Cinta Semesta 20

92 12 12
                                    

"Perasaan manusia tidak bisa sepenuhnya dimengerti, bahkan oleh pemiliknya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Perasaan manusia tidak bisa sepenuhnya dimengerti, bahkan oleh pemiliknya sendiri."

Song recomendation - Like We Used To by Rocket To The Moon

***

"Mulai sekarang dan tahun-tahun yang akan datang, gue janji akan mengajak lo berburu pelangi di setiap hari ulang tahun lo."

Angin dingin selepas hujan berhembus pelan menyapu kulit, menerpa rerumputan, menggoyangkan bening yang berjuntai elok pada dedaunan di pohon, mengudarakan aroma tanah basah serta janji yang baru saja diikrarkan oleh Arsenio.

Di atas sana, pada langit yang masih kelabu, lengkungan busur tujuh warna bergelayut indah memanjakan mata.

"Memangnya akan selalu ada pelangi di setiap tanggal 11 November?"

"Sebenernya, setiap hari pasti ada pelangi. Hanya saja, mungkin gak selalu muncul di tempat yang sama," katanya. "Bisa jadi hari ini di langit bagian sini, lalu besok atau besoknya lagi di langit belakang rumah kita."

"Dan, gue akan menyusuri setiap bagian langit untuk menemukan pelangi tercantik buat lo."

Bulan mengembangkan senyum manisnya. Kata-kata itu membuatnya hangat meski tubuhnya kini tengah menggigil dalam balutan kain seragam yang telah basah kuyup akibat bermain hujan.

"Tapi, kan, Ar, di dunia ini gak ada yang pasti," ujar gadis itu sambil memeras ujung lengan bajunya. "Gimana kalau nanti pelangi itu gak muncul sama sekali?"

"Kalau gitu, gue akan membuat lukisan pelangi sebagai gantinya," jawab Arsenio cepat tanpa pertimbangan. "Atau mungkin ..."

"Mungkin apa?"

"Atau mungkin gue yang akan jadi pelangi buat lo," lanjutnya sukses membuat Bulan tertegun.

Suhu semakin turun bersamaan dengan gerimis jarang-jarang yang perlahan kembali membasahi bumi. Kedua remaja itu masih setia memandangi langit sambil duduk berjongkok di bawah sebatang pohon akasia yang sedang berbunga. Cukup lama, hingga kemudian wajah-wajah lugu itu berubah kecewa tatkala tiupan angin membawa pergi sang pelangi yang baru saja mereka perbincangkan.

"Gue gak mau lo jadi pelangi," lirih Bulan. Tangannya bergerak-gerak mengorek becek menggunakan sebuah ranting yang entah ia dapatkan dari mana.

"Kenapa?" tanya Arsenio. "Pelangi kan indah? gue terlalu jelek, ya, untuk disebut pelangi?"

Bulan menggeleng kuat sebagai bantahan. "Bukan begitu," ujarnya. "Lo indah, Ar, indah seperti pelangi. Tapi, tetap aja gue gak mau lo jadi pelangi beneran?"

"Alasannya?"

"Karena pelangi itu hanya sementara." Bulan mengerucutkan bibir. "Gue gak suka hal-hal yang seperti itu."

Cinta SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang