5 | Pesan dari Ujung Timur

51 6 2
                                    

Matahari terbit dengan indahnya. Burung-burung berkicau ria. Arus Bengawan Solo mengalir memberi kehidupan di tanah surga ini. Semua pendekar berkumpul di pinggir sungai. Saat Jaka Tarub muncul mereka semua berdiri tegak memberi hormat.

Dengan raut wajah tegas Jaka membelah kerumunan. Bajunya sudah berganti warna hitam, begitu juga udengnya. Dia berjalan gagah membawa busur panah saktinya ke dermaga dengan kapal berlayar hitam dan merah bersandar. Nawang Wulan dengan kebaya merahnya mengekori dari belakang. Kecantikannya sungguh memikat semua ksatria di sana.

Jaka Tarub dan Wulan menaiki kapal bersama Karsa. Semua orang juga menaiki kapal mereka. Mereka akan keluar dari Lembah Suci dan akan melanjutkan perjalanan melalui darat ke ujung timur.

Satu persatu kapal mulai berlayar dengan panji-panji hitam merahnya. Wajah Karsa terlihat sangat puas, pencarian dan perjuangannya selama tujuh belas tahun akhirnya menemui titik terang. Inilah awal untuk mengembalikan semuanya ke tempat semula. Dia tersenyum bangga. Dilepasnya caping yang selama ini menutupi wajahnya. Dia menjatuhkannya ke air. Kini tak ada lagi yang harus ia tutupi. Saatnya menunjukkan semuanya seperti panji Abrit Cemeng(hitam merah).

***

Raynar, sang harimau Jawa jantan, sedang menaikkan kedua kaki depannya ke bingkai jendela, memandang halaman rumah seperti kucing yang ingin main keluar. Sejak berhasil mengalahkan sang alpha barongan dan menjadikannya pemimpin kawanan makhluk suci itu ukurannya tambah besar, bahkan melebihi ukuran harimau Jawa pada umumnya. Kini panjangnya hampir tiga meter. Apalagi saat ia menaikkan dua kaki depannya itu, terlihat sangat perkasa dan buas. Para pelayan dan pengawal makin takut berdekatan dengannya di rumah ini.

Anjani duduk termenung membiarkan dua pelayan menata rambutnya, menghiasinya dengan bunga-bunga emas, pikirannya tak bisa lepas dari semua kejadian dan perbuatan ayahnya. Benarkah ayahnya berkhianat? Ia masih tak bisa menerimanya.

"Nimas, sepatu Anda baru saja diantarkan," ucap pelayan yang baru saja masuk sambil membawa sebuah kotak.

"Kemarilah," perintah Anjani.

Pelayan itu pun mendekat dan menunjukkan isi kotaknya, sebuah sepatu cantik dari kulit berwarna merah muda cerah.

Anjani berdecak. "Ini sepatu yang cantik, tapi terlalu feminim bagiku. Ambilkan saja sepatuku yang warna biru, itu lebih cocok dengan gaunku yang sekarang."

Pelayan itu menunduk patuh dan pergi membawa sepatu itu. Dua pelayan yang menata rambutnya juga sudah selesai. Cantik dengan disanggul sebagian dan tergerai ke belakang setengahnya, beberapa bunga emas bergoyang tiap kali bergerak. Tak heboh, tapi tetap berkelas. Kecantikannya sungguh menunjukkan identitas wanita bangsawan.

Ia bangkit memakai sepatu pilihannya. Setelah itu ia mengelus punggung harimaunya dan berbisik, "ayo kita keluar."

Harimau itu menggeram lembut dan mengikuti langkah kaki tuannya.

Sayangnya, saat di gerbang para pengawal tidak mengijinkannya keluar dari rumah ini.

"Buka gerbangnya sekarang," ucapnya tegas pada pengawal.

"Maaf, Nimas. Anda tidak boleh meninggalkan rumah," timpal salah satu pengawal.

Anjani berdecak kesal. "Aku hanya mau mengunjungi Gobrok Putro. Cepat buka sekarang!"

Rrrr... Raynar menggeram pada pengawal itu, seolah mengerti tuannya tidak suka akan hal itu. Insting harimau itu sungguh luar biasa.

"Ini perintah langsung Tumenggung, Nimas," Caraka datang menengahi. "Anda tidak diperbolehkan keluar dari rumah," pungkasnya.

"Aku hanya ingin mengunjungi panti asuhan," Anjani kekeh.

"Maka tunggulah, Ayahanda Anda. Kami tidak bisa mengijinkannya."

Jaka Tarub dan Legenda Gerhana (Buku 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang