Jaemin pernah bertemu keluarga Chanyeol. Itu di bulan kelima sejak kedatangannya. Tidak menerima sambutan baik membuatnya merasa sangat sedih. Sejak saat itu Chanyeol tidak pernah menyinggung tentang keluarga.
"Hanya ada Daddy, Papa, dan Jaemin", itu yang selalu Sehun katakan. Juga Chanyeol yang hanya diam seolah mengiyakan.
Jaemin tentu saja tidak memprotes apapun, karena dulu ia juga merasakan hal yang sama. Tidak apa-apa tidak punya kakek, nenek, paman, bibi, atau sepupu yang dikenalnya. Daddy dan Papa sudah cukup. Tidak apa-apa jika tidak punya teman, Jaemin tidak akan pernah kesepian selama masih ada Daddy dan Papa.
Tapi, tentu saja, itu dulu. Nyatanya Jaemin merasa begitu kesepian saat Daddy dan Papa memilih pergi.
"Aku juga memiliki Daddy dan Papa sepertimu. Dulu."
Kalimat Sehun membuat Jaemin mendongak, kedua tangannya masih melingkar erat di pinggang sang papa yang duduk di sampingnya. Sudah lama sekali, rasanya begitu rindu.
Kalimat pulang yang Sehun ucapkan bagai meruntuhkan semua kesedihannya.
"Kehidupan kami sangat bahagia. Hanya ada kami bertiga, rasanya tidak membutuhkan siapapun selama kami tetap bersama-sama."
"Seperti kita bertiga?" Dalam pertanyaannya, Jaemin merasakan ketakutan. Ia takut keluarganya akan berakhir seperti itu juga. Maksudnya, meski Jaemin tidak pernah mengenal Daddy dan Papa dari Papanya, akhir kebahagiaan mereka bisa diketahui dengan jelas. Jika tidak, Jaemin pasti memiliki mereka bersamanya sekarang.
Sehun mengangguk, tangannya mengusap pelan surai hitam Jaemin. "Sekarang kami juga bahagia, dengan kehidupan masing-masing."
"Papa bahagia? Berpisah dengan Daddy dan pergi dariku?"
"Bukan begitu, Jaemin."
Pelukannya dilepas, Jaemin merasa sakit lagi.
"Kita berdua bisa bahagia, dan biarkan Daddymu juga bahagia di sana."
"Kenapa tidak di sini saja? Bersamaku dan Papa?"
"Tidak bisa."
"Kenapa?"
"Dua orang laki-laki tidak bisa hidup bersama dalam ikatan bernama cinta."
Bertahun-tahun mengikuti egonya, mungkin Chanyeol sudah sadar, bahwa jalan hidupnya salah dan mencoba untuk mengikuti apa yang seharusnya.
"Besok Jaemin ikut Papa datang ya, kita bertemu Daddy."
Jaemin memeluk erat Papanya. Bahu yang selalu terlihat kuat itu bergetar. Dalam diam, air matanya turun.
Malam itu, Jaemin hanya bisa berharap, semoga kebahagiaan sudi menghampiri mereka.
.
.
Jaehyun tersenyum, tidak bisa menolak ataupun menikmati makan malam dengan pembicaraan hangat penuh tawa itu.
Memang tidak ada pembicaraan yang menjurus, tapi dari gerak gerik semua orang, Jaehyun cukup tahu maksud dari pertemuan ini.
"Bukankah kalian dulu satu sekolah?"
Jaehyun hanya tersenyum, lalu mengangguk. Beberapa saat matanya bertemu tatap dengan seseorang yang tersenyum malu-malu, seseorang dari masa lalunya.
Park Chaeyoung, kekasih sekaligus patah hati pertama Jaehyun.
Entah bagaimana bermula, bahkan setelah tahun-tahun berlalu sejak hubungan mereka berakhir, ibunya mengenalkan orangtua Chaeyoung sebagai teman lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Call It Ours (2Jae)
Fanfiction[JAEJAE] Jaehyun yang selalu gagal dalam percintaannya dengan wanita, bertemu Jaemin-si anak asuh pasangan gay-yang tengah mencari jati diri. "Kau tahu? Cinta bisa tetap dimiliki tanpa harus saling memiliki."