2

2.1K 256 15
                                    

Hari ini seharusnya menjadi hari libur Jaehyun. Akhir pekan adalah waktu untuk memanjakan diri di rumah. Bersantai, mengistirahatkan tenaga dan pikiran setelah lima hari digunakan tanpa henti. Tapi, bukannya ada di kamarnya yang nyaman, di sinilah Jaehyun, menjemput keponakan tercantiknya dari sekolah.

Tercantik karena Jaehyun hanya punya satu keponakan perempuan. Putri kakak sulungnya.

Dengan alasan kegiatan ekstrakurikuler, Minjung membangunkannya pagi-pagi minta diantar ke sekolah, dan siang ini lagi-lagi anak itu menerornya dengan pesan dan panggilan untuk datang menjemput.

Lagi-lagi Jaehyun memikirkan keponakan pertamanya, Minhyung. Jika anak itu tidak melanjutkan kuliah di luar negeri, Minjung tidak akan merepotkannya seperti ini. Karena Minjung akan lebih memilih merepotkan kakak laki-lakinya yang sister complex akut.

Seharusnya Jaehyun mempengaruhi Minjung untuk melanggar larangan kakaknya memiliki kekasih. Jika Minjung memiliki kekasih, anak itu tidak akan merepotkan seperti ini.

"Samchon!"

Jaehyun menengakkan tubuhnya yang semula bersandar pada mobil.

Apa garis takdirnya sekarang adalah menerima kejutan. Berkali-kali. Dari orang yang sama?

Dalam jarak pandangnya sekarang, ia bisa melihat seseorang yang bergandengan tangan dengan keponakannya tersenyum miring. Seolah mengejek eksistensi Jaehyun sebagai lelucon belaka. Bukankah Jaehyun memang hiburan komedi gratis untuknya?

Jaemin. Ternyata ia hanya anak sekolah menengah atas seumuran keponakannya. Jaehyun berpikir remeh.

Penampilannya jauh berbeda dari apa yang Jaehyun lihat di bar. Tidak ada rambut biru, kaos ketat dan skinny jeans. Jaemin yang ini terlihat polos seperti anak sekolah kebanyakan. Seragam sekolah dan surai hitam yang menutupi dahi.

"Dia teman sekelasku."

"Apa teman bergandengan seperti itu?" pandangan Jaehyun beralih dari wajah cantik Minjung ke tautan tangan dua sejoli di depannya.

"Anda cemburu?"

Jaehyun tertawa. Humornya benar-benar terjun bebas.

Minjung melepaskan genggaman tangannya malu-malu. Semburat kemerahan mewarnai pipi gembilnya yang putih.

Bukankah ini terlalu jelas? Keponakan kecilnya ternyata sudah besar.

Sepertinya Jaemin bisa menyelamatkannya.

Dia tidak pernah datang lagi, membuatku berpikir jika apa yang kulakukan di rooftop saat itu membuatnya jijik. Aku sudah siap dijauhi. Sudah biasa. Tapi hari ini aku bertemu dengannya. Dia tersenyum, membuatku menyadari ada cacat di pipi yang membuat senyumnya semakin menawan. Tapi aku tidak suka, karena senyum itu bukan untukku.

Minjung teman yang baik. Satu-satunya yang tidak menjauhiku. Tapi, Minjung-a, maaf aku tidak menyukaimu sekarang.

.

.

"Bagaimana bisa seorang anak sekolah bekerja di klub malam?"

Lagi-lagi Jaehyun menginjakkan kakinya di ladang dosa malam itu. Entah apa yang ia pikirkan. Setelah satu minggu. Senyuman jahil menggoda si manis di balik meja bar, rasanya berubah menyenangkan.

Pakaian yang Jaemin kenakan masih seperti biasa, hanya tidak ada surai biru mencoloknya.

"Tanyakan pada seorang straight yang masuk ke klub gay."

Jaehyun tertawa mendengar jawaban Jaemin. Ia menopang dagu memperhatikannya yang sibuk meracik minuman. Memberikannya pada pelanggan dengan wajah ketus bahkan tidak segan memaki mereka yang berani mendaratkan tangan tidak sopan.

Just Call It Ours (2Jae)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang