BAB 48 // Mau makan apa?

584 67 34
                                    

Aku baru sadar kalau karakter Sania itu kuat banget, bisa-bisanya satu nama tapi jadi bencana di dua cerita 😭😭

HEPPY READING GUYS

*
*
*


Nesha bersandar pada dinding kamar mandi, menghela napas panjang. Dengan tangan gemetar, dia menyalakan keran, membiarkan muntahan itu terbawa oleh aliran air. Dalam keheningan, pikirannya melayang, memikirkan rumah tangganya dengan Axel yang akan segera berakhir. Nesha menundukkan kepalanya, merasakan gejolak emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Meskipun dia telah meyakini bahwa dia akan baik-baik saja tanpa Axel, ternyata hatinya tetap terasa sakit harus berpisah dengan pria yang dicintainya itu. Satu bulan yang lalu, Nesha telah menganggap Axel sebagai suaminya, orang yang telah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya.

Kenangan-kenangan indah bersama Axel berputar dalam benaknya. Saat-saat bahagia, tawa, dan kasih sayang yang mereka bagi bersama. Namun, kini semuanya seakan berubah menjadi serpihan-serpihan yang terasa menyakitkan. Nesha menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Nesha yakin perasaan ini hanya berlangsung sebentar. Setelahnya dia akan baik-baik saja. Yang terpenting, ia akan terus berjuang, demi dirinya sendiri dan masa depannya.

Dengan langkah pelan, Nesha keluar dari kamar mandi setelah menyelesaikan ritual menggosok giginya. Namun, betapa terkejutnya ia saat mendapati Axel bersandar tepat di samping pintu. Untuk sesaat, Nesha pura-pura tidak melihat keberadaan Axel, memilih untuk melangkah menuju meja dan mengambil segelas air putih.

Axel, yang sejak tadi memperhatikan Nesha, segera bergerak mendekatinya. "Are you okay?" tanyanya dengan nada khawatir.

Namun, Nesha tetap diam, mengabaikan pertanyaan Axel. Ia meneguk air putih itu dengan perlahan, berusaha menenangkan dirinya.

"Aku mendengar suara seperti orang yang sedang muntah, jadi apakah kamu semalam minum alkohol?" Axel kembali bertanya.

Nesha masih belum menjawab. Ia meletakkan gelas itu kembali ke atas meja, lalu berbalik menghadap Axel. Tatapannya masih setajam semalam. "Berhentilah bersikap brengsek, Axel. Jangan menjeratku seolah-olah aku begitu berarti untuk kelangsungan hidupmu."

"Nesha Leonard, berhentilah berpikir yang tidak benar tentangku. Aku dan Rosie tidak memiliki hubungan apapun, apalagi hubungan rumit seperti yang ada dalam otak liarmu Nesha."

"Oh, jadi si Sania kedua itu bernama Rosie? Terimakasih telah meyakinkanku bahwa dia benar-benar bukan Sania yang bangkit dari kuburnya."

"Berhenti berbicara omong kosong, Nesha! Juga tidak seharusnya kamu membawa-bawa nama orang yang sudah meninggal," ucap Axel dengan nada dingin.

"Oke." Hanya itu respon dari Nesha. Perempuan itu lalu bangkit dan membuka kopernya. Membereskan barang-barangnya dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Hari ini kamu mau sarapan apa? Aku akan minta Christian membelikannya."

Nesha menghentikan gerakannya, membalikkan badannya, lalu menatap Axel dengan sinis sekaligus jengkel. "Nggak perlu. Aku akan sarapan di airport."

Axel menyandarkan punggungnya di sofa. Tangannya dilipat didepan dada. Tatapannya menghunus kepada istrinya itu. "Aku tahu kamu lagi nggak enak badan. Dan aku juga bisa bikin kamu gagal pulang ke Jakarta hari ini," ancam Axel yang terdengar tidak main-main.

Nesha menghela napas panjang. mencoba meredakan emosinya. la tahu perdebatan ini tidak akan ada habisnya jika ia terus memancing Axel. "Baiklah, aku akan sarapan di sini. Tapi jangan coba-coba menghalangiku untuk pulang hari ini. Aku benar-benar harus kembali ke Jakarta," ujarnya dengan nada tegas. Axel terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. la tahu Nesha sangat keras kepala dan tidak akan mudah menyerah. Mungkin lebih baik ia mengalah kali ini, daripada harus berdebat panjang yang hanya akan memperburuk keadaan.

Hourglass Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang