13

1K 156 18
                                    

Ujian kelulusan tinggal menghitung hari, tapi Jaehyun tidak sampai hati memaksa Jaemin berangkat sekolah setelah pertemuan dengan orangtuanya. Jaemin yang hanya diam dan melamun, bahkan sulit membujuknya makan.

Jaemin mendongak, menatap Jaehyun yang menghampirinya dengan sepiring makanan di tangan.

"Aku tidak lapar."

Jaehyun meletakkan piring itu di meja, lalu duduk sembari menatap lekat kekasihnya. Ia tidak pernah mencoba membujuk Jaemin, memberinya petuah bijak atau apapun itu, karena ia sadar, bukan 'kalimat' yang Jaemin butuhkan.

"Jaemin, kau benar, aku tidak pernah meninggalkanmu sendirian," Jaehyun menjeda, memikirkan ucapan Jaemin pada orangtuanya tempo hari, "tapi aku juga tidak bisa bersamamu selamanya." Setiap memikirkan hubungan mereka, otaknya benar-benar buntu. Jaehyun tidak pernah bisa memikirkan bagaimana mereka di masa depan.

"Kau mau pergi juga? Pergi saja." Pipinya semakin tirus, matanya membengkak karena terus menangis.

"Kau tahu bukan itu maksudku."

"Jaehyun, aku mencintaimu, dan sekarang kau adalah satu-satunya yang aku punya." Jaemin berbalik, menatap Jaehyun dengan binaran redup di matanya.

"Tidak, Jaemin. Tidak seharusnya begitu." Tangan Jaehyun terangkat, mengusap air mata yang kembali mengalir di pipi tirus terkasihnya. Sampai kapan kesedihan tidak mau beranjak dari Jaemin?

"Kau harus keluar, menatap dunia luar dan membuka hatimu, akan ada banyak orang di luar sana yang akan menerimamu dengan hati mereka."

"Dan ada lebih banyak orang yang akan menolakku, memandangku rendah, dan mengutukku seolah mereka orang paling suci."

Jaemin dengan dengan segala pikiran buruknya, bagaimana Jaehyun bisa mengobati hati yang terluka itu?

"Jaehyun, kau adalah kekasihku. Kau milikku, hanya milikku seorang. Iya 'kan?"

Jaehyun mengangguk pelan, ia menangkup rahang Jaemin sebelum mencium keningnya, lalu kedua matanya.

"Aku milikmu."

Jika Jaemin benar-benar tidak bisa melanjutkan hidupnya tanpa Jaehyun, maka salahkan Jaehyun.

.

.

Jaehyun hampir memejamkan mata lelahnya di samping Jaemin saat ponselnya berbunyi. Ada panggilan dari Sooyung.

"Jung Jaehyun, aku tidak tahu apa yang kau lakukan di luar sana. Apa kau tidak mau pulang juga?"

Teriakan sang kakak membuat Jaehyun menjauhkan ponsel. Ia beranjak, tidak mau membangunkan Jaemin yang baru saja tertidur.

"Eomma sakit."

Tidak ada lagi teriakan, yang ada hanya suara bergetar Soyoung yang sepertinya menahan tangis.

"Eomma sakit apa?" Khawatir tentu saja. Sudah dua hari ini ia tidak pulang. Mengabari ibunya hanya melalui pesan singkat tanpa obrolan panjang.

"Pulang kalau masih peduli. Dan Jaehyun, aku tahu kau mengambil cuti."

Panggilan terputus. Jaehyun menatap Jaemin. Ia harus pulang sekarang, tapi bagaimana jika Jaemin bangun? Sungguh ia takut Jaemin melakukan sesuatu hal bodoh, tapi ia khawatir pada ibunya.

Ting

Ponselnya berbunyi, ada satu pesan dari Sooyoung berisi nama rumah sakit dan nomor kamar.

Eomma baru saja dipindahkan dari UGD.

"Maafkan aku Jaemin."

.

Just Call It Ours (2Jae)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang