Malam makin larut, tapi keamanan keraton Kenta tak mengendur. Di halaman sang komandan yang bertugas malam itu tampaknya tak begitu peduli dengan tugasnya. Dia bermain-main dengan senjata-senjata yang terpajang dihalaman.
"Kenapa kita disuruh berjaga ketat malam ini? Apakah benar Adipati telah mangkat?" tanyanya pada rekan kerjanya.
"Kudengar juga begitu. Ada kekacauan di pantai. Kulihat juga kapal Raja Lawe berlayar kembali."
Dia menghela napas panjang. "Ini akan menjadi malam yang panjang," keluhnya.
"Berhenti di sana!" Prajurit di gerbang tiba-tiba bergaduh. Prajurit-prajurit yang ada di atas tembok memarik busur panahnya, mengarahkannya keluar gerbang.
Komandan itu langsung kembali ke gerbang. Mendadak langkahnya terhenti melihat sesosok keluar dari bayang-bayang gerbang tinggi bentuk terbelah itu. Dia adalah wanita berambut pendek yang tadi. Dia adalah Anjani. Tatapannya penuh amarah padanya.
"Kenapa kau kembali, Nyisanak? Apa kau sungguh seorang wanita terbuang, hingga tak punya tempat untuk kembali?" ejeknya sambil tertawa.
Anjani berhenti. Matanya melotot, amarah terlukis jelas di wajahnya. "Sudah kubilang, aku akan menghukummu setelah aku melihat Arya Wijaya," pungkasnya dengan suara parau penuh kekecewaan.
Wanita mana yang tidak marah melihat kekasihnya menikah dengan wanita lain?
Dia kalap. Patah hati. Amarahnya siap meledak. Si komandan itu megusirnya dengan tangan, merendahkannya lagi. Tiba-tiba terdengar suara erangan. "Rrrr..." Lalu dua pasang mata yang bersinar muncul dari kegelapan bayang-bayang gerbang, membuat komandan itu ciut melangkah mundur.
Dan betapa merindingnya ia ketika sepasang mata itu milik harimau yang badannya sangat besar, yang kepala komandan itu pasti muat di mulutnya. Dia terus mundur ketakutan, begitu juga dua prajurit yang menjaga gerbang. Para pemanah mengarahkan bidikannya ke dalam halaman, mengikuti Anjani.
"Mundur!" seru komandan itu ketakutan. "Mundur!"
"Kau tahu bagaimana bunyi bunga mekar?" lontar Anjani tanpa nada. Pertanyaan yang punya banyak arti baginya. Pertanyaan yang hanya dia dan Jaka Tarub yang paham.
Komandan itu mengernyit bingung. "Apa yang kau bicarakan, Orang Gila?"
"Akan kutunjukkan padamu."
Rrrroowwrr!! Raynar mengaung menunjukkan taring besarnya. Komandan itu terus berjalan mundur ketakutan, sialnya dia malah tersandung. Raynar terus mendekat, dan tiba-tiba menerkam kepalanya. Manusia itu bahkan tidak punya kesempatan untuk berteriak. Raynar mengkoyah kepalanya hingga copot. Darah mengotori bulu mulut dan leher harimau itu.
Anak-panah segera dilepaskan oleh para prajurit yang ada di atas tembok. Jleb! Jleb! Jleb! Lima anak panah sekaligus menancap di badan harimau itu. Raynar menggeram kaget hingga menjatuhkan kepala komandan itu, yang kemudian menggelinding dengan darah berceceran. Anjani hanya menatap tajam. Kemarahannya sudah diluar kendali.
Jangan macam-macam dengan wanita yang patah hati.
RRAAWWRRGH! Raynar mengaung lebih keras. Meski lima anak panah menancap di badannnya, dia masih tetap berdiri, mengaung marah. GRAWRR!!! Dia kembali menggeram. Mendadak api muncul dari belangnya dan membakar anak panah-anak panah itu. Dia melompat ke rak renjata, kemudian melompat lagi ke atas tembok dan langsung menerkam prajurit yang memanahnya. Lalu dengan cepat kembali menerkam semua pemanah. Api di badannya membakar segela sesuatu yang ia lewati. Lingga yang diam di atas kudanya di laur gerbang memandang tak percaya. Apakah ini maksud dari bahwa Raynar bukan harimau biasa? Ini mengagumkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaka Tarub dan Legenda Gerhana (Buku 2)
Historical FictionJaka Tarub alias Arya Wijaya yaitu pangeran yang terbuang, melakukan perjalanan ke timur demi menghimbun pasukan untuk merebut tahtanya kembali dari Pandya Wijaya, adik tirinya, dan membalaskan dendam ibunya. Dalam petualangannya ia dipertemukan kem...