BAB 11 | Siapa Dia?

51 37 2
                                    

Setelan kardigan cokelat muda, dengan rok panjang hitam tampak serasi Seanna gunakan, rambut pendeknya yang ia gerai, dan polesan gincu merah muda serta sedikit bedak, membuat Seanna tampak lebih ayu.

Sementara wanita di balik kemudi di samping, mengenakan blus berwarna biru dengan celana panjang krem. Pandangannya fokus menatap jalan raya di depan. Rambut panjang dengan ujung yang sengaja dibuat curly, ia ikat biasa.

Mobil Brio merah melaju di tengah jalanan yang ramai oleh kendaraam, di malam Rabu. Tangan kurus Agnesia terangkat untuk mengganti lagu, kini lagu berjudul Lara Hati dari penyanyi La Luna, mulai mengisi penjuru sudut mobil.

Alunan lirik, demi lirik bak menggema di benak Seanna, padahal tidak ada yang menyakiti hatinya, justru malam ini seharusnya menjadi malam yang bahagia, karena Agnesia cuti seminggu, yang artinya wanita itu akan menghabiskan banyak waktu bersama keluarga. Namun, begitu mendengar penggalan lirik dari lagu itu, rasanya Seanna langsung menjelma menjadi manusia melankolis, apalagi saat tangannya menopang dagu, dengan pandangan menerawang ke luar jendela, kegalauan yang dibuatnya semakin menjadi-jadi.

 Namun, begitu mendengar penggalan lirik dari lagu itu, rasanya Seanna langsung menjelma menjadi manusia melankolis, apalagi saat tangannya menopang dagu, dengan pandangan menerawang ke luar jendela, kegalauan yang dibuatnya semakin menjadi-jadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lagunya kenapa harus galau, sih, Kak?" ujar Seanna, masih lekat menatap pemandangan di luar jendela yang berlalu begitu cepat.

"Suka aja sama musiknya, terlepas dari liriknya yang emang cocok buat orang-orang galau, atau ... kamu, ya, yang galau?" terka Agnesia dengan pandangan yang sedikit melirik ke arah adik perempuannya, diiringi dengan kekehan.

Mau bilang iya, tapi tidak, mau bilang tidak, tapi Seanna sudah terlalu menghayati, begini sudah jadinya kalau berhadapan dengan lagu-lagu sedih, Seanna selalu terhanyut, dan berimajinasi seandainya itu memang dialami olehnya.

"Enggak, siapa yang galau coba?" kilah Seanna.

"Kata Bunda, kamu punya cowok? Cie ... ciee ..., Kakak aja belum ada gandengan, kalah dong sama adiknya."

Agnesia tertawa, kenyataannya memang begitu, wanita berusia seperempat abad lebih setahun, menghabiskan waktunya untuk kerja, kerja, dan kerja. Rasanya untuk memikirkan kencan saja, Agnesia akan menganggap itu adalah hal yang buang-buang waktu. Namun, Agnesia juga paham betul, bahwa usia-usia seperti Seanna, tengah mengalami yang namanya pubertas, tak heran bila di usia segitu menyukai lawan jenis, atau berpacaran.

"Ohh ... gitu, ya? Bunda yang bilang, sih. Kata Bunda, ya ... waktu itu nggak sengaja ketemu di UKS? Eh, nggak tau, loh, ya. Cuma kata Bunda," sarkas Agnes, dengan penekanan di setiap kalimatnya, wanita itu hampir saja terkikik geli, apalagi saat melihat air wajah Seanna yang merah padam, sekaligus kesal.

"Siapa yang ikut PMR, orang aku udah keluar, kok."

"Hah? Kakak nggak ada bahas PMR, bahkan nggak tau kalau kamu pernah masuk. Wah ... berarti pas itu, kebetulan kamu anggota PMR, dan ketemu sama dia di UKS, gitu, ya?"

Thread Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang