BAB 15 | Perasaan

40 32 0
                                    

Hidup yang fana tiada yang sempurna, masalah dan nestapa bak teman yang senantiasa melengkapi kehidupan. Namun setelah dipikir-pikir, memang itulah yang membuat hidup lebih terasa nyata, tinggal kitanya saja yang memiliki kontrol atas reaksi terhadap hal baru di depan sana.

Alih-alih menampakkan kesedihan, dunia sejatinya tidak peduli pada nasib buruk yang menimpa kita. Daripada hanya buang-buang waktu, atau meladeni orang bertopeng sok peduli, lebih baik menunggu malam yang menjadi tempat ternyaman dalam menumpahkan haru.

Namun, kini dirasa sudah tidak perlu sendirian menanggung kesedihan, yang senang sekali singgah tanpa izin. Terkadang yang kita butuhkan hanya seseorang yang bersedia menemani, meski tanpa seribu kata perhatian, kehadirannya sudah cukup membuatnya merasa Aku tidak sendirian.

Sruuuttt .... "Ah! Segar!" Seanna memejamkan mata, merasakan dingin dari minuman es mulai mengalir di tenggorokan.

Laki-laki di sampingnya turut menyedot minuman es yang ada di plastik, bedanya ia lebih kalem dan santai, tidak seperti Seanna yang seperti orang tidak minum seharian.

Terpaan angin kecil menyapu lembut wajah mereka, indahnya hamparan hijau di depan mata menambah suasana tenang. Sudah sejak lima menit yang lalu mereka singgah di sini, usai membeli dua minuman es plastikan, mereka mampir ke sini, bahkan Izkiel pun baru tahu ada tempat ini tidak jauh dari tempat tinggalnya.

 Sudah sejak lima menit yang lalu mereka singgah di sini, usai membeli dua minuman es plastikan, mereka mampir ke sini, bahkan Izkiel pun baru tahu ada tempat ini tidak jauh dari tempat tinggalnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bermenit-menit berlalu meninggalkan hening, tanpa obrolan di antara mereka. Sebelum akhirnya Seanna yang mengakhiri lamunan tanpa kata. "Kiel," panggilnya.

Membuat sang pemilik nama merasa terpanggil, lantas menoleh. "Apa, Nana?"

Terkadang Izkiel suka memanggil Seanna dengan panggilan "Nana" kedengarannya memang lebih imut, tapi Seanna lebih suka dengan panggilan dirinya yang biasa.

"Aku pengen jadi princess, deh. Lihat, tempatnya kayak di negeri dongeng, terus di sini mereka rebahan di hamparan rumput hijau." Pandangan Seanna mengedar ke sekeliling, hamparan yang luas terbentang, lalu tangannya mengibaskan rambut pendek hitam, seolah-olah ia seorang putri.

"Princess chubby," sahut Izkiel, langsung mendapat tatapan tajam dari sang lawan bicara.

Seusai menghabiskan minumannya, Seanna segera beranjak dari duduk, menarik tangan Izkiel untuk berpindah tempat dari sana, karena matahari semakin terik, meski waktu sudah berputar menjadi sore.

Tepian sungai yang tidak jauh dari tempat sebelumnya, menjadi lokasi selanjutnya yang mereka datangi, duduk di sana sekadar melihat arus sungai yang tidak terlalu deras, juga angin yang senang sekali menerpa wajah mereka.

Thread Of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang