BAB 21 | Rajendra Arseno

34 27 0
                                    

Sejak kecil Seanna memiliki ketertarikan
membaca komik, tidak lama setelahnya hal itu menginspirasi untuk belajar menggambar, dan menekuninya. Tidak hanya menggambar, tetapi Seanna juga mulai belajar melukis saat duduk di bangku SMP.

Impiannya sejak dulu adalah menjadi seniman hebat, dan banyak pula orang di sekitarnya yang mendukung Seanna, mulai dari keluarga sampai teman, yang tidak banyak-banyak amat.

Semua orang sepakat jika ingin meraih mimpi yang tinggi, perlu proses yang panjang, usaha yang ekstra, dan ambisi yang besar. Seanna sudah melakukan sekuat tenaga yang ia bisa, meski terkadang perlu air mata karena jalannya yang tidak mudah, di sinilah Seanna sekarang, mengenakan almamater kampus idaman, dan masuk ke fakultas bahasa dan seni, jurusan DKV.

Seanna sangat bersyukur kepada Tuhan, dan kepada dirinya yang sudah mampu melangkah sejauh ini, pun pada hal-hal baik yang datang. Satu tahun berlalu, sudah begitu banyak yang berubah, Seanna bersyukur karena perubahan baiklah yang terjadi, dimulai dengan hubungannya dengan Ayah yang sudah sepenuhnya baik. Seanna telah menyelesaikan traumanya, meski sekarang Bunda sudah bertambah tua dan semakin ringkih, terkadang Seanna khawatir dengan kondisi Bunda yang sering drop tiba-tiba.

Orang bilang, selalu hargai momen yang terjadi di dalam hidup. Seanna setuju. Entah sejak kapan dia selalu menghargai setiap momen-momen kecil sekalipun, bersama orang yang ia sayangi, tak jarang pula mengabadikannya dalam sebuah potret yang tidak akan bisa diulang kenangannya.

Pagi ini terasa begitu tentram, meja makan yang diisi dengan lauk-pauk, sederhana cukup untuk sarapan, pun perbincangan ringan antara keluarga.

"Gimana kamu sama Andra, baik-baik aja 'kan? Kok, udah jarang main ke rumah?" Suara Ayah membuka topik obrolan.

Rajendra Arseno, biar simpel panggil saja Andra. Laki-laki yang terpaut satu tahun lebih tua dari Seanna. Kulit sawo matang yang tampak manis, rahang tegas, dan bibir tipis. Andra dan Seanna memiliki satu minat yang sama, yaitu menggambar, DKV juga menjadi jurusan yang Andra idam-idamkan sejak dulu, tapi karena tuntutan orang tua, Andra di jurusan manajemen.

"Baik-baik aja, kok, Yah. Cuma memang dia lagi sibuk banget akhir-akhir ini. 'Kan, dia ikut organisasi kampus juga, nanti, deh, aku suruh main ke rumah," jawab Seanna. Perempuan dengan kaos putih lengan pendek, dan celana pendek berwarna hitam, tampak fokus dengan makanan di piring.

Hendry manggut-manggut mengerti.

"Andra itu anak baik. Ayah suka sama dia, kalau kalian mau ke jenjang yang lebih serius pun, langsung Ayah setujui," celetuk Hendry, dengan kekehan di akhir kalimat.

"Bunda juga setuju. Pokoknya kamu sama Andra aja." Kini Bunda yang sejak tadi makan bubur ayam pun, turut berceletuk.

Seanna tersenyum, hal seperti ini bukan sekali atau dua kali, sejak dirinya dan Andra berpacaran empat bulan yang lalu, orang tuanya kerap kali membicarakan tentang jenjang serius, pernikahan, pertunangan, dan hal-hal lainnya yang bahkan belum pernah Seanna pikirkan.

"Aku masih kecil, belum siap nikah-nikahan," seloroh Seanna sebagai jawaban.

Andra memang cowok baik, bukan hanya baik, tetapi juga memiliki kesabaran seluas samudra, yang siap menampung segala sifat dan kelakuan ada-ada saja Seanna. Bisa dibilang, Andra itu cowok terbaik yang pernah ia temui setelah Pratama. Namun, tidak ada yang namanya hubungan sempurna di dunia ini, mereka tengah berada di situasi yang tidak baik-baik saja.

Thread Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang