25

189 26 9
                                    

"Apa gerangan yang membawa Tuan Jung Jaehyun ke sini?"

Baekhyun bersidekap, memandang Jaehyun yang lebih memilih menatap foto seorang gadis kecil tengah membangun istana pasirnya. Di belakangnya ombak bergulung memantulkan cahaya jingga langit sore.

"Tentu saja memenuhi undangan spesialmu, Tuan Baek."

"Kapan aku mengundangmu?"

Jaehyun terkekeh, "tahun lalu."

"Dan kau tidak pernah datang, jadi aku malas mengundangmu lagi."

Baekhyun tidak pernah absen mengirimi Jaehyun undangan setiap mengadakan pameran. Hanya kali ini saja tidak.

"Kau tahu kesibukanku, Hyung."

"Lalu sekarang? Kau sudah tidak sibuk? Atau Presdir Lee sudah menemukan penggantimu?"

Jaehyun tidak menjawab, perhatiannya larut dalam potret yang terasa familiar untuknya. Senyum dan pancaran matanya mengingatkannya pada seseorang.

"Kau mengenalnya?"

"Sepertinya iya. Tapi aku lupa."

"Namanya Na Jaehee. Dia murid pertamaku. Foto ini diambil seminggu sebelum kepergiannya."

Jaehyun memperhatikan lagi. Senyum itu, Na Jaehee. Jaehyun mengingatnya sekarang. Gadis kecil yang bertahun tahun tidak ia ketahui namanya.

"Kami pernah menjadi relawan bersama."

Sooyoung pernah menyebutkan namanya tempo hari.

"Jaehee dan ibunya memang aktif menjadi relawan. Ada beberapa foto juga di sini, saat aku mengikuti Jaehee dulu."

Tema pameran Baekhyun kali ini adalah "Kenangan", hampir seluruh foto yang dipajang di sana diambil belasan bahkan puluhan tahun lalu. Dimulai dari awal karir Baekhyun hingga kini.

Beberapa langkah berjalan, foto sebuah bangunan tua yang catnya sebagian memudar kembali menarik perhatian Jaehyun.

"Apa kalian menjadi relawan di panti asuhan ini?"

Jaehyun mengangguk. Panti itu yang masih rutin ia kunjungi hingga kini.

Baekhyun membawa Jaehyun pada sebuah foto. Di sana tertulis "Jaehee bersama ibu dan adiknya".

"Mereka mengalami kecelakaan dalam perjalanan ke rumah sakit. Seharusnya mereka bersama-sama menyambut kelahirannya hari itu."

"Apa adiknya Jaehee masih hidup?"

"Terakhir aku mendengar kabarnya, dia tinggal di panti asuhan. Aku tidak sempat bertemu dengannya karena harus pergi ke Jepang saat itu."

.

.

"Kakakmu datang."

Jaehyun mengikuti arah pandang Baekhyun. Di sana ada Youngho bersama Joohyun dan Jaemin tengah mengisi buku tamu.

"Kenapa kau di sini?"

Sungguh sapaan yang sangat tidak ramah. Jaehyun hanya tersenyum menanggapi Youngho, tidak mau mmbuat masalah lebih jauh.

"Apa kalian sedang bertengkar? Tidak biasanya." Baekhyun berdecak pelan melihat kakak beradik yang biasanya terlihat akur di depannya.

"Apa ini Jaemin?" Nada bicara Baekhyun berubah ramah. Ia menarik tangan Sehun untuk berdiri lebih dekat dengannya, "Sehun banyak menceritakan tentangmu padaku. Ternyata benar kau manis sekali."

Jaemin hanya tersenyum malu menganggapi ocehan Baekhyun.

"Kau bisa panggil aku Ahjussi, Samchon, atau Hyung juga boleh."

Jaehyun dibuat menggeleng heran melihat interaksi mereka. Baekhyun yang terlalu antusias dan Jaemin yang terlihat bingung menanggapinya.

"Baik, Baekhyun Hyung."

Pilihan panggilan Jaemin membuat tiga orang lain menggeleng pelan.

"Dia bahkan lebih tua dari Papamu."

"Diam kau, Youngho."

Baekhyun membawa Jaemin berkeliling, meninggalkan Jaehyun bersama Youngho dan Joohyun yang terus menatapnya penuh selidik.

"Jangan menatapku seperti itu, Hyung. Aku juga dapat undangan dari Baekhyun Hyung. Buka hanya kau yang mengenalnya."

"Kalian ini, masih saja bertengkar tidak lihat tempat."

Jaehyun menunduk mendengar omelan Joohyun sedangkan Youngho memilih pergi ke bagian lain.

"Jae, aku tahu tujuanmu datang."

Joohyun berucap lembut, tapi Jaehyun tahu betul tidak ada makna lembut dalam ucapannya.

"Jaemin keponakanmu, sama seperti Minjung dan Minhyung. Jadi aku mohon, berhenti mendekatinya dengan maksud lain."

.

.

"Jaehyun juga menyukai foto itu. Tadi dia melihatnya lama sekali."

Jaemin menatap Baekhyun sejenak sebelum kembali terpaku pada potret gadis kecil dengan istana pasirnya.

"Na Jaehee. Namanya cantik." Jaemin membaca tulisan di deskripsi. "Aku suka senyumnya." Senyumnya terlihat begitu ringan, menyalurkan kebahagiaan termasuk pada hati Jaemin, yang tanpa sadar tersenyum.

"Mirip denganmu."

Jaemin mengernyit.

"Senyum kalian terlihat mirip. Pertama melihatmu tadi aku langsung teringat Jaehee."

"Benarkah?" Jaemin kembali memperhatikan potret Jaehee. Kali ini fokus pada senyum cerianya.

"Adik Jaehee pasti sudah seusiamu sekarang. Dulu Jaehee sangat bersemangat menunggu kelahiran adiknya."

Pasti beruntung sekali memiliki kakak seperti gadis di foto itu. Pasti hidupnya dipenuhi kasih sayang dan kebahagiaan.

"Apa fotonya ada di sini juga?"

Baekhyun menggeleng. "Aku belum pernah bertemu dengannya. Hanya tiba-tiba teringat."

"Na Jaehee pasti sudah menjadi malaikat paling cantik sekarang." Jaemin bergumam, mengingat cerita Baekhyun tentang gadis kecil itu membuatnya bahagia.

"Kau benar. Tuhan sangat menyayanginya hingga memanggilnya lebih cepat."

"Dulu aku tinggal di sana." Jaemin menunjuk foto panti asuhan. "Siapa mereka?" Tanyanya melihat foto Jaehee bersama seorang wanita.

"Itu Jaehee dan ibunya."

Jantung Jaemin berdebat kencang. Ingatan itu tiba tiba masuk. Bukankah foto itu yang dulu sering Tiffany tunjukkan padanya?

Tidak mungkin kan?

"Jaemin, kenapa?"

.

.

"Jaemin!"

Jaehyun berlari mengejar Jaemin yang baru saja melewatinya dan Joohyun. Beberapa langkah ia berhasil menahan lengan Jaemin.

"Ada apa?"

Pandangan Jaemin tidak fokus, dan kekasihnya itu terus memberontak minta dilepaskan.

"Jaemin ada apa?" Joohyun datang dengan tatapan khawatirnya.

"A-aku harus pergi."

"Kemana? Aku akan mengantarmu."

"Tidak."

"Jaemin tenanglah." Jaehyun membawa Jaemin dalam pelukannya, "tenangkan dirimu. Kau mau kemana? Aku akan mengantarmu."

"Jaemin kenapa?"

Joohyun menahan Youngho yang baru saja datang. Ada Baekhyun juga yang menatap Jaemin khawatir.

"Panti.. Eomma.. Noona.."

Ucapan Jaemin yang masih terisak hanya terdengar oleh Jaehyun.

"Kau harus tenang dulu. Kita ke sana sekarang."

...




Just Call It Ours (2Jae)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang