Tasya mengangguk beberapa kali, "Iya nanti aku bilang sama Anas."
Suara Galaksi yang meminta maaf mendapat sahutan dari sekretaris Anas yang cukup Tasya kenal.
"Anas?" Tasya menuruni tangga, melihat Anas yang bermain dengan Aras di depan televisi. Memainkan mobil remot yang bisa dinaiki tubuh kecil Aras. Hadiah dari Kakek.
"Berangkat ke Surabaya ya? Aku siapin barang kamu. Kasian sekertaris sama Galaksi yang ngurus semua."
"Nggak. Gue mau main sama Aras."
Tasya mengusap wajah kasar, bingung bagaimana hendak membujuk Anas sampai sadar tanggung jawabnya. "Aras udah baikan, bisa kamu tinggal."
"Ta–"
"Mau ngelak gimana lagi? Jangan jadiin Aras alesan kamu. Kamu cuman males itu, bukan karna Aras."
Anas menghela napas kasar, "Iya!" jawabnya tak iklas.
•••
Tasya memutar kepalanya pusing, mendengar tangisan Aras yang tak berhenti sejak kepergian Anas. Anak kecil itu merengek pada Ibunya, menepuk paha Tasya dengan tangan mungilnya, meminta untuk bawa Anas pulang.
Bayi itu sudah bisa duduk, merangkak pelan, tengkurap, bahkan sesekali akan mencari pegangan agar bisa membantunya berdiri.
Tasya mengangkat tinggi tubuh anaknya. "Bunda cariin temen main kamu, tapi lupain Ayah sebentar, okay sayang?"
Entah paham atau tidak, Aras tertawa kecil, memperlihatkan gigi yang hampir tumbuh kepada Tasya.
"Halo Dian? Sibuk nggak?"
•••
"HALO PONAKANKU!" Suara Dian terdengar, mengagetkan Aras yang sedang bermain dino.
Anak laki-laki itu bahkan melempar mainan dalam tangannya, karena terlalu terkejut.
Tasya keluar dari dapur dengan memakai apron. "Loh, eh, kok banyak?"
Awan mendengus malas, "Jadi kita nggak boleh main nih?" Ucapannya mendapat anggukan setuju dari Carnia.
"Maap ya, Sya. Gue ajak yang lain juga, udah lama nggak main." Dian cengengesan meminta maaf.
Tasya mengangguk pelan, "Iya. Duduk aja, biar aku buat cemilan, oh sekalian pantau Aras bentar ya."
Dian mengacungkan jari jempolnya. Dian membawa rombongannya sesaat setelah Tasya meminta untuk menemani Aras bermain, Dian langsung mengajak yang lain.
Saat ini ada Hendra dengan istri dan anaknya, Awan dengan istri dan anaknya, Abigail serta dirinya.
Awalnya sebenarnya Abigail ingin mengajak Auriella, namun ingat jika gadis itu sudah pergi keluar negeri, benar-benar sudah menjadi alpha female.
Saquel menyerahkan anak gadisnya kepada Hendra, merebut Aras yang merangkak mengambil kembali dinonya.
"Halo ponakan Tante, aduh lucunya." Saquel tertawa pelan, melihat tubuh Aras yang menegang sejenak, sebelum melengkungkan bibir ke bawah, tanda ingin menangis.
Carnia merampas Aras, "Dia nggak suka sama lo itu, mending sama Tante, ya nggak, Ar?"
Saquel mendengus malas. "Anak lo tuh, dianggurin, kasian." Tatapan Saquel beralih pada Bumi yang berada di gendongan Awan, anteng.
"Biarin ada bapaknya juga, ini masih gemes belum nakal, nggak boleh dilewatin." Carnia mengunyel-unyel pipi Aras, membuat anak laki-laki itu bergerak tak nyaman, risih dengan perlakuan Tantenya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANASTASYA : NEXT GENERATION
General Fiction"GUE JUGA NGGAK BUTUH ANAK KALO ANAKNYA COWOK!" Tasya tidak pernah mau dihadapkan dengan situasi seperti ini. Perempuan itu sempat dihantui dengan perasaan cemas, takut sikap bejat orangtua Anas, kini menurun juga kepada Anas. Kedua orangtua Anas...