Lama banget ya, updatenya...
...
Sejak lahir hingga sekarang, Jaehyun merasa telah menjadi anak dan adik yang baik. Ia selalu menuruti perkataan orang tua dan kedua kakaknya, melakukan apa yang mereka izinkan dan tidak pernah melawan apa yang mereka larang.
Jaehyun tidak pernah merasa terkekang, ia tahu mereka sayang dan peduli padanya. Termasuk apa yang mereka lakukan saat ini.
"Sadar apa yang kau lakukan semalam?"
Youngho secara tidak biasa masuk ke kamarnya pagi-pagi sekali. Tidak biasa bukannya tidak pernah. Ketika Jaehyun kecil hingga remaja kakak pertamanya itu sering melakukannya. Sekadar membangunkan atau menjahilinya hingga menangis.
"Tentu saja. Aku tidak mabuk."
Jaehyun hanya melirik sekilas Youngho yang duduk di ranjangnya. Ia sendiri memilih sibuk memilih jam tangan di antara beberapa koleksinya. Terlalu pagi untuk bersiap ke kantor, tapi kejadian semalam membuatnya hanya bisa memejamkan mata tanpa terlelap.
"Kau sudah dewasa, Jae." Yougho berucap lirih, pandangannya menatap sang adik lekat dengan senyuman tipis, "kau bisa memilih sendiri jalan hidupmu. Tugas kami hanya mengingatkan jika kau memilih jalan yang salah."
Jaehyun terdiam. Bahunya ditepuk pelan.
"Tapi keputusan terakhir tetap ada padamu. Banyak jalan menuju kebahagiaan."
"Meskipun itu salah?"
"Tentu saja tidak."
Jawaban cepat Yougho membuat Jaehyun menunduk. Jaehyun tidak merasa membuat kesalahan. Ia hanya menuruti apa kata hatinya, tapi ia merasa bersalah.
"Kami tidak seperti apa yang kalian pikirkan. Aku hanya merasa iba padanya." Ada kejujuran sekaligus sangkalan dalam ucapannya. Jaehyun sendiri masih belum mengerti kenapa ia bisa menjadi dekat dengan Jaemin. Selama ini ia hanya menganggapnya biasa sampai keluarganya mulai menunjukkan kecurigaan yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya.
"Aku tahu, Aku percaya padamu." Youngho tersenyum, lebih lebar dari sebelumnya. "Aku tidak akan ikut campur. Kaulah yang bisa memahami perasaanmu sendiri, dan kau juga yang bisa menyelesaikannya."
Tanpa menjawab, Jaehyun membiarkan kakaknya melangkah keluar.
"Oh iya Jae. Sekalian antar Minjung ke sekolah ya."
.
.
Jaehyun tidak pernah merasa secanggung ini berada di samping keponakannya, Jung Minjung dan temannya, Jaemin. Beberapa kali ia bahkan pernah mengantar jemput dua anak sekolah itu dan berakhir menjadi pendengar obrolan seru keduanya.
Tidak dalam keheningan seperti sekarang.
Jaehyun tidak bisa membuka suara. Ia cukup yakin dengan reaksi Minjung saat mobilnya berbelok ke arah rumah Jaemin, juga ekspresi si manis saat melihat seseorang di samping Jaehyun. Mereka sama-sama tidak menginginkan momen berangkat sekolah bersama hari ini.
BLAM
Minjung turun tanpa mengatakan apapun.
"Kemarin aku menolaknya. Lagi."
Jaehyun menoleh pada Jaemin yang menghela napas pelan di bangku belakang. Si Manis memakai tasnya, bersiap untuk turun.
"Kenapa tidak bilang?" Suara Jaehyun terdengar sedikit tidak santai. Tentu saja, jika ia tahu keponakannya sedang patah hati, ia tidak akan membuatnya berangkat bersama dengan si pelaku.
"Kau tidak bertanya?" Jaemin berdecak kesal, "lagi pula kau sendiri yang menawarkan diri mau mengantarku ke sekolah. Mana aku tahu kau akan datang dengan Minjung juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Call It Ours (2Jae)
Fanfiction[JAEJAE] Jaehyun yang selalu gagal dalam percintaannya dengan wanita, bertemu Jaemin-si anak asuh pasangan gay-yang tengah mencari jati diri. "Kau tahu? Cinta bisa tetap dimiliki tanpa harus saling memiliki."