Cinta Semesta 23

139 14 12
                                    

"Aku terluka sebanyak aku perlu terluka, berapa banyak lagi aku harus terluka untuk merasa baik-baik saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku terluka sebanyak aku perlu terluka, berapa banyak lagi aku harus terluka untuk merasa baik-baik saja."

Song Recomendation - Passing By by Lee Hi

***

Sekitar pukul 04.10, Bulan tampak bergerak gelisah di atas tempat tidurnya. Rasa nyeri di kepala membuat gadis itu terbangun lebih awal. Semula hanya sakit kepala biasa, namun lama kelamaan semakin ngilu.

Bulan beringsut, membawa tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang, mencoba menghirup napas dalam-dalam. Telinganya berdengung sebanyak beberapa kali, kemudian penglihatannya terasa kabur entah kenapa.

Dengan kedua tangan yang meremas selimut, erangan Bulan terdengar. Dia sangat kesakitan. Rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Tak berjeda lama, beberapa menit setelah itu, rasa mual mengambil alih. Perut Bulan menggulung hebat, mengantarkan rasa pahit bercampur asin ke kerongkongan.

Setengah berlari gadis bersurai panjang itu menuju kamar mandi dengan langkah yang sempoyongan. Di sana ia memuntahkan seluruh isi perutnya sampai habis.

Dari dulu, Bulan termasuk anak yang jarang sakit. Walau ada sesekali, itupun  hanya sekedar flu atau demam biasa. Tetapi akhir-akhir ini kesehatan Bulan menurun, dia merasa ada sesuatu yang aneh di tubuhnya.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa Bulan memang sedang berada di fase hidup yang kacau-balau. Pola makannya cenderung tidak teratur, jam tidur yang berantakan, kekerasan fisik dari Irfan, serta beban psikis yang tidak bisa dianggap sederhana.

Barangkali itu semua yang membuatnya sampai seperti ini.

Setelah rasa mual mulai berkurang, Bulan menjangkau tissue untuk membersihkan mulut, berkumur-kumur, lalu membasuh wajah.

Di depan kaca wastafel ia terpaku melihat bayangan wajahnya yang pucat memantul dalam cahaya lemah. Mata sayunya memandangi setiap detail perubahan yang terjadi. Mengamati bagaimana kulitnya yang putih pucat kini bertambah pasi dan dipenuhi oleh banyak sekali luka lebam, raut mukanya yang kaku, serta lekukan bibir yang hanya menghadirkan kesan kelelahan yang mendalam.

Cukup lama Bulan berdiri mematung, sampai kemudian rasa nyeri kembali menyerang, bersamaan dengan mengalirnya darah segar dari kedua lubang hidungnya.

Cepat Bulan mengambil tissue lagi dan segera menyeka cairan merah itu. Tenaganya seketika menguap, sekujur tubuhnya melemah seolah baru saja kehilangan penyangga.

Dengan terhuyung Bulan keluar dari kamar mandi menuju tempat tidur. Saat tubuhnya berhasil mendarat di kasur, suara erangan kembali terdengar.

"Mama ..." panggilnya lirih. "Sakit ...."

"Sakit, Maaa ..."

Bulan menggigit bibir keras-keras, mencoba mengalihkan rasa pedih dalam rongga kepalanya. Tapi nihil, detik demi detik level rasa sakit itu justru semakin meningkat seperti hitungan maju.

Cinta SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang