Keesokan harinya, Jaemin tidak ada saat Jaehyun datang. Baik di balik meja bar atau rooftop yang ternyata tidak bisa dibuka tanpa kartu akses.
Suasana klub malam itu terasa berbeda tanpa kehadiran Jaemin. Jaehyun hanya berkeliling mencari keberadaan si manis, lalu pulang tanpa membiarkan alkohol mengisi perutnya. Membuat ia bebas dari omelan ibunya yang mencium bau alkohol dari sang putra.
Esoknya lagi Jaehyun kembali datang, dan hasilnya sama.
Jaemin kemana?
Apa Jaehyun tengah dipermainkan anak sekolahan? Atau Jaehyun melakukan sesuatu yang salah? Tapi mereka berpamitan baik-baik malam itu. Jaemin bahkan mengucapkan terima kasih dan tersenyum karena Jaehyun bersedia mendengar ceritanya.
"Samchon, aku tidak mengerti materi ini. Ajari aku."
Jaehyun mendengus melihat Minjung di pintu kamarnya. Malam ini, sepertinya harus Jaehyun habiskan dengan memeras otak—menggali ingatan tentang materi sekolah yang sudah hilang dari memori otaknya.
Jaehyun tidak habis pikir, kenapa Minjung selalu mengganggunya sementara ibunya adalah guru? Memang predikat juara kelas tidak pernah lepas dari Jaehyun, tapi itu sudah bertahun-tahun lalu. Materi-materi membosankan itu hanya mampir sebentar di otak Jaehyun, selanjutnya hilang bersama goresan penanya di kertas ujian.
"Ulangan akhir semester ini membuatku gila."
Mendengar racauan keponakannya, Jaehyun justru tersenyum. Otak cerdasnya mampu merangkai beberapaa kejadian yang mengganggunya selama ini.
"Kemarilah. Mana yang belum kau pahami?"
Jaemin hanya sedang fokus pada belajarnya.
.
.
Jaemin benci waktu ujian. Seminggu ini Jaemin tidak bisa bereksperimen dengan 'anak-anaknya' dibalik meja bar, padahal ia baru terpikirkan formula baru yang pasti akan menjadi racikan favorit para pelanggan.
"Pamanmu tidak menjemput?"
Hari ini terakhir ulangan akhir semester. Jaemin ada dalam langkahnya mengantar Minjung ke halte. Hanya mengantar karena Jaemin tidak naik bus. Jarak rumahnya cukup dekat dan ia lebih memilih menaiki sepeda kesayangannya yang masih ada di tempat parkir sekolah.
"Samchon orang yang sangat sibuk. Dia ada di luar kota sekarang."
"Berapa lama?"
Minjung mengedikkan bahu. "Biasanya dua atau tiga hari. Paling lama satu minggu atau bisa saja lebih jika ada masalah."
Jaemin mengangguk pelan. Ia mengerti. Daddy juga sering melakukan perjalanan bisnis bahkan sampai ke luar negeri. Berhari-hari sampai berbulan-bulan. Seperti sekarang juga, terhitung sudah tiga hari Daddy pergi.
"Minjung-a, boleh aku pinjam ponselmu?"
"Tentu."
Ponsel itu barang pribadi. Jangan meminjamkannya dengan mudah jika tidak mau privasi di dalamnya diketahui atau parahnya dicuri orang lain. Tapi Minjung memang kelewat polos. Ia bahkan rela dijauhi teman-temannya hanya karena ingin berteman dengan Jaemin.
Polos lebih tepatnya bodoh. Karena cinta.
"Kau pintar selca."
Pipi Minjung merona hanya karena pujian kecil itu.
Jaemin memberikan ponselnya kepada si pemilik disertai senyuman manis. Anggap saja hadiah sekaligus kompensasi atas beberapa hal yang Jaemin curi.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Call It Ours (2Jae)
Fanfiction[JAEJAE] Jaehyun yang selalu gagal dalam percintaannya dengan wanita, bertemu Jaemin-si anak asuh pasangan gay-yang tengah mencari jati diri. "Kau tahu? Cinta bisa tetap dimiliki tanpa harus saling memiliki."