari sana untuk cepat mandi, sarapan, dan berangkat kerja. Daripada harus pusing-pusing memikirkan mantan yang makin cakep, lebih baik Seanna mencari uang.
Seperti yang sudah dibilang, kehidupan Seanna di Jakarta tidak ada yang istimewa, seperempat hidupnya ia dedikasikan untuk kerja. Setelah usai bekerja pun, Seanna lebih memilih untuk langsung pulang, dan tidur atau maraton drama Korea, kalau ada hari spesial, saat bosnya atau salah satu rekan kerjanya mengajak makan bersama, atau jalan-jalan, barulah Seanna sedikit seperti anak gaul yang pulang malam.
Dari jam delapan pagi hingga dua belas siang, Seanna duduk dan fokus di depan layar komputer, bergelut dengan desain, belum lagi klien yang minta revisi terus. Energi yang diberikan oleh bubur ayam tadi pagi, sepertinya sudah habis. Badan Seanna terasa lesu dan lemas, ia butuh asupan makanan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thread Of Destiny
RomanceIni bukan kisah cinta Romeo dan Juliet yang romantis, atau Jack dan Rose yang menyayat hati. Ini tentang Izkiel dan Seanna, dua insan yang dipertemukan ketidaksengajaan, hubungan mereka awalnya semanis cokelat, cinta remaja pada umumnya. Namun, kian...