Prolog

132 8 0
                                    


Kisah ini terjadi di masa lalu, jauh sebelum Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang jadi arca batu, bahkan jauh sebelum seorang pemuda menaklukkan Tujuh Kerajaan.

Dahulu kala saat dewa-dewi masih menguasai Jawadwipa. Ketika malam masih belum tercipta, serta bulan dan matahari masih bersama di langit biru. Para dewa membagi dua waktu bagi manusia, titiyoni untuk waktu beristirahat dan titiawan untuk waktu beraktivitas. Pergantian waktu ditandai dengan berkokoknya ayam.

Gunung-gunung yang menjadi paku bumi masih kokoh, namun sebuah retakan kecil akibat penancapannya membuat para penghuni Dunia Bawah merangkak naik dan mengotori tanah Jawa. Dosa jatuh dan mengutuk siapa saja yang berbuat tak sesuai aturan Dewa.

Bahkan orang paling suci pun banyak yang terhasut dalam rayuan bangsa Dunia Bawah.

Para demit menggunakan segala cara untuk menguasai tanah Jawa. Mereka menghasut, membunuh, merusak tatanan darma. Di antara para dedemit, ada salah satu yang terkuat yang diangkat menjadi panglima oleh Raja Iblis Bondowoso. Demit itu adalah roh jahat berwujud raksasa buruk rupa. Mempunyai moncong seperti babi, taring yang melengkung hingga menggeser pipinya, dan mata lebar yang terlihat hendak keluar. Raksasa itu dijuluki Kala Rahu. Dia menjadi paling bengis, paling kejam di tanah Jawa. Dia mengangkat tiga raksasa lain menjadi muridnya, Buto Ijo, Buto Abang, dan Buto Lowo. Mereka merusak ketentraman Jawa.

Hingga suatu saat ketika Kala Rahu mengobrak abrik istana Dewa, ia terpesona oleh kecantikan Dewi Ratih. Raksasa buruk rupa itu jatuh cinta pada Dewi Bulan. Cinta membutakan segalanya. Dia ingin mempersuntingnya. Tetapi jelas, Dewi Ratih menolak mentah-mentah pinangan itu.

Kala Rahu menjadi marah, ia bersama tiga muridnya dan bala tentaranya kembali ingin menyerang istana. Para Dewa menjadi cemas, kekuatannya sangatlah luar biasa. Hingga Dewa tertinggi pun mengumpulkan semua dewa-dewi untuk membagikan air tirta amerta agar sakti mandraguna dan abadi guna memenangkan pertempuran melawan para dedemit. Pertemuan itu diadakan di Kahyangan untuk menghindari para demit.

Hal itu diketahui oleh Kala Rahu, namun ia tahu bahwa menyusup ke pertemuan para dewa akan sangat beresiko. Jadi ia pun menitiskan sebagian sukmanya dalam kendi dan menitipkannya pada Buto Ijo. Menyamarlah Kala Rahu sebagai seorang dewa dan menyusup ke langit. Di sana ia melihat Dewi Ratih selalu bersama Dewa Surya. Ia menjadi sakit hati, ia pun urung mengobrak-abrik istana dan malah duduk di barisan untuk mendapatkan air tirta amerta.

Air tersebut dibagikan bergiliran satu persatu. Para dewa hanya boleh menelan satu teguk saja, hingga saat giliran Kala Rahu air itu diteguk berkali-kali. Hal itu segera disadari Dewa tertinggi, ia pun menyerang dewa palsu itu dengan melemparkan cakramnya. Senjata magis itu memutus lehernya, seketika wujudnya berubah. Tubuh raksasa itu jatuh ke bumi dan berubah mengeras seperti sebatang kayu. Sementara kepalanya tetap hidup dan mengambang di udara karena tirta amerta hanya sampai di tenggorokan saja.

Pertemuan menjadi kacau, para dewa-dewi berpencar ke segala penjuru. Dewi Bulan dan Dewa Matahari lari bersama, kepala Kala Rahu mengejarnya. Sekali lagi ia menginginkan cintanya terbalas.

Hingga Dewi Ratih dan Dewa Matahari itu pun ditemukan. Karena Kala Rahu sudah tak punya tangan, ia menggunakan mulutnya untuk menangkap Dewi Ratih. Namun Dewa Matahari terus memegangi Dewi Bulan, hingga tertelanlah keduanya. Perlahan cahaya bulan dan matahari meredup. Ketakutan melanda. Kehidupan di Bumi menjadi panik, burung-burung kembali ke sarangnya dan bunga-bunga menguncup. Anak-anak disembunyikan di ruang sempit. Wanita hamil mengolesi pusarnya dengan abu dapur dan bersembunyi di kolong tempat tidur. Para petani memukul-mukul tubuh Kala Rahu yang sudah mengeras seperti kayu itu hingga ceruk, hingga di kemudian hari tubuh itu disebut lesung dan digunakan untuk menggiling padi. Semua orang membuat bunyi-bunyian yang berisik agar Kala Rahu memuntahkan Matahari dan Bulan.

Cinta Kala Rahu sudah menjadi dendam. Dewa Matahari dan Dewi Bulan tetap ditelannya. Dunia menjadi gelap gulita.

Namun Kala Rahu lupa kalau perutnya sudah tak ada lagi, matahari dan bulan akhirnya keluar kembali dari tenggorokannya yang terputus. Cahayanya kembali menyinari dunia.

Karena kejadian itu, kekuatan Kala Rahu terkuras habis, lidahnya terbakar hangus. Dewa tertinggi pun melemparnya jauh dan selamanya ia akan mengambang berputar-putar di angkasa tanpa tenaga.

Manusia menamai peristiwa itu dengan 'gerhana'.

Dunia masih kacau. Para dewa masih harus berperang melawan bangsa jin dan demit. Agar kejadian itu tak terulang lagi di pisahkanlah matahari dan bulan. Mereka tidak boleh saling bertemu atau gerhana kembali terjadi. Matahari akan menyinari bumi di waktu titiawan dan bulan akan bersinar di waktu titiyoni.

Agar kepala Kala Rahu tetap terlelap dan tak bangun memakan Dewi Ratih, para Dewa bersepakat untuk mempertahankan kegelapan dan ditempatkan di waktu titiyoni. Manusia kembali menamai, waktu titiyoni adalah malam dan titiawan adalah siang.

Dewi Ratih yang tak mau lagi menjadi objek cinta para raksasa akhirnya membagi kecantikannya dengan langit malam. Dia menaburkan kecantikannya dalam bentuk bintang-bintang. Sang Dewi juga akan memperlihatkan wajahnya secara bertahap, menampakan sedikit disebut bulan sabit, separuh disebut bulan setengah, dan memperlihatkan semuanya disebut purnama.

Raja Iblis yang marah karena telah kehilangan panglima kuatnya, ia meramalkan dalam putaran waktu saat komet dari surga melewati tanah Jawa, kekuatan kegelapan akan bangkit dan menuntut balas dendam.

Pertempuran antara para Dewa dan bangsa jin berlangsung sangat lama. Namun, kebaikan akan selalu menang. Jelas, para dewalah yang menang. Ketiga raksasa murid Kala Rahu dikubur di kaki Gunung Lawu. Raja Iblis Bondowoso dikurung di gunung Ijen.

Dalam putaran waktu, ketika era manusia dimulai dan para tewa sudah naik ke Mayapada. Di saat kerajaan Niscala berdiri, ramalan Raja Iblis akhirnya terjadi. Tenang, para dewa sudah menugaskan para bidadari dan bidadara untuk mengurusnya. Namun sayangnya tak ada yang tahu bahwa kala itu Kala Rahu menitikan sebagian sukmanya dalam kendi dan dititipkan pada Buto Ijo. Pada malam komet jatuh kendi itu pecah dan sukma Kala Rahu merasuki Prabu Radhityajaya III.

Kala Rahu akan bangkit kembali...

###

Jaka Tarub dan Legenda Gerhana (Buku 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang