NEXT GENERATION : 20

42 0 0
                                    

Kehidupan keluarga kecil Anas menjalani hari-hari biasa, dengan tingkah laku Aras dan kadang sikap jahil Anas yang keluar. Tasya sampai mengusap peluh jika Aras dan Anas sudah bermain berdua, pasti ujung-ujungnya ada suara tangisan.

Namun anehnya, Aras akan menangis jika Anas sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota atau negara. Seperti sekarang, bayi yang berusia delapan belas bulan itu sedang meracau, menangis meraung kala tak mendapati teman bermainnya.

"Aduh, sabar ya Ar. Ayah kamu masih kerja, kita telpon," bujuk Tasya. Meraih ponsel untuk menghubungi Anas.

Tak mendapati jawaban membuat perempuan itu menghubungi Galaksi.

"Halo?"

"Ada apa, Sya?"

Tasya tersenyum lega, mendapati jawaban dari Galaksi. "Anas masih kerja, Gal?"

"Masih. Ada sedikit masalah serius di sini," jawaban ragu-ragu dari Galaksi membuat Tasya mengernyit.

Suara bentakan Anas dari seberang membuat Tasya terdiam, bahkan tangisan Aras ikut berhenti. "Ada apa?" tanya Tasya.

Bocah laki-laki itu menarik-narik ujung baju Tasya, minta gendong. "Yah, Yayah."

Sambungan telpon langsung dimatikan sepihak oleh Galaksi, tanpa memberikan penjelasan.

Tasya menggigit bibir bawahnya resah, "Anas," lirihnya.

"Babok siang yuk, sama Bunda." Tasya menggendong tubuh putranya, namun Aras langsung mengelak, bersedekap tangan dengan wajah ngambek.

"No. Yah." Aras memalingkan wajahnya, berjalan dengan langkah mungilnya menuju depan televisi, berbaring di sofa dengan keadaan telungkup. Meskipun langkah kaki itu masih sering terjatuh, tetapi Aras sudah bisa berjalan atau mungkin berlari ke segala arah.

Tasya memijat keningnya, pusing memikirkan suaminya yang tak bisa dikabari.

•••

"Tomato, liat Bunda Ar, to-ma-to." Tasya mengeja, memandang Aras yang fokus pada gerakan bibirnya. Anak kecil itu meraba bibir ibunya yang bergerak, merekam dalam memorinya.

Tangan perempuan itu ada sayur mainan yang dia gunakan untuk bahan belajar Aras.

"To– Yah." Aras bertepuk tangan sembari menatap pintu, melihat kehadiran ayahnya.

"Loh Anas?" Tasya bertanya heran, apalagi melihat penampilan suaminya yang berantakan. Dasi laki-laki itu sudah tak berada di tempatnya. Kemeja yang keluar sementara jasnya ditentang.

"Sya, gue ke kamar ya, capek." Tanpa menatap Aras yang masih tersenyum dengan bertepuk tangan, laki-laki itu langsung menaiki tangga.

"YAH." Aras segera bangkit, berlari dengan langkah kecilnya hendak menyusul Anas.

Tasya terdiam sejenak, sebelum tersentak saat melihat Aras yang terjatuh. Perempuan itu mengalihkan pandangannya, memang pada dasarnya kaki Aras belum terlalu kuat untuk diajak berlari.

"Yayah," lirih Aras sendu, berjongkok dengan menundukkan kepalanya. Menatap lantai bekas dirinya terjatuh.

"Bobok siang yuk, sama Bunda." Tasya berdiri di sebelah anaknya, tanpa menolong Aras bangkit.

"Yah?"

"Ayah juga mau bobok, Ar sama Bunda dulu ya," bujuk Tasya. Melihat Aras yang terdiam, perempuan itu kembali berpikir keras.

"Gini, Ar kalo main lama banget, pasti capek, terus Ar nangis, iya kan?"

"Ngis?" Aras memiringkan kepalanya, bingung dengan ucapan Bundanya.

ANASTASYA : NEXT GENERATION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang